Liputan6.com, Jakarta - Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar meminta agar para Gubernur tetap menaikkan UMP 2021 dengan kisaran 1,5 hingga 2 persen.
Usulan tersebut berdasarkan data BPS, sejak Januari hingga Agustus 2020 tingkat inflasi mencapai 0,93 persen. Sementara tingkat inflasi dari tahun ke tahun atau year on year (yoy) dari Agustus 2020 ke Agustus 2019 adalah sebesar 1,32 persen.
Baca Juga
“Dengan data ini seharusnya para Gubernur dapat mempertimbangakan untuk tetap menaikkan UMP 2021 walaupun hanya berkisar inflasi yoy yaitu sekitar 1,5 persen sampai 2 persen di atas angka inflasi yoy Agustus, dengan juga mempertimbangkan kondisi September, Oktober sampai Desember 2020,” kata Timboel, Rabu (28/10/2020).
Advertisement
Menurutnya, kenaikan upah minimum tiap tahun biasanya telah menjadi sumber perselisihan antara Pemerintah, Apindo dan SP/SB, yang biasanya berujung di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN), dan tahun ini sepertinya akan terulang lagi.
“Dipastikan SE Menaker tahun ini akan diprotes oleh kalangan SP/SB. Kalangan SP/SB menilai SE ini akan mempengaruhi para Gubernur untuk tidak menaikkan upah minimum tahun 2021,” ujarnya.
Tentunya SP/SB harus mempengaruhi para gubernur untuk tidak mengikuti SE Menaker tersebut dan meyakinkan Gubernur untuk tetap menaikkan upah minimum dalam persentase yang wajar dan bijak, yang bisa mendukung daya beli pekerja dan kelangsungan usaha.
“Saya menilai permintaan Menaker untuk tidak menaikkan upah minimum di 2021 dan adanya usulan SP yang meminta kenaikan upah minimum di 2021 sebesar 8 persen adalah tidak tepat. Harus dicari solusi kenaikan UM 2021 dengan tetap mempertimbangkan kesejahteraan pekerja dan kelangsungan usaha,” ungkapnya.
Dimana kenaikan upah minimum dengan mempertimbangkan inflasi YoY akan memiliki dampak ikutan yang positif. Dengan adanya kenaikan upah minimum maka daya beli pekerja tidak tergerus oleh inflasi sehingga pekerja dan keluarganya bisa mempertahankan tingkat konsumsinya.
Sehingga tingkat konsumsi yang tidak turun tentunya akan mendukung tingkat konsumsi agregat, maka mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Lantaran konsumsi agregat mendukung 55 – 60 persen terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Semoga kenaikan UMP 2021 yang akan ditetapkan tanggal 1 November 2020 ini di kisaran 1,5 persen – 2 persen bisa diterima semua pihak, sehingga kesejahteraan pekerja terjaga dan kelangsungan usaha terjamin,” pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Daftar 5 Provinsi dengan UMP 2021 Terendah, Mana Saja?
Pemerintah menetapkan upah minimum tahun 2021 (UMP 2021) tidak mengalami kenaikan. Keputusan ini diambil dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor 11/HK04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2021 pada Masa Pandemi Covid-19.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah pun meminta kepada para gubernur di seluruh Indonesia untuk melakukan penyesuaian penetapan nilai Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun depan, yang secara besaran sama seperti di 2020. Dengan kata lain, tidak ada kenaikan UMP 2021.
Seluruh kepala daerah wajib mengumumkan UMP 2021 pada Sabtu, 31 Oktober 2020 mendatang.
Adapun pada penetapan UMP 2020, nilai upah minimum mengalami kenaikan 8,51 persen dari besaran di 2019. Keputusan ini diambil dengan mengacu pada besaran inflasi dan pertumbuhan nasional pada tahun tersebut.
Besaran inflasi nasional yang dimaksud adalah 3,39 persen, dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12 persen.
Dari perhitungan tersebut, rata-rata UMP 2020 untuk 34 provinsi yakni Rp 2,7 juta per bulan. DKI Jakarta jadi provinsi dengan nilai UMP 2020 terbesar hingga di atas Rp 4 juta per bulan.
Sementara terdapat 5 provinsi dengan UMP di bawah Rp 2 juta per bulan. Sebanyak 4 di antaranya merupakan provinsi yang berada di Pulau Jawa.
Jika ketetapan tersebut tidak terjadi perubahan, berikut daftar 5 provinsi dengan nilai UMP 2021 terendah:
1. DIY Rp 1.704.607
2. Jawa Tengah Rp 1.742.015
3. Jawa Timur Rp 1.768.777
4. Jawa Barat Rp 1.810.350
5. NTT Rp 1.945.902
Advertisement