3 BUMN Sepakat Kolaborasi Co-Firing Biomassa untuk PLTU Batubara

PLN MoU dengan PTPN III Holding dan Perum Perhutani terkait implementasi co-firing PLTU batubara dengan bahan bakar biomassa.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 22 Jan 2021, 17:16 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2021, 17:16 WIB
PLTU
PLTU Suralaya, Cilegon, Banten. PT PLN menargetkan proyek PLTU Suralaya Unit 8 akan siap beroperasi pada April 2011. (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan PTPN III Holding (Persero) dan Perum Perhutani terkait implementasi co-firing PLTU batubara dengan bahan bakar biomassa.

Penandatanganan MoU tersebut digelar virtual pada Jumat, 22 Januari 2021. Turut hadir pada kesempatan itu Direktur Jenderal (Dirjen) Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana, Direktur Utama (Dirut) PT PLN (Persero) Zulkfili Zaini, Dirut PTPN III Holding (Persero) Mohammad Abdul Ghani, dan Dirut Perum Perhutani Wahyu Kuncoro.

Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengapresiasi terobosan antara ketiga BUMN tersebut yang dinilainya sangat strategis dalam penyediaan energi bersih berbasis biomassa.

"Menurut saya tidak ada lagi yang lebih besar dari yang ini di Republik ini untuk mendorong pemanfaatan khususnya pemanfaatan listrik yang berbasis biomassa," ujar Dadan, Jumat (22/1/2021).

Secara khusus, Dadan menyampaikan pujian kepada PLN yang komitmen mendukung target energi baru terbarukan (EBT) pemerintah sebesar 23 persen pada 2025 dan upaya penurunan gas rumah kaca.

"Saya baru 2 bulan sebagai Dirjen (EBTKE). Tapi saya sudah 5 kali ikuti acara co-firing ini. Jadi inisiatif dari PLN bagaimana PLN berupaya mendorong kepada EBT," ucap Dadan.

Pada kesempatan yang sama, Dirut PLN Zulkifli Zaini menyatakan, MoU bersama PTPN III dan Perhutani ini merupakan terobosan sekaligus menguatkan program perusahaannya untuk menggunakan biomassa sebagai energi primer co-firing pembangkit listrik.

"Kenapa saya katakan terobosan, karena dengan menggunakan biomassa dalam co-firing daripada PLTU PLN ini, kita tidak perlu membangun PLTU. Karena PLTU-PLTU yang akan menggunakan biomassa co-firing ini merupakan PLTU yang sudah dibangun," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Menengok Harga Keekonomian Biomassa Bahan Baku Cofiring PLTU

PLTU Suralaya yang dioperasikan oleh Indonesia Power. (indonesiapower.co.id)
PLTU Suralaya yang dioperasikan oleh Indonesia Power. (indonesiapower.co.id)

Perhitungan harga biomassa untuk bahan baku cofiring PLTU ditentukan dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Dalam rangka mewujudkan ekosistem listrik kerakyatan berkeadilan, tentunya memiliki tantangan dalam menyeimbangkan ekologis lingkungan dan sinkronisasi antara pasokan dengan permintaan.

Maka perlu banyak ketersediaan agar kebutuhan cofiring dapat terpenuhi dan pasokan dapat terjaga.

Tim Ahli Pusat Energi UGM Saiqa Ilham Akbar mengatakan, skema ekosistem listrik kerakyatan nantinya akan menumbuhkan ekonomi regional dan dapat meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat desa.

"Peluang usaha baru di desa muncul karena masyarakat desa ambil bagian untuk ikut memasok kebutuhan biomassa untuk cofiring kemudian juga meningkatkan serapan tenaga kerja di industri, ujar Saiqa, Jumat (6/11/2020).

PT PLN (Persero) pun membutuhkan jaminan keamanan pasokan feedstock untuk mencapai target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen di tahun 2025. 

Harga Biomassa

RNI kembangkan biomassa napier grass atau biasa disebut rumput gajah sebagai bahan baku biofuel. (Foto: RNI)
RNI kembangkan biomassa napier grass atau biasa disebut rumput gajah sebagai bahan baku biofuel. (Foto: RNI)

Harga merupakan salah satu komponen utama yang sangat penting dalam pengembangan energi baru terbarukan. Untuk menjamin ketersedian pasokan maka harga biomassa bahan baku cofiring harus menghasilkan keuntungan, mencerminkan harga keekonomian, dan harus berkeadilan. 

Dalam perhitungan harga biomassa terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan.

- Perhitungan dari sisi supply

Dilakukan dengan menghitung biaya keekonomian produksi biomassa ditambah dengan biaya transportasi dengan mempertimbangkan faktor eskalasi biaya ke dalam harga yang ditetapkan.

- Perhitungan dari sisi demand

Dilakukan dengan menentukan batas maksimal harga biomassa yang digunakan untuk memproduksi energi listrik pada harga yang telah ditetapkan. Merujuk pada Perdiri No.1 Tahun 2020 Harga Pembelian Tertinggi (HPT) pembelian biomassa untuk cofiring PLTU.

Kajian sementara telah dilakukan oleh Tim Ahli Pusat Energi UGM dengan menggunakan hasil perhitungan analisis dari beberapa data, berikut harga keekonomian biomassa sementara Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. 

Harga Keekonomian Biomassa
Harga Keekonomian Biomassa berdasarkan kajian Tim Ahli Pusat Studi Energi UGM
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya