Berbagai Dampak Lanjutan Jika Indonesia Masuk Jurang Resesi

Kehidupan sosial keluarga juga akan terganggu jika resesi terjadi.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Jul 2020, 16:30 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2020, 16:30 WIB
Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Pandangan udara permukiman padat penduduk di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia terancam masuk jurang resesi. Hal tersebut karena adanya pandemi Corona Covid-19 yang membuat perekonomian mandek akibat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

Jika Indonesia masuk jurang resesi, maka akan ada sejumlah dampak yang ditimbulkan. Lapangan pekerjaan akan semakin sempit dan angka pengangguran juga akan membengkak.

"Kondisi ini berimplikasi pada angka kemiskinan yang bertambah," kata Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad dalam diskusi Indef bertajuk Mempercepat Geliat Sektor Riil dalam mendukung Pemulihan Ekonomi: Peranan BUMN dalam mendukung pemulihan Ekonomi, Jakarta, Selasa (28/7/2020).

Kehidupan sosial keluarga juga akan terganggu jika resesi terjadi. Mulai dari gaya hidup dan pendidikan karena tidak sedikit orang yang kehilangan pendapatan dan pekerjaan. Rencana investasi juga akan terganggu karena dana yang ada dialokasikan untuk mempertahankan kebutuhan konsumsi.

Nilai real estate juga akan turun. Hal ini disebabkan banyak rumah tangga yang menurunkan niatnya untuk menyewa atau membeli real estate. Namun di sisi lain pinjaman dan utang akan semakin meningkat.

"Pinjaman dan utang akan semakin meningkat karena keluarga akan mencari sumber pinjaman baru," kata dia.

Untuk mengatasi ancaman dari resesi ini pemerintah harus mengatasi secara serius dan tegas dalam menangani pademi Covid-19. Efektivitas program Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) harus dilakukan

"Pemerintah harus serius dan tegas dalam melakukan tracing, testing, isolating dan curing," kata dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Bantuan Tunai

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Kereta api melintasi permukiman padat penduduk di Jakarta, Senin (27/7/2020). Berbagai sektor di Jakarya yang anjlok akibat Covid-19 antara lain listrik dan gas, perdagangan, pendidikan serta industri olahan. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Program bantuan sosial tunai juga harus dilakukan. Nilainya pun harus meningkat jadi Rp 1 juta - Rp 1,5 juta. Sebab bantuan sosial yang diberikan saat ini hanya memenuhi 20-30 persen kebutuhan masyarakat. Selain itu, bantuan yang diberikan pemerintah juga harus tepat sasaran.

Pemerintah juga harus mengalokasikan anggaran untuk UMKM non restrukturisasi dan non KUR. Setidaknya ada 80 persen UMKM yang harus menjadi sasaran.

Begitu juga dengan hambatan regulasi, skema atau sistem dan teknis dalam Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang harus dihapus dan disederhanakan prosesnya. Ekspansi program gratis pulsa bagi pelajar juga perlu ditingkatkan lagi.

 


Klaim BPJS Ketenagakerjaan

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sementara itu, bagi masyarakat, Tauhid menyarankan bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan bisa melakukan klaim BPJS Ketenagakerjaan, mengambil pekerjaan upah yang lebih rendah atau melakukan pinjaman keluarga. Gara hidup juga harus berubah.

"Lifestyle berubah dan kencangkan ikat pinggang," kata Tauhid.

Masyarakat juga harus mencari peluang usaha baru. Misalnya dengan memulai berjualan di lapak online berbasis keluarga (mikro dan kecil. Bisa juga dengan memanfaatkan pinjamanan yang diberikan oleh pemerintah. Terpenting memprioritaskan kebutuhan utama daripada keinginan.

"Prioritas kebutuhan utama bukan keinginan," pungkasnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya