Sebanyak 12 Juta Wajib Pajak Telah Lapor SPT 2020

Wajib pajak yang belum menyampaikan SPT Tahunan tetap bisa melaporkannya.

oleh Andina Librianty diperbarui 04 Mei 2021, 10:20 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2021, 10:20 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat sebanyak 12.481.644 wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan hingga 30 April 2021. Pelaporan ini terdiri dari 872.995 SPT Badan dan 11.608.649 SPT Orang Pribadi.

Sebanyak 11.892.462 SPT atau 95,3 persen dari total SPT dilaporkan secara elektronik melalui e-Filing, e-Form, dan eSPT.

Jumlah pelaporan SPT tahun ini meningkat 13,3 persen atau 1.461.642 SPT, jika dibandingkan dengan jumlah pelaporan SPT tahun sebelumnya pada tanggal yang sama sebanyak 11.020.002 SPT. Pelaporan SPT secara elektronik juga tumbuh sebesar 11,7 persen atau 1.244.789 SPT lebih banyak dari tahun sebelumnya yang terkumpul 10.647.673 SPT.

"Tanggal 30 April 2021 kemarin merupakan batas akhir penyampaian SPT Tahunan Badan tahun pajak 2020. Terima kasih kepada para Wajib Pajak Badan yang telah melaporkan SPT Tahunannya tepat waktu. Kepatuhan penyampaian SPT merupakan poin penting untuk peningkatan penerimaan pajak," ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Neilmaldrin Noor, dalam keterangannya pada Selasa (4/5/2021).

Lebih lanjut, Neilmaldrin menyatakan bahwa wajib pajak yang belum menyampaikan SPT Tahunan tetap bisa melaporkannya. Meskipun demikian, atas keterlambatan tersebut akan dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan.

DJP mengimbau masyarakat agar melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terlebih, pajak memiliki peranan penting dalam membiayai program vaksin Covid-19, serta pemberian insentif kepada masyarakat terdampak pandemi Covid-19.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Dongkrak Daya Beli, Pemerintah Disarankan Beri Diskon PPN untuk Produk Dalam Negeri

Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Sebelumnya, pemerintah terus mendorong masyarakat untuk berbelanja. Langkah ini guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang tertekan akibat pandemi Covid-19. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menyarankan, salah satu cara agar masyarakat mau berbelanja adalah dengan memberikan potongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen.

Bhima menjelaskan, namun jangan semua produk bisa mendapatkan diskon PPN. hanya produk-produk dalam negeri saja yang bisa mendapatkan diskon PPN tersebut. Dengan langkah ini maka selain bisa mendorong pertumbuhan ekonomi juga bisa mendorong berkembangan industri di tanah air. 

"Sekarang demand langsung dirasakan bagi konsumen itu salah satunya PPN. Makanya ini PPN 10 persen itu ditanggung lah," ujarnya dalam webinar Pemulihan Ekonomi untuk Sektor UMKM Nasional, secara virtual, Rabu (28/4/2021)

Dia mengatakan, jika pemerintah tidak bisa menanggung full 10 persen, paling tidak ada penurunan tarif PPN. Dari 10 persen menjadi 5 persen.

"Besarannya berapa kita bisa diskusi karena berkaitan dengan rasio pajak, berkaitan dengan defisit pemerintah nanti seperti apa," ujarnya.

Bima berharap dengan adanya pengurangan PPN masyarakat yang berbelanja di ritel akan meningkat. Karena secara otomatis harga yang akan diterima oleh masyarakat jauh lebih murah dari sebelumnya.

"Orang belanja makanan minuman itu langsung liat di struk PPN-nya kuranag nih, akhirnya harga diterima konsumen lebih murah. Jadi itu satu hal insentif perpajakan yang mungkin jangka pendek penting adalah PPN ditanggung pemerintah," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya