Liputan6.com, Jakarta PT PLN (Persero) terus menggenjot program cofiring pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) eksisting. Saat ini, PLN telah mengoperasikan teknologi cofiring pada 8 PLTU eksisting dan 29 PLTU lain tengah dalam tahap uji coba.
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini yang mengatakan pihaknya menargetkan 52 PLTU lagi hingga 2025Â dalam program cofiring.
Baca Juga
Teknologi cofiring yaitu mengganti 10 persen konsumsi batu bara dengan biomassa. "Untuk ini PLN membutuhkan 9 juta ton biomassa per tahun," ujar dia dalam acara "Media Briefing Program Co-firing dan Konversi PLTD ke EBT" di Jakarta, Jumat (7/5/2021).
Advertisement
Dia mengatakan jika dalam rangka pemenuhan 23 persen EBT di 2025, salah satunya dengan mengoptimalkan pemanfaatan pembangkit eksisting melalui implementasi program cofiring. Selain itu, penambahan pembangkit EBT diakselerasi pada daerah-daerah defisit.
Program cofiring dikatakan minim penambahan investasi dan dapat dilakukan lebih cepat. Ini disebut merupakan bagian dari ekosistem listrik kerakyatan karena menggerakkan masyarakat untuk menyiapkan feedstock biomassa dan pellet sampah.
"Meski ini memerlukan dukungan pemerintah untuk sustainabilitas pasokan biomassa baik aspek ketersediaan maupun keekonomian," lanjutnya.
Program cofiring akan diimplementasikan kembali pada 52 lokasi PLTU milik PLN dengan kontribusi kapasitas 10,6 Gigawatt (GW) di 2025.
Dengan kebutuhan biomassa diperkirakan mencapai 9 juta ton per tahun yang akan diperoleh dari hutan produksi, seperti cangkang sawit, tanaman kalendra dan lainnya. Adapula pasokan berasal dari sampah dikeringkan lalu dibentuk menjadi pelet.Â
Â
Manfaat Program Confiring
Program confiring disebutkan mempunyai beberapa manfaat. Mulai dari bagian dari upaya PLN mencapai target bauran energi baru terbarukan (EBT) 23 persen di 2025. Kemudian tidak membutuhkan investasi besar terkait penggunaan biomassa.
"Jadi kalau bicara keekonomian, capex yang kita butuhkan tidak terlalu besar, kira-kira untuk kapasitas pengolahan sampah 100 ton per hari sebesar Rp 24 miliar, jadi jauh lebih efisien dari membangun pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa)," tutur dia.
Hal penting lain, seiring pemenuhan kebutuhan biomassa bagi program ini dipastikan membuka lapangan kerja bagi masyarakat.
"Kebutuhan 9 juta ton itu 8 juta ton dari biomassa dan 1 juta ton dari sampah, jadi kita akan kerja sama dengan pihak lain. PLN sudah bekerja sama dengan Perhutani dan PTPN III. Kita juga telah memetakan lahan kering di sekitar PLTU PLN dengan menggandeng IPB dan UGM," ujarnya.
Advertisement