Industri Properti Kembali Suram dengan Adanya PSBB Jakarta

Konsumen akan terpancing untuk mengetatkan cash flow dan menahan diri membeli properti sebagai antisipasi kemungkinan terburuk.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Sep 2020, 17:50 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2020, 17:50 WIB
20160908-Properti-Jakarta-AY
Sebuah maket perumahan di tampilkan di pameran properti di Jakarta, Kamis (8/9). Sepanjang semester I-2016, pertumbuhan KPR mencapai 8,0%, sehingga diperkirakan pertumbuhan KPR hingga semester I-2017 menjadi 11,7%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Seperti sektor lainnya, industri properti juga mengalami tekanan yang sangat dalam selama pandemi Covid-19. Tekanan tersebut semakin parah dengan memberlakukan kembali PSBB di DKI Jakarta sejak 14 September lalu.

Keputusan menarik rem darurat oleh Gubernur Anies Baswedan ini bertujuan menghentikan penyebaran virus Corona di ibu kota.

Pengamat Properti Ali Tranghanda meyakini PSBB jilid II ini akan kembali menggerus pasar properti Indonesia di akhir kuartal III tahun ini. Sebagaimana yang terjadi saat PSBB jilid I diawal Maret 2020 lalu.

"Anjloknya pasar properti di akhir Mei lalu, karena PSBB awal. Kemudian masuk dua bulan ini properti justru kembali meningkat. terjadi akibat pelonggaran PSBB. Ini sangat tergantung dari pengetagan atau tidaknya PSBB," tegas dia dalam diskusi virtual bertajuk '75 Tahun Indonesia Merdeka, Properti Penggerak Perekonomian Nasional,' Kamis (17/9/2020).

Ali mengatakan, pemberlakuan PSBB di seluruh wilayah Jakarta membuat para pengembang kelas menengah sampai kecil sangat tertekan. Menyusul konsumen akan terpancing untuk mengetatkan cash flow sebagai antisipasi kemungkinan terburuk sampai pengetatan wilayah kali dibuka.

"Dampaknya akan membuat periode ketidakpastian semakin panjang. Artinya PSBB sangat mempengaruhi pasar properti saat ini," paparnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Paksaan

20160908-Properti-Jakarta-AY
Pengunjung melihat maket perumahan di pameran properti di Jakarta, Kamis (8/9). Dengan dilonggarkannya rasio LTV, BI optimistis pertumbuhan KPR bertambah 3,7%year on year (yoy) hingga semester I-2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Oleh karena itu, menurutnya saat ini perlu adanya penyelamatan perusahaan pengembang dari kesulitan cash flow. Lalu, perlu ada 'paksaan' agar bank dapat menurunkan suku bunga KPR dan pinjaman.

"Perlu insentif pajak-pajak pembelian Properti, khususnya untuk investor karena mereka yang relatif siap daya beli. Selain itu, perlu relaksasi pembelian properti untuk konsumen," jelasnya.

Tak hanya itu, pemerintah juga diminta mendatangkan vaksin anti Corona lebih cepat. Sehingga tercipta kepastian iklim investasi di sektor properti.

"Salah satu entry point ialah cepatnya kedatangan vaksin. Dengan vaksin gairah Properti lebih baik. Itu salah satu yang ditunggu-tunggu," imbuh dia.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya