Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian mencatat penerimaan negara dari industri Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) meningkat sepanjang 2020. Peningkatan ini terjadu seiring dengan banyaknya pengguna rokok elektrik di Indonesia.
Kepala Subdirektorat Program Pengembangan Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin, Mogadishu Djati Ertanto melaporkan penerimaan cukai dari HPTL mencapai Rp680,3 miliar pada tahun lalu. Angka itu naik tajam 59,3 persen dari penerimaan cukai di 2019 yang sebesar Rp427,1 miliar.
Baca Juga
"Ini luamayan untuk penerimaan negara, meski memang belum bisa menggantikan (penerimaan cukai) rokok konvensional," ujarnya dalam diskusi virtual Bedah Riset : Presepsi Konsumen di Indonesia Terhadap Penggunaan Rokok Elektrik, Kamis (21/1).
Advertisement
HPTL merupakan hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau, secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen. HTPL meliputi tembakau yang dipanaskan (heated tobacco product, rokok elektrik (vape), tembakau molasses, tembakau hirup (snuff tobacco), hingga tembakau kunyah (chewing tobacco).
Pengenaan cukai pada HPTL sebesar 57 persen pun sudah berlaku sejak 1 Juni 2018 sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Dia menambahkan, salah satu industri HTPL yang berkembang dengan pesat di Indonesia adalah vape. Sebagaian besar produk ini dikembangkan oleh industri kecil dan menengah (IKM).
Berdasarkan data Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), pada 2017 jumlah vape store tercatat mencapai 4.000 outlet dengan jumlah pengguna pengguna sebanyak 900.000, mencakup pengguna aktifnya mencapai 650.000.
Angka pengguna pun semakin meningkat di 2018 menjadi sebanyak 1,2 juta orang. Bahkan, diperkirakan pengguna sudah mencapai 2,2 juta orang pada 2020.
"Sudah naik dua kali lipat, jadi perkembangannya cukup masif memang," kata Mogadishu.
Perkembangan industri ini juga nampak dari data jumlah tenaga kerja yang hingga kini menyerap 50.000 orang. Data pengusaha yang terlibat meliputi pengecer 5.000 orang, distributor/importir 150 orang, produsen liquid 300 orang, hingga produsen alat dan aksesoris 100 orang.
"Meski memang perkembangnnya belum bisa gantikan kontribusi dari rokok konvensional," jelas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jumlah Pengguna 2,2 Juta Orang, Potensi Ekonomi Rokok Elektrik Kian Menjanjikan?
Kepala Pusat Studi Konstitusi Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menyebut produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HTPL) seperti rokok elektrik menyimpan potensi ekonomi yang menjanjikan.
Hal ini tercermin dari data pada 2020 pengguna vape atau rokok elektrik di Tanah Air mencapai 2,2 juta, dan jumlah penjual vape mencapai 5.000 outlet.
"Potensi kita lihat HTPL itu ada jenis vape rokok elektrik, tembakau dipanaskan, menyimpan potensi ekonomi yang menjanjikan," kata dia dalam diskusi virtual Bedah Riset : Presepsi Konsumen di Indonesia Terhadap Penggunaan Rokok Elektrik, Kamis (21/1).
Dia mengatakan, kontribusi cukai dari produk HTPL ini juga mengalami peningkatan. Di mana pada tahun pertama pengenaan cukai kategori HTPL (Oktober-Desember) 2018, industri ini menyumbang Rp154 miliar. Sementara pada posisi Agustus 2020 angkanyan meningkat telah mencapai Rp515,9 miliar.
"Kontribusi cukai naik pesat pada Agustus 2020 Rp515,9 miliar ada kenaiakn cukup signifikan dari penerimaan cukai," jelas dia.
Pengamat Kebijakan Publik itu menambahkan, kepercayaan konsumen terhadap produk HTPL ini penting untuk dimaksimalkan. Sehingga kontribusi terhadap penerimaan semakin besar.
"Masyarakat kita sudah cukup familiar dengan rokok HPTL ini. Namun penggunannya masih relatif kecil berdasarkan data yang ada baru 1 persen dari pemasukan negara," jelas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement