Liputan6.com, Jakarta - Kepala Pusat Studi Konstitusi Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menyebut produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HTPL) seperti rokok elektrik menyimpan potensi ekonomi yang menjanjikan.
Hal ini tercermin dari data pada 2020 pengguna vape atau rokok elektrik di Tanah Air mencapai 2,2 juta, dan jumlah penjual vape mencapai 5.000 outlet.
Baca Juga
"Potensi kita lihat HTPL itu ada jenis vape rokok elektrik, tembakau dipanaskan, menyimpan potensi ekonomi yang menjanjikan," kata dia dalam diskusi virtual Bedah Riset : Presepsi Konsumen di Indonesia Terhadap Penggunaan Rokok Elektrik, Kamis (21/1).
Advertisement
Dia mengatakan, kontribusi cukai dari produk HTPL ini juga mengalami peningkatan. Di mana pada tahun pertama pengenaan cukai kategori HTPL (Oktober-Desember) 2018, industri ini menyumbang Rp154 miliar. Sementara pada posisi Agustus 2020 angkanyan meningkat telah mencapai Rp515,9 miliar.
"Kontribusi cukai naik pesat pada Agustus 2020 Rp515,9 miliar ada kenaiakn cukup signifikan dari penerimaan cukai," jelas dia.
Pengamat Kebijakan Publik itu menambahkan, kepercayaan konsumen terhadap produk HTPL ini penting untuk dimaksimalkan. Sehingga kontribusi terhadap penerimaan semakin besar.
"Masyarakat kita sudah cukup familiar dengan rokok HPTL ini. Namun penggunannya masih relatif kecil berdasarkan data yang ada baru 1 persen dari pemasukan negara," jelas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Diminta Terbitkan Regulasi Khusus Rokok Elektrik
Kepala Pusat Studi Konstitusi Universitas Trisakisi, Trubus Rahardiansyah mendesak pemerintah segera membuat regulasi terkait dengan produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HTPL). HTPL sendiri meliputi vape atau rokok elektrik, tembakau yang dipanaskan (HTP), hingga tembakau kunyah.
"Regulasi ini belum ada. Kalau yang ada jenis rokok konvensional, kalau HTPL, vape belum ada," kata dia dalam diskusi virtual Bedah Riset: Presepsi Konsumen di Indonesia Terhadap Penggunaan Rokok Elektrik, Kamis (21/1).
Dia menyebut ada beberapa negara yang memang sudah membuat regulasi mengenai produk HTPL. Salah satunya adalah Inggris. Negara tersebut, mengatur semua mekanisme terkait penggunaan serta sanksi dalam penggunaan rokok elektrik.
"Yang jelas apakah Indonesia perlu mengatur juga ini ada kemungkinan," jelas dia.
Pengamat Kebijakan Publik itu menambahkan, Indonesia memang seharusnya membutuhkan pengaturan sendiri mengenai penggunaan rokok elektrik. Ini juga bisa meminimalisir produk ilegal yang marak terjadi di Indonesia.
"Kita membutuhkan pengaturan sendiri mengenai rokok vape sendiri mengenai mekanisme dan sanksi-sanksi bagi pelanggarnya juga," sebut dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement