Travel Gelap Menjamur karena Dibeking Aparat

Masyarakat memerlukan layanan transportasi mau tak mau mengambil opsi untuk menggunakan travel gelap meski memiliki risiko keselamatan lebih rendah.

oleh Arief Rahman H diperbarui 30 Jul 2021, 20:00 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2021, 20:00 WIB
FOTO: Penumpang Travel Gelap Dipulangkan Usai Terjaring Razia
Penumpang yang terjaring razia travel gelap Ditlantas Polda Metro Jaya dipulangkan ke daerah asalnya, Jakarta, Kamis (29/4/2021). Sebanyak 115 kendaraan travel gelap diamankan karena diduga kuat mengangkut pemudik di tengah masa pengetatan larangan mudik 2021. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno merespon maraknya angkutan plat hitam ilegal atau biasa disebut travel gelap yang banyak mendapat perlindungan dari aparat. Ia menilai, perlu ada langkah lebih lanjut dengan melegalkan operasi angkutan tersebut.

Pandemi Covid-19 mendorong semakin maraknya travel ilegal yang dijadikan sebagai angkutan umum. Hal ini terjadi karena jumlah angkutan umum resmi mengalami penurunan karena pembatasan pemerintah.

Faktor lainnya, masyarakat yang memerlukan layanan transportasi mau tak mau mengambil opsi untuk menggunakan angkutan plat hitam tersebut meski memiliki risiko keselamatan lebih rendah.

“Belum lagi ditambah ada perlindungan dari oknum aparat hukum bekerjasama dengan perantara (makelar), turut menambah semakin tumbuh subur angkutan umum plat hitam,” katanya dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Jumat (30/7/2021).

Bahkan, di banyak daerah, beroperasinya angkutan umum plat hitam yang tidak terkendali berakibat menghilangnya trayek sejumlah Bus AKDP dan Bus AKAP seperti di Jambi, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.

“Para pengusaha angkutan umum plat hitam, makelar, oknum aparat melihat adanya keterbatasan Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan yang hanya bisa menertibkan angkutan di dalam terminal,” tulisnya.

Travel gelap yang beroperasi d luar terminal jadi alternatif pengguna moda transportasi tersebut.

Sementara itu, pemilik mobil hanya menyerahkan armada yang dimilikinya untuk dikelola oleh oknum. Lebih lagi, pengemudi kendaraan juga supir tembak yang penting bisa mengemudi. Sering ditemukan tak memiliki izin mengemudi dan kendaraan tak ikut Uji KIR serta asuransi jiwa ke Jasa Rahaja.

Terlebih lagi, Jika penumpang sedikit, dikumpulkan jadi 1 mobil, untuk menghemat biaya. Jelas protokol kesehatan (prokes) tidak dipenuhi. Tanpa disadari angkutan umum pelat hitam salah satu sumber penularan COVID-19.

Ia memaparkan saat ini sudah ditemukan jaringan travel gelap yang bekerja sama dengan makelar atau agen yang juga membayar bulanan ke oknum aparat melalui perantara.

“(misalnya) masuk wilayah Jabodetabek bayar Rp 300 ribu per bulan, sehingga jadi binaan yang menguntungkan. Jika kendaraan plat kuning tidak operasi, maka para perantara dapat memobilisasi sejumlah angkutan umum plat hitam.,” tulisnya.

Untuk urusan armada, angkutan umum plat hitam sudah relatif maju dengan menggunakan kendaraan berkapasitas 8-20 penumpang, seperti Toyota Hiace, Toyota Inova, Isuzu Elf, Toyota Avanza, Daihatsu GranMax. 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Pembinaan

FOTO: Nekat Angkut Pemudik, 115 Kendaraan Travel Gelap Diamankan Polda Metro Jaya
Deratan kendaraan travel gelap yang disita jajaran Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (29/4/2021). Sebanyak 115 kendaraan travel gelap diamankan karena diduga kuat mengangkut pemudik di tengah masa pengetatan larangan mudik 2021. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Lebih lanjut Djoko meminta Badan Pengelola Transportasi Darat (BPTD) dapat menjali kemunikasi dengan para pengusaha angkutan umum plat hitam di daerah. Sekaligus dapat melakukan pembinaan dan kegiatan sosialisasi aturan perijinan angkutan umum.

“Peraturan tentang perijinan angkutan umum disederhanakan, sehingga mudah dimengerti para pengusaha angkutan umum di daerah, tulisnya.

Sementara itu, penegakan hukum tetap dilakukan jika masih ada yang melanggar, dan sebagai catatan itu merupakan upaya terakhir setelah semua proses dilakukan. Djoko menilai, pelaku usaha angkutan umum plat hitam ingin melegalkan operasinya, tapi tersandung pengetahuan terkait caranya.

“Kemudian, keberadaan pool bus dan pick up point dilegalkan dan bagian dari pengawasan Korsatpel Terminal terdekat. Digitalisasi terminal agar segera diterapkan untuk membantu mengawasi mobilitas angkutan umum,” tambahnya.

Sedikit meninjau terkait sanksi pelanggar moda transportasi, ia memandang sanksi yang diatur masih terlalu ringan. Lantas ia meminta pemerintah Merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, seperti sanksi bagi yang melanggar dinaikkan (pemilik dan pengemudi), memperluas kewenangan Penyidik Pegawai Negeri sipil (PPNS).

“Yang penting sekarang adalah komitmen dari pihak-pihak TNI /POLRI (juga Anggota DPR RI) untuk tidak jadi backing dan mengarahkan atau mensosialisasikan pemilik angkutan umum ilegal untuk menjadi legal,” tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya