Kementerian ESDM: Ingat, Tambang Emas Liar Bukan Tambang Rakyat

Kementerian ESDM melarang keras masyarakat melakukan kegiatan pertambangan emas tanpa izin (PETI).

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 27 Sep 2021, 15:10 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2021, 15:10 WIB
Tambang Emas Ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat.
Lubang-lubang menganga bekas tambang tampak jelas, ketika kami menyelisik lokasi tambang emas ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat. Ada sekitar 1.500 pekerja tambang dan lebih dari 18 ribu hektare luasan lahan bekas hutan yang telah dibuka para penambang.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) melarang keras masyarakat melakukan kegiatan pertambangan emas tanpa izin (PETI).

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menegaskan, pertambangan ilegal tersebut bukanlah tambang rakyat.

"Ini penting, banyak dipelesetkan seolah-olah kalau rakyat menambang itu jadi pertambangan rakyat. Pertambangan rakyat yang sesungguhnya ada aturannya, ada regulasinya, dan sudah jelas," ungkapnya dalam sesi webinar, Senin (27/9/2021).

Menurut dia, tambang liar memang tak diizinkan lantaran tidak mengikuti regulasi yang ada, tidak mengikuti tata kelola pertambangan yang baik, serta membahayakan dan merusak.

Selain melanggar berbagai undang-undang dan regulasi yang ada, secara esensial PETI disebutnya melanggar UUD 1945. Pertambangan ilegal tidak sejalan dengan Pasal 33 ayat 3, yang berbunyi bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

"Sekali lagi, PETI jauh sekali dari semangat ini. Dia kuasai oleh sekelompok orang, bahkan oleh pemodal-pemodal besar, dan jauh dari semangat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi masyarakat luas," tegasnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Langgar UUD

Ridwan meluruskan, masyarakat yang dimaksud bukan hanya rakyat setempat saja, tapi seluruh rakyat Indonesia. Aturan ini berlaku bukan untuk rakyat yang hidup saat ini, tapi juga rakyat Indonesia yang akan hidup di masa yang akan datang.

"Jadi semangat ini lah yang mendasari kita untuk mengatakan PETI melanggar Undang-Undang Dasar 1945," ujar Ridwan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya