Tantangan Berat Sri Mulyani Pemulihan Ekonomi dari Pandemi Covid-19

Pemerintah menyadari masih terdapat beberapa tantangan dalam melakukan pemulihan ekonomi Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Mei 2021, 14:10 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2021, 14:10 WIB
Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). APBN 2019, penerimaan negara tumbuh 6,2 persen dan belanja negara tumbuh 10,3 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menyadari masih terdapat beberapa tantangan dalam melakukan pemulihan ekonomi Indonesia, baik di tahun ini maupun di 2022 akan datang. Berbagai tantangan itu datang baik dari internal maupun eksternal.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyebut, tantangan dalam negeri ke depan adalah bagaimana pemerintah mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan sekaligus memulihkan kembali kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sejauh ini APBN sudah bekerja keras dalam dua tahun berturut-turut menghadapi pandemi Covid-19.

"Masih ada faktor-faktor eksternal dan domestik yang sangat mempengaruhi kondisi ekonomi kita di tahun ini dan tahun depan dan ini pasti akan mempengaruhi desain APBN kita ke depan," ujarnya dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2021, Selasa (4/5).

Dia menambahkan, faktor eksternal kemungkinan yang bisa mempengaruhi kinerja APBN kita adalah adanya perubahan kebijakan fiskal moneter di negara maju.

Ini dikhawatirkan menimbulkan spillover apakah itu dalam bentuk inflasi, suku bunga global dan kemudian berujung kepada volatilitas nilai tukar dan capital flow yang mengalami volatilitas juga.

"Disparitas pemulihan ekonomi dunia juga akan menyebabkan perubahan atau dinamika antar negara termasuk dari sisi stimulus maupun kemampuan untuk memperoleh vaksin," ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pemulihan Ekonomi Dunia

Target Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2018
Pemandangan deretan gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, Jumat (29/9). Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani meyakinkan target pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,4 persen tetap realistis. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dii sisi lain pemulihan dari beberapa negara besar dalam perekonomian seperti China, Amerika Serikat dan sekarang mulai dengan Eropa akan membuat harga komoditas akan mengalami peningkatan yang sangat kuat.

Hal ini seperti yang terjadi 2009 dimana akan memunculkan boom komidtas yang mungkin harus diantisipasi posiitf maupun negarifnya.

"Kita lifat ekonomi domestik kita, pemulihan ekonomi kita masih belum merata antar sektor-sektor yang mungkin lebih mudah pulih dan yang lebih sulit pulih juga antar daerah," jelasnya,

Bendahara Negara itu melanjutkan sektor industri keuangan harus terus dijaga. Karena mereka masih di dalam posisi untuk mendukung pemulihan, namun mereka juga melihat adanya kinerja dari sektor usaha yang perlu untuk diwaspadai. Dan yang terakhir, tentu mencermati perubahan teknologi, terutama teknologi digital dan perubahan iklim.

"Dua faktor ini akan terus mempengaruhi dan men-shape kondisi perekonomian Indonesia yang terbuka dan size nya cukup besar, geografis besar, populasinya besar. Ini lah yang harus menjadi perhatian bagi kita semua policy maler di pusat dan di daerah," jelasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya