Lonjakan Harga Cabai dan Tempe Sumbang Inflasi 0,26 Persen di Januari 2021

BPS melaporkan inflasi Januari 2021 capai 0,26 persen.

oleh Andina Librianty diperbarui 01 Feb 2021, 13:05 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2021, 13:05 WIB
Aktivitas Pasar Tebet Timur, Jakarta
Pedagang menimbang cabai di Pasar Tebet Timur, Jakarta, Senin (4/1/2021). Selama tahun 2020 atau Januari hingga Desember terjadi inflasi sebesar 1,68 persen atau terjadi kenaikan indeks dari 103,93 pada Desember 2019 menjadi 105,68 pada Desember 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa dari total 11 kelompok pengeluaran dalam andil inflasi Januari 2021, hanya transportasi yang mengalami deflasi. Inflasi pada Januari 2021 sebesar 0,26 persen.

Menurut catatan BPS, inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran.

"Dari 11 kelompok pengeluaran, seluruhnya mengalami inflasi kecuali untuk transportasi yang mengalami deflasi sebesar 0,30 persen," kata Kepala BPS, Suhariyanto, pada Senin (1/2/2021).

Salah satu kelompok yang memberikan sumbangan cukup besar pada inflasi Januari 2021 adalah makanan, minuman, dan tembakau. Kelompok tersebut mengalami inflasi sebesar 0,81 persen dengan andil kepada inflasi 0,21 persen.

Ada beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga dan memberikan sumbangan inflasi yaitu cabe rawit dengan andil sebesar 0,08 persen, ikan segar sebesar 0,04 persen, dan kenaikan harga tempe sebesar 0,03 persen, dan kenaikan harga tahu mentah memberikan andil kepada inflasi 0,02 persen.

Sebaliknya ada beberapa komoditas memberikan sumbangan kepada deflasi karena ada penurunan harga. Pertama adalah penurunan harga telur ayam ras dengan andil kepada deflasi 0,04 persen, dan bawang merah sebesar 0,02 persen.

Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks atau deflasi, yaitu transportasi sebesar 0,30 persen. Hal ini disebabkan penurunan tarif angkutan udara karena musim liburan telah usai.

Pada kelompok ini juga terjadi kenaikan harga yang mendorong inflasi. Tarif jalan tol memberikan andil ke inflasi Januari 2021 sebesar 0,02 persen.

"Kita tahu Januari kemarin ada kenaikan tarif jalan tol di beberapa ruas yang dikelola Jasa Marga," tutur Suhariyanto.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Inflasi Januari 2021 Capai 0,26 Persen, Dipicu Gempa Mamuju

20161003-Pasar Tebet-Jakarta- Angga Yuniar
Pedagang merapikan barang dagangannya di Tebet, Jakarta, Senin (3/10). Secara umum, bahan makanan deflasi tapi ada kenaikan cabai merah sehingga peranannya mengalami inflasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, pada Januari 2021 terjadi inflasi sebesar 0,26 persen. Dengan nilai inflasi sebesar 0,26 persen pada Januari 2021 ini, maka tingkat inflasi tahun ke tahun dari Januari 2021 ke Januari 2020 adalah sebesar 1,55 persen.

"Pada Januari 2021 terjadi inflasi sebesar 0,26 persen. Dengan nilai inflasi sebesar 0,26 persen pada Januari 2021 ini maka tingkat infasi tahun ke tahun dari Januari ke Januari 2020 adalah sebesar 1,55 persen," ujarnya, Jakarta, Senin (1/2/2021).

Dari 90 kota yang dipantau BPS, 75 kota mengalami inflasi sementara 15 kota lainnya mengalami deflasi. Adapun inflasi tertinggi terjadi di Mamuju, Sulawesi Barat.

"Kita mengetahui bahwa saudara saudara kita yang berada di Sulawesi Barat sedang mengalami bencana gempa. Yang membuat inflasi Mamuju 1,43 persen karena adanya kenaikan harga berbagai jenis ikan dan cabai rawit," kata Suhariyanto.

Sebaliknya, BPS juga mencatat terjadi deflasi tertinggi di Bau Bau karena adanya penurunan harga tiket dan penurunan harga ikan. Selain itu, pergerakan inflasi juga dipengaruhi oleh pandemi Virus Corona yang belum juga berakhir.

"Jadi kalau kita lihat pergerakan inflasi, dampak Covid belum reda masih membayangi perekonomian diberbagai negara termasuk di Indonesia. Kita tahu bahwa selama pandemi mobilitas berkurang, roda ekonomi melambat berpengaruh ke pendapatan dan lemahnya permintaan," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Rupiah Bergerak Melemah Jelang Pengumuman Inflasi

Donald Trump Kalah Pilpres AS, Rupiah Menguat
Petugas menghitung uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Senin (9/11/2020). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bergerak menguat pada perdagangan di awal pekan ini Salah satu sentimen pendorong penguatan rupiah kali ini adalah kemenangan Joe Biden atas Donald Trump. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (dolar AS) bergerak melemah pada perdagangan awal pekan ini. Rupiah terkoreksi jelang pengumuman data inflasi Januari 2021.

Mengutip Bloomberg, Senin (1/2/2021), rupiah dibuka di angka 14.032 per dolar AS, melemah tipis jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.030 per dolar AS. Menjelang siang, nilai tukar rupiah masih berada di level 14.032 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.025 per dolar AS hingga 14.040 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 0,12 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.042 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.084 per dolar AS.

Pada pukul 10.12 WIB, rupiah melemah 8 poin atau 0,05 persen ke posisi Rp14.038 per dolar AS dari posisi penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.030 per dolar AS.

Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Senin, mengatakan, pagi ini terlihat indeks saham Asia kembali menguat setelah mengalami kejatuhan dalam di pekan lalu.

Menurut Ariston, hal tersebut kemungkinan karena awal bulan para manajer aset mulai kembali mengkoleksi saham-saham.

"Minat terhadap aset berisiko ini mungkin bisa membantu penguatan nilai tukar emerging market terhadap dolar AS hari ini," ujar Ariston.

Tapi di sisi lain, lanjut Ariston, kasus positif COVID-19 yang terus meninggi, terutama di Indonesia, yang dikhawatirkan akan terjadi pembatasan aktivitas ekonomi yang lebih ketat, bisa mendorong pelemahan rupiah. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya