Harga Udang Naik Rp 20 Ribu per Kg di Tengah Pandemi

Potensi udang di Indonesia masih terbuka lebar, meskipun produksi udang di Indonesia dalam setahun belum sampai 1 juta ton.

oleh Tira Santia diperbarui 19 Agu 2020, 12:50 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2020, 12:50 WIB
Tumpukan udang jerbung siap lelang di TPI PPSC Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Tumpukan udang jerbung siap lelang di TPI PPSC Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyebut harga udang di masa covid-19 dengan ukuran 100 ekor per kilo menuju Rp 50 ribu, lebih mahal Rp 20 ribu di hari-hari normal sebelum covid-19.

“Artinya ini banyak orang butuh udang. India sebagai negara pengekspor udang terbesar ke China mengurangi produksi karena mereka melakukan lockdown. Indonesia, kami tidak ada menghentikan sedikitpun itu risiko karena saya sangat yakin pasar dalam negeri belum kita kapitalisasi,” kata Edhy dalam Soft Launching " Pasar Laut Indonesia" dan Sistem Resi Gudang Perikanan, Rabu (19/8/2020).

Ia yakin potensi udang di Indonesia masih terbuka lebar, meskipun produksi udang di Indonesia dalam setahun belum sampai 1 juta ton, dibanding kebutuhan dunia yang sampai 13 juta ton. Namun memang, masih diperlukan budidaya udang dengan baik agar produksi udang meningkat.

“Hanya saja memang masih banyak PR yang kami lakukan, berbudidaya udang itu masih ada dihantui rasa takut tentang penyakit, memang benar tidak mudah budidaya udang tapi juga tidak sulit, karena ada mekanismenya ada teknologinya karena udang dengan ikan lele beda, udang dengan gurame beda,” jelasnya.

Hal lainnya, jika budidaya ikan-ikan lain tidak berganti kulit, namun berbeda dengan udang yang sekali tanam sampai panen mengalami 7 kali ganti kulit yang menyebabkan tambak mudah kotor, sehingga banyak yang khawatir akan kesehatan dari udang tersebut jika dikonsumsi.

Udang minimal 7 kali ganti kulit kebayang tidak kalau 1 tambak udang yang ukuran 1000 meter diisi 200.000 ekor, semuanya ganti kulit bersamaan. Selama 7 kali tambak jadi kotor, disinilah perlu peran teknologi yang kita miliki, dan KKP sudah pastikan kita sudah memiliki teknologi itu,” ujarnya.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Gugus Tugas

ilustrasi udang
ilustrasi udang (sumber: Pixabay)
Udang hasil tangkapan nelayan, di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC). (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Udang hasil tangkapan nelayan, di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC). (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Selain itu, di KKP sendiri telah ada Gugus Tugas yang dibentuk mengamankan dan mengawasi pengelolaan tambak dari budidaya udang. Karena ia melihat potensi tambak di daerah-daerah di Indonesia masih terbuka lebar. Oleh karena itu perlunya pengawasan kehigienisan produk udang.

Tapi dari pelaku usaha, nyatanya 1 hektar tambak yang dikelola secara tradisional hanya mampu menghasilkan 1 ton udang per tahun, namun sekarang dengan penggunaan teknologi 1 hektar bisa menghasilkan 40 ton udang per tahun.

“Bisa bayangkan 40 ton dikali Rp 60.000 itu sama dengan Rp 2,4 miliar, jadi ongkos investasi 1 tahun kita sudah Kembali, bisnis apa yang di Indonesia 1 tahun sudah break even point dan bahkan untung,” katanya.

Jika dibandingkan dengan budidaya komoditas lain, budidaya udang lebih cepat yakni 1 tahun saja, namun mampu menghasilkan hingga miliaran, daripada sawit masa panennya selama 8 tahun, karet 9-12 tahun, dan di sektor kehutanan 15 tahun lamanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya