Pertama dalam Sejarah, Investor Asing Lebih Pilih China Dibandingkan Amerika Serikat

China sekarang adalah penerima investasi perusahaan asing terbesar di dunia, mengalahkan Amerika Serikat.

oleh Andina Librianty diperbarui 25 Jan 2021, 11:00 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2021, 11:00 WIB
Ilustrasi Bendera China (AFP/STR)
Ilustrasi Bendera China (AFP/STR)

Liputan6.com, Jakarta Perusahaan atau investor asing berpaling dari Amerika Serikat. Kini, mereka memilih mengambil keuntungan dari ekonomi China yang berkembang pesat saat pandemi Covid-19.

Kondisi perekonomian China ini mendatangkan lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi asing langsung daripada negara lain. Bahkan China berhasil menggeser Amerika Serikat (AS) dari posisi teratas.

Dilansir CNBC, Senin (25/1/2021), China mendapatkan inflow atau dana masuk sebesar USD 163 miliar pada 202, atau tumbuh sebesar 4 persen.

Sedangkan investasi langsung di AS oleh perusahaan asing anjlok 49 persen menjadi USD 134 miliar. 

Padahal sebelumnya pada 2019, AS menerima dana masuk sebesar USD 251 miliar, dan China USD 140 miliar.

Data ini dirilis oleh Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD).

Tahun 2020 menandai tahun pertama dalam sejarah di mana investasi asing langsung di China melampaui AS, menurut PBB. China sekarang adalah penerima investasi perusahaan asing terbesar di dunia.

 

Saksikan Video Ini

Negara Lainnya

Bendera Amerika Serikat (unsplash.com/ben mater)
Bendera Amerika Serikat (unsplash.com/ben mater)

Secara keseluruhan, dalam laporan ini juga diungkapkan bahwa FDI mengalami penurunan dalam skala global. Hal ini disebabkan pandemi Covid-19. FDI anjlok 42 persen pada 2020 menjadi USD 859, dan penurunan 30 persen dari krisis finansial 2009.

Uni Eropa mengalami penurunan FDI sebesar dua pertiga, dengan tidak ada dana masuk baru ke Inggris. Negara ini sangat terpukul dengan Covid-19.

China berhasil mengendalikan sebagian besar dampak pandemi Covid-19, meskipun merupakan negara pertama yang terkena penyakit tersebut. Tindakan lock down yang ketat, pengujian massal awal, dan peralatan perlindungan diri yang melimpah disebut sebagai faktor pendukung.

Berdasarkan dara John Hopkins University, China sejak pandemi memiliki kurang dari 100 ribu kasus terkonfirmasi, dan 4.800 orang meninggal akibat penyakit tersebut.

Sementara AS dengan populasi jauh lebih kecil mencatatkan hampir 25 juta kasus dengan lebih dari 400 ribu orang meninggal.

Laporan PBB dirilis satu hari sebelum Presiden China, Xi Jinping, menyampaikan pidato dalam pertemuan virtual Forum Ekonomi Dunia. Presiden AS, Joe Biden, diprediksi tidak akan menghadiri acara tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya