Terkuak Berbagai Hambatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus

Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid membeberkan sejumlah kendala yang membayangi implementasi proyek Kawasan Ekonomi Khusus.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 13 Jul 2021, 17:11 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2021, 17:11 WIB
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Galang Batang
Pembangunan Refinery Alumina berkapasitas 1 juta ton per tahun di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Galang Batang telah rampung.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mencanangkan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Hal ini diharapkan menjadi pendorong bergeraknya roda ekonomi daerah. Dimana pada akhirnya akan menjadi sumber pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.

Namun begitu, Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid membeberkan sejumlah kendala yang membayangi implementasi proyek Kawasan Ekonomi Khusus tersebut.

Dari sisi eksternal, yang pertama yakni terkait pemisahan ekonomi (decoupling) Amerika Serikat (AS) dan China.

Di saat bersamaan, Arsjad mengatakan Indonesia dinilai belum bisa menangani persoalan covid-19 dengan baik. Hal ini nampaknya juga mempengaruhi minat investor untuk menjejakan kakinya di tanah air.

“Kita harus bekerja sama melawan pandemi dan harus menang. Karena roda ekonomi tidak bisa gerak dengan laju kuat bila masih ada ketakutan dengan adanya pandemi,” kata dia dalam Investor Daily Summit 2021, Selasa (13/7/2021).

Namun demikian, ia menilai pelaku usaha maupun pihak terkait lainya harus mampu menyadari bahwa situasi ini merupakan kenormalan baru. Dengan demikian, pihak terkait bisa lebih mudah untuk beradaptasi.

Selain itu, perizinan di Indonesia dinilai masih belum cukup ringkas serta belum mampu memberikan kepastian hukum yang jelas. Kendala selanjutnya terkait pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus, Indonesia dianggap belum masuk dalam Global Value Chain yang strategis.

 

Saksikan Video Ini

Kendala Internal

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Galang Batang
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Galang Batang

Sedangkan dari sisi internal, adanya perubahan yang kerap terjadi saat pergantian pemimpin juga menjadi kendala masuknya investor. Termasuk juga kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang tidak selaras.

“Hal itu diperparah dengan ego wilayah. Sehingga menimbulkan kendala koordinasi dan sinkronisasi pembangunan,” papar dia. Tak kalah penting, kendala lain yakni minimnya sarana infrastruktur penunjang investasi juga.

Terkait kendala-kendala tersebut, Arsjad mengatakan Pemerintah telah menyodorkan sejumlah solusi. Meski tak semuanya dapat terealisasi secara bersamaan dalam waktu dekat. Salah satunya melalui UU Cipta KErja atau Omnibus Law. Dimana UU tersebut mengakomodir kebutuhan investor dalam hal efisiensi.

“Ada beberapa solusi yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah untuk jawab tantangan. Meski belum semuanya dapat diimplementasikan karena masih baru, yakni dalam omnibus Law,” kata dia.

Solusi lainnya, yakni optimalisasi Online Single Submission (OSS) sebagai sistem yang mengintegrasikan seluruh pelayanan perizinan berusaha yang menjadi kewenangan Menteri/Pimpinan Lembaga, Gubernur, atau Bupati/Walikota yang dilakukan secara elektronik.

Tak ketinggalan, yakni terkait suksesi penanganan covid-19 di dalam negeri. Kemudian konsistensi RPJP Nasional, serta produksi yang berorientasi ekspor.

“Kedepannya kita harus pikirkan bagaimana mengunci long term planning dari Indonesia. Dimana kepemimpinan boleh berubah tapi perencanaan ke depan tetap bisa berjalan,” kata Arsjad. Terakhir, yakni memanfaatkan momentum decoupling As - China.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya