Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik pada perdagangan Selasa karena optimisme dari peluncuran vaksin virus corona covid-19 mengimbangi penguncian (lockdown) yang lebih ketat di Eropa dan perkiraan pemulihan permintaan bahan bakar yang lebih lambat.
Amerika Serikat mulai memvaksinasi warganya pada hari Senin ketika jumlah kematian COVID-19 di negara itu melewati angka 300.000. Inggris dan Kanada juga mulai melakukan vaksinasi.
Baca Juga
Dikutip dari CNBC, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup naik 63 sen atau 1,34 persen menjadi USD 47,62. Minyak mentah Brent naik 41 sen atau 0,8 persen menjadi USD 50,70 per barel.
Advertisement
Harga minyak telah pulih dalam beberapa minggu terakhir, di mana Brent mencapai level USD 51,06 pada 10 Desember, tertinggi sejak Maret, didukung oleh harapan pemulihan permintaan BBM. Harga telah turun ke posisi terendah dalam sejarah pada bulan Maret saat pandemi mulai terjadi.
"Brent terus menentang semua berita negatif," kata Carsten Fritsch, Serang Analis di Commerzbank.
"Semakin banyak negara di Eropa dan negara bagian di AS yang memperketat pembatasan Corona selama Natal dan tahun baru, yang kemungkinan akan membebani permintaan minyak," kata dia.
London meningkatkan pembatasan pandemi yang mengharuskan bar dan restoran ditutup, Italia sedang mempertimbangkan langkah-langkah yang lebih ketat selama Natal dan Jerman kemungkinan akan melakukan lockdown hingga awal 2021.
Badan Energi Internasional pada hari Selasa mengatakan bahwa dampak vaksin terhadap permintaan masih beberapa bulan lagi. OPEC pada hari Senin mengatakan permintaan minyak akan naik lebih lambat dari yang diharapkan.
“Ada kesepakatan yang berkembang antara badan-badan peramal bahwa perbaikan permintaan minyak global mungkin tidak dimulai pada awal tahun depan tetapi pada paruh kedua,” kata Tamas Varga dari Pialang Minyak PVM.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sri Mulyani: Baru Pertama Kali Saya Alami Harga Minyak Sampai Negatif
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, pandemi Covid-19 telah membuat berbagai pasar global mengalami guncangan luar biasa sejak bulan Maret lalu. Bukan hanya Indonesia, negara-negara maju seperti Inggris juga terperosok akibat pandemi yang telah mewabah selama hampir satu tahun ini.
"Menteri Keuangan Inggris dalam Parlemen Inggris mereka mengatakan mereka menghadapi kondisi ekonomi terburuk dalam 300 tahun terakhir," kata Sri Mulyani dalam acara Pandemi dan Keberlanjutan Reformasi Pajak, Selasa kemarin (8/12).
Dia melanjutkan, salah satu pasar yang terguncang cukup hebat yaitu pasar minyak mentah. Dia mengaku terkejut, sebab selama dia menjabat sebagai Menteri Keuangan bahkan semenjak dia hidup, baru kali inilah harga minyak yang dijual negatif.
"Bahkan harga minyak kalau masih ingat sempat dua hari mengalami harga negatif, seumur saya menjadi menteri atau profesional ekonom belum pernah kita mengalami negative price. Melonjak sering, volatile iya, tapi negatif baru pertama kali dalam hidup saya," imbuhnya.
Dia menjelaskan, penurunan drastis harga minyak mentah WTI ini dipicu oleh penurunan permintaan pasar akibat pandemi virus corona. Sejak NYMEX membuka perdagangan minyak berjangka pada 1983 silam, kondisi ini membuat minyak di perdagangan dengan harga terendah.
Seperti yang diketahui, pada bulan April lalu harga minyak sempat menyentuh angka negatif. Harga minyak mentah berjangka Amerika Serikat (AS) acuan West Texas Intermediate (WTI) anjlok hingga ke bawah US$0 atau menjadi minus US$37,63 per barel pada Senin (20/4) lalu.
Bukan hanya itu, Sri Mulyani juga harus mengakui bahwa pandemi Covid-19 ini telah membuat modal asing keluar dengan deras dari pasar domestik. Puncaknya terjadi pada bulan April lalu. Dalam sepekan, dia mencatat, arus modal yang keluar sebesar Rp124 triliun di seluruh pasar modal.
"Investor panik dan memindahkan uangnya dari pasar berkembang seperti Indonesia ke negara yang dianggap lebih aman atau ke instrumen safe heaven," ujarnya.
Reporter: Rifa Yusya Adilah
Sumber: Merdeka.com
Advertisement