Survei ADB: Perdagangan Global Lesu Akibat Sektor UKM Terpukul Selama Pandemi

Kesenjangan keuangan perdagangan global mengalami peningkatan tertinggi dari yang pernah ada yakni USD 1,7 triliun pada tahun 2020

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Okt 2021, 15:10 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2021, 15:10 WIB
20161018-Ekspor Impor RI Melemah di Bulan September-Jakarta
Aktivitas bongkar muat peti kemas di JICT Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (18/10). Penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan ekspor menyebabkan surplus neraca dagang pada September 2016 mencapai US$ 1,22 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Hasil survei Asian Development Bank (ADB) menunjukkan kesenjangan keuangan perdagangan global mengalami peningkatan tertinggi dari yang pernah ada yakni USD 1,7 triliun pada tahun 2020. Meningkat 15 persen dari 2 tahun sebelumnya. Hal ini menyebabkan perdagangan global hancur karena ketidakpastian ekonomi dan keuangan global akibat pandemi Covid-19.

"Kesenjangan keuangan perdagangan global tumbuh ke level tertinggi sepanjang masa sebesar USD 1,7 triliun pada tahun 2020, meningkat 15 persen dari dua tahun sebelumnya," tulis ADB dalam rilis resmi yang diterima merdeka.com, Jakarta, Selasa (12/10).

Kepala Keuangan Perdagangan dan Rantai Pasokan ADB, Steven Beck menilai survei tersebut menunjukkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi yang paling terpukul. Sebab pembiayaan perdagangan menipis karena 40 persen dari permintaan pembiayaan perdagangan yang ditolak.

UKM milik perempuan merasa sangat sulit untuk mendapatkan pembiayaan. Setidaknya 70 persen pengajuan pinjaman mereka dilaporkan ditolak seluruhnya atau sebagian. Kesenjangan, yang mewakili perbedaan antara permintaan dan persetujuan pembiayaan untuk mendukung impor dan ekspor yakni USD 1,5 triliun pada 2018.

"Perdagangan sangat penting bagi ekonomi global untuk pulih dari pandemi, tetapi kekurangan pembiayaan membuat lebih sulit untuk menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan," kata Beck.

Dia menilai tantangan bisnis perdagangan diperkirakan akan lebih berat daripada yang ditunjukkan survei. Sebab banyak pelaku usaha yang terganjal ketidakpastian ekonomi. Bahkan untuk mengajukan pembiayaan perdagangan pelaku UKM tidak bisa. Harga yang lebih tinggi untuk makanan dan energi akan memperburuk kesenjangan, memakan batas keuangan negara dan rekanan untuk mendukung perdagangan.

"Tantangan bisnis perdagangan mungkin lebih berat daripada yang ditunjukkan survei kami, karena banyak dari mereka terhalang oleh ketidakpastian ekonomi bahkan untuk mengajukan pembiayaan perdagangan," tutur Beck.

Survei ini merupakan barometer kesehatan keuangan perdagangan terkemuka di dunia. Survei ketujuh mencakup 79 bank dan 469 perusahaan, yang mencakup semua wilayah di dunia.

Neraca yang lebih lemah dan ketidakpastian makroekonomi selama pandemi memperbesar kesenjangan. Peraturan yang dirancang untuk mengekang pencucian uang dan penipuan terus secara tidak sengaja menimbulkan hambatan untuk melayani kebutuhan pembiayaan perdagangan.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Langkah Ekstra

Kinerja Kerja Ekspor dan Impor Menurun
Suasana bongkar muat peti kemas di Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/10/2019). Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kinerja ekspor dan impor Indonesia pada Agustus 2019 menurun. Total ekspor Indonesia mencapai US$ 14,28 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bank mengambil langkah ekstra untuk mendukung UKM, dengan 27 persen melaporkan mereka menawarkan moratorium utang dan 23 persen meningkatkan tingkat ketersediaan modal. Lebih dari 40 persen perusahaan mengharapkan pendapatan mereka kembali ke tingkat sebelum pandemi pada tahun 2022.

Menurut hasil survei, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menutup kesenjangan untuk perusahaan milik perempuan. Antara lain dengan menarik, mempertahankan, dan mempromosikan lebih banyak perempuan di bidang keuangan. Digitalisasi perdagangan lebih lanjut juga akan membantu melalui efisiensi baru, tetapi lebih banyak dukungan sektor publik dan standar global diperlukan untuk mewujudkan potensi ini.

"Untuk menutup kesenjangan, kita perlu membawa perdagangan sepenuhnya ke dunia digital melalui koordinasi yang lebih besar dengan sektor swasta serta kesepakatan global tentang standar, praktik, dan undang-undang bersama," kata Beck.

Didukung oleh peringkat kredit AAA ADB, Trade and Supply Chain Finance Program (TSCFP) memberikan pinjaman dan jaminan kepada lebih dari 200 bank mitra untuk mendukung perdagangan, menciptakan peluang impor dan ekspor bagi perusahaan di seluruh Asia dan Pasifik.

Jumlah transaksi TSCFP meningkat sebesar 50 persen pada tahun 2020 untuk mengisi kesenjangan pasar yang semakin besar yang ditinggalkan oleh sektor swasta yang mengalami pengurangan. Pada tahun 2021, TSCFP akan mendukung lebih dari 7.000 transaksi senilai lebih dari USD 6 miliar di pasar di mana sektor swasta paling bermasalah dalam beroperasi.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya