Potensi Ekonomi dari Sektor Maritim Indonesia Capai USD 1,4 Triliun per Tahun

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia Indonesia memiliki potensi ekonomi kelautan yang sangat besar.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Sep 2020, 15:20 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2020, 15:20 WIB
Surga-surga Bawah Laut di Indonesia ini Jarang Dieskpos, Lho
Indonesia tak hanya mempunyai taman laut Bunaken, Raja Ampat, maupun Wakatobi. Masih ada beberapa surga bawah laut indah lainnya.

Liputan6.com, Jakarta Sebagai negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam khususnya perairan, Indonesia masih ada di posisi paling buncit sebagai negara dengan penghasilan menengah atas. Padahal potensi ekonomi dari dari laut bisa menjadi penolong keluar dari posisi bungsu tersebut.

"Sebagian besar pembangunan ekonomi kelautan ini di pesisir dan di luar pulau jawa ini bisa mengurangi disparitas yang menghambat pemasukan negara," kata Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan 2001-2004, Rokhmin Dahuri dalam Orasi Ilmiah di acara Peringatan Hari Maritim Nasional Ke-56 Tahun 2020, Jakarta, Rabu (23/9).

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia Indonesia memiliki potensi ekonomi kelautan yang sangat besar. Rokhmin menyebut potensi tersebut sebesar USD 1,4 triliun per tahun. Dia menyebut angka ini 5 kali dari APBN atau 1,4 PDB saat ini.

"Potensi ini dapat menciptakan lapangan kerja sekitar 45 juta orang atau 35 persen angkatan kerja," kata dia.

Namun, saat ini tingkat pemanfaatan sektor ini baru 7,5 persen sampai 20 persen saja. Padahal sebagian besar pembangunan dan bisnis ekonomi kelautan berlangsung di wilayah pesisir, pulau kecil, laut dan luar jawa.

Jika potensi ini dimanfaatkan dikelola secara profesional maka akan mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah. Kemudian menurunkan biaya logistik dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional.

Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi produksi perikanan lestari yakni perikanan tangkap dan budidaya terbesar di dunia. Nilainya sekitar 115,63 juta ton pertahun. Namun, lagi-lagi baru 20 persen yang dimanfaatkan.

Sebelum berdirinya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia produsen perikanan terbesar ke-6 di dunia. Kemudian pada tahun 2004 Indonesia menjadi negara dengan penghasil ikan ke-3 di dunia. Kini, sejak tahun 2009 Indonesia berada di peringkat ke-2 sebagai produsen perikanan terbesar di dunia.

"Sampai sekarang merupakan produsen perikanan terbesar kedua di dunia, kita hanya kalah dari China," kata Rokhmin.

Dia menambahkan, data dari Purbalitbang Gizi, 2012 menyatakan sekitar 65 persen total asupan protein hewani masyarakat Indonesia berasal dari ikan, seafood dan produk olahannya. Sehingga tidak perlu khawatir lagi terkait pasar produk perikanan.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Asal Usul Pembentukan Kementerian Maritim di Indonesia

natuna
Perahu-perahu nelayan ditambatkan di pantai yang berfungsi sebagai dermaga nelayan. Mereka tak berani melaut karena ombak dan gelombang tinggi. (foto: Liputan6.com/ajang nurdin)

Ekonomi Indonesia bisa melaju kencang jika memanfaatkan sumber daya yang ada dengan baik. Salah satu sumber daya yang bisa dimanfaatkan adalah sumber daya dari sektor maritim. 

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri bercerita, pemerintah membentuk kementerian maritim dengan tujuan untuk mengelola kekayaan laut yang dimiliki Indonesia. Kementerian ini dibangun dengan semangat penopang ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat.

"Kementerian maritim ini dibuat untuk kemajuan SDM yang unggul dan ekonomi agar Indonesia menjadi poros maritim dunia," kata Rokhmin dalam Orasi Ilmiah di acara Peringatan Hari Maritim Nasional Ke-56 Tahun 2020, Jakarta, Rabu (23/9/2020).

Di usia ke-75 tahun ini, Rokhmin bersyukur perekonomian Indonesia sudah membaik. Indonesia juga masuk dalam daftar negara dengan pendapatan menengah atas di dunia.

Secara peringkat Indonesia menjadi negara paling buncit dengan pendapatan menengah atas yakni USD 4.050. Hanya selisih USD 4 dari batas kriteria negara dengan pendapatan menengah atas yaitu USD 4.046.

"Kita ini negara menengah atas yang paling bawah," kata dia.

Namun, secara teknologi Indonesia masih di level ketiga dalam klasifikasi negara berdasarkan indeks pencapaian teknologi di tahun 2015. Artinya, hampir 60 persen produk teknologi yang digunakan di tanah air masih impor dari luar negeri.

Dalam hal ini Indonesia ada di peringkat ke-99 dari 167 negara yang berada di level 3. "Teknologi kita masih di kelas 3 karena selama ini teknologi masih diimpor di saat negara lain sudah menghasilkan teknologinya sendiri," tutur Rokhmin.

  

Dimanfaatkan

Pasar Ikan Modern Muara Baru Mulai Ditempati Pedagang
Pedagang menyortir ikan di Pasar Ikan Modern (PIM) Muara Baru, Jakarta, Kamis (21/2). Pedagang mulai menempati PIM Muara Baru sejak 16 Februari 2019. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Selain itu secara rangking di dunia, pada tahun 2019, Indonesia hanya berada di urutan ke 85 dari 129 negara dalam global innovation index. Di tingkat ASEAN Indonesia berada diurutan ke-7.

Untuk keluar dari zona ini Indonesia harus bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 7 persen. Hingga tahun 2019 pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah mencapai 5 persen. Tetapi pandemi Covid-19 ini membuat perekonomian Indonesia terjun bebas hingga minus 5,23 persen.

Sebenarnya kata Rokhmin, Indonesia bisa keluar dari zona ini hanya dengan memanfaatkan potensi maritim yang dimiliki. Lewat pengelolaan yang baik dan maksimal, sektor maritim ini bisa membuat Indonesia menjadi naik kelas.

"Ini peluang untuk keluar dari status negara pendapatan menengah atas," kata dia.

Sayangnya para ahli bidang maritim tidak dipercayakan Presiden Joko Widodo untuk mengelolanya. Sehingga capaian yang ada saat ini masih jauh dari harapan berdirinya kementerian maritim.

"Kalau diserahkan ke ahlinya ini bisa lebih baik. Sayang sekali para ahlinya tidak dipakai," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya