Pemerintah Diminta Perketat Pengawasan Bantuan Masyarakat Terdampak Covid-19

Pemerintah hingga saat ini terus meluncurkan berbagai stimulus untuk masyarakat terdampak C0vid-19

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 30 Des 2020, 21:28 WIB
Diterbitkan 30 Des 2020, 21:18 WIB
banner infografis gaji pns dki
Ilustrasi Gaji

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah hingga saat ini terus meluncurkan berbagai stimulus untuk masyarakat terdampak Covid-19, mulai untuk bertahan hidup hingga membantu dalam pemulihan ekonomi nasional.

Salah satu program yang dianggap penting adalah Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang ada di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, bantuan JPS merupakan kewajiban bagi pemerintah kepada masyarakat yang terdampak Covid-19, sebab kondisi ekonomi dalam keadaan kesulitan akibat pandemi Covid-19.

Ia menegaskan, tidak sedikit di antara mereka yang belum mendapatkan bantuan dari pemerintah. Selain faktor karena data yang tidak akurat dalam pendistribusian bantuan tersebut, juga karena ketidaksiapan pemerintah dalam penanganan masalah tersebut.

Uchok mengatakan, JPS itu berpotensi diselewengkan karena lemahnya pengawasan dari pemerintah. Ia mencontohkan, Program Tenaga Kerja Mandiri (TKM) dan padat karya yang diluncurkan Menaker Ida Fauziyah yang diklaim merupakan langkah strategis penanganan Covid-19.

Program JPS Kemnaker terdiri dari Program TKM untuk penciptaan wirausaha dan padat karya, yang dapat menjadi pilihan bagi masyarakat agar terhindar atau mengurangi dampak dari pandemi.

"TKM ini program untuk masyarakat yang punya usaha kecil. Sedangkan program padat karya untuk pengangguran atau setengah pengangguran, tapi yang lebih siap yang sudah punya usah kecil," ujarnya kepda wartawan, Rabu (30/12/2020).

Sayangnya, Uchok mengatakan, program TKM sangat rawan diselewengkan lantaran, syarat yang dianggap mudah diselewengkan. Persyaratan ringan seperti cukup membentuk kelompok, ada surat pernyataan dari desa bahwa kelompok itu benar-benar ada di desanya, dan jenis usaha tergantung kelompok dan kearifan lokal.

"Persyaratan ini rawan adanya kebocoran anggaran karena dengan persyarayan ini, terlihat Kemnaker itu tidak punya data. Misalnya di desa, siapa saja yang sudah kerja, berapa angka pengangguran, atau setengah pengangguran di desa," jelasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Masukan Program

Suasana Jam Pulang Kantor Pekerja di Jakarta
Sejumlah orang berjalan di trotoar pada saat jam pulang kantor di Kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (8/6/2020). Aktivitas perkantoran dimulai kembali pada pekan kedua penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Belum cukup sampai disitu, Uchok juga menjabarkan kekurangan program TKM dan padat karya. Menurutnya, minimnya data tentang kondisi di desa merupakan bukti Kemnaker tidak memiliki sumberdaya manusia yang siap menjalankan program TKM

"Program Padat Karya dan TKM ini banyak potensi gagalnya. Data pengangguran yang akurat itu belum dimiliki Kemnaker. Untuk sementara, yang mendapatkan bantuan program ini mungkin bisa keluar dari masalah ekonomi. Tapi, bagaimana mereka yang harusnya mendapatkan bantuan, tapi belum tersentuh dengan bantuan, Kemnaker mau kasih bantuan program apa," tegasnya.

Sampai periode per 2 Oktober 2020, Kemnaker telah menyalurkan bantuan kepada Program TKM kepada 1.985 kelompok wirausaha, dengan melibatkan 39.700 orang dan 1.091 kelompok Padat Karya dengan melibatkan 21.820 orang. Penerima bantuan tersebut, nantinya mendapatkan pembekalan pelatihan berkelanjutan, dan didampingi langsung dari Kemnaker.

Namun, Uchok tidak lantas percaya dengan data tersebut. Karena, data tersebut harus dicroscek benar atau tidak penerima TKM dan Padat Karya di lapangan.

"Kemnaker harus transparan dan membuka ke publik siapa saja dan kelompok mana saja yang mendapat bantuan program tersebut, dan berapa anggaran yang sudah dikeluarkan," tegasnya.

Untuk menghindari penyelewengan dana bantuan Covid-19 itu, Uchok berharap aparat penegak hukum KPK bisa ikut memantau program JPS di Kemnaker tersebut.

"Karena itu, meminta kepada KPK untuk mengawasi program ini. Kalau datanya tidak akurat, maka sangat berpotensi terjadi kebocoran anggaran," jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya