Skema Upah per Jam Bakal Dongkrak Produktivitas Sektor Industri

Pengusaha mendukung langkah pemerintah untuk mengubah sistem pengupahan pemberian gaji bulanan menjadi upah per jam.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Des 2019, 15:30 WIB
Diterbitkan 26 Des 2019, 15:30 WIB
Kisruh "Gejolak dan Masa Depan Rupiah"
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang saat menjadi pembicara dalam diskusi bincang senator 2015 "Gejolak dan Masa Depan Rupiah" di Jakarta, Minggu (29/3/2015). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia DKI Jakarta (HIPPI), Sarman Simanjorang mendukung langkah pemerintah untuk mengubah sistem pengupahan pemberian gaji bulanan menjadi upah per jam.

Menurutnya, langkah tersebut dapat memberikan peningkatan produktivitas bagi pengusaha dan dunia industri.

"Bagi pengusaha dan dunia Industri sejauh format pengupahan itu mengarah ke peningkatan produktivitas prinsip setuju," katanya kepada merdeka.com, Kamis (26/12).

Dia menyebut skema pengupahan per jam sangat dibutuhkan bagi tenaga kerja yang memiliki produktivitas dan kompetensi yang tinggi. Apalagi kebijakan ini dapat didukung dengan aturan yang ketat, terbuka dan transparan.

"Karena dengan format ini para pekerja dituntut untuk meningkatkan produktivitasnya masing masing," imbuh dia.

Hanya saja, dia menekankan rencana tersebut harus terlebih dahulu didiskusikan lebih komprehensif dengan semua stakeholder. Sehingga tidak menjadi polemik yang berkepanjangan dan berujung kepada ketidakpastian.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Disambut Baik

banner infografis gaji pns dki
Ilustrasi Gaji

Senada dengan Sarman, Direktur Riset Centre of Reform On Economics (Core), Piter Abdullah pun menyambut baik rencana perubahan skema pengupahan gaji yang digodok pemerintah. Adanya kebijakan tersebut dinilai akan membantu para pengusaha yang bekerja secara produktif.

"Sistem ini saya kira lebih disukai oleh pengusaha dan pekerja yang produktif karena sistem ini akan lebih menghargai produktivitas pekerja karena dihitung berdasarkan jam kerja. Kalau jam kerjanya kurang upahnya juga berkurang," ujarnya kepada merdeka.

Kendati begitu, lanjut dia yang perlu dipahami secara bersama yakni maksud dari skema upah per jam itu sendiri. Artinya bukan berarti dibayar setiap jam tapi dasar hitungannya yakni berdasarkan jam kerja.

"Pada akhirnya tetap akan jadi perdebatan berapa tingkat upah per jam yang bisa disepakati. Pembayarannya bisa setiap minggu bisa juga tetap per bulan," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Gaji Bulanan Diganti Upah per Jam, Kapan Diterapkan?

Menaker Ida Fauziyah Apresiasi Serah Terima Gedung YTKI
(Foto:@Kemnaker)

Sebelumnya, pemerintah kini tengah menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law yang mengatur soal ketenagakerjaan. Salah satu hal di dalamnya yakni terkait wacana sistem pemberian gaji bulanan yang diganti menjadi upah per jam.

Penyerahan RUU Omnibus Law ke DPR ini mulanya ditargetkan akan dilakukan pada akhir 2019, namun kemudian molor menjadi paling lambat awal tahun depan.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pun meminta semua pihak bersabar, lantaran pemerintah kini tengah mendengar berbagai masukan terkait penetapan rancangan undang-undang tersebut.

"Masih dalam proses inventarisasi, sabar ya," ujar dia di Jakarta, Rabu (25/12/2019).

Dia menyampaikan, Kementerian Ketenagakerjaan telah diminta untuk mendengarkan masukan baik dari pihak pemberi kerja (pengusaha) maupun buruh. Jika secara hasil sudah jelas, baru kepastian terkait RUU Omnibus Law akan disampaikan kepada publik.

"Prinsipnya gini. Untuk omnibus law memang diminta untuk diinventarisir. Kami diminta untuk mendengar dari kedua belah pihak, dari pihak pengusaha dan dari pihak buruh/pekerja. Sabar ya, pada saatnya akan disampaikan," terangnya.

Sebagai bentuk keseriusan pemerintah, ia menyebutkan RUU Omnibus Law juga telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.

Meski demikian, tidak semua bentuk pengupahan akan diatur dalam regulasi ini. Seperti pemberian gaji untuk para pekerja dibawah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

"Kalau UMKM tidak termasuk yang tidak mengikhti ketentuan misal soal upah minimum. Itu kan mereka lebih kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerjanya. UMKM sih tidak termasuk yang diatur lebih detil dalam omnibus law," tutur Ida.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya