Sri Mulyani: Rata-Rata Baru 6 Persen Penduduk Negara Miskin yang Dapat Vaksin Covid-19

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, akses vaksin covid-19 yang tidak merata menjadi alasan lambatnya pemulihan ekonomi global.

oleh Tira Santia diperbarui 31 Okt 2021, 11:10 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2021, 10:30 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Keterangan Pers Menteri Keuangan, Roma, secara virtual, Minggu (31/10/2021).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Keterangan Pers Menteri Keuangan, Roma, secara virtual, Minggu (31/10/2021). Sri Mulyani mengatakan, akses vaksin covid-19 yang tidak merata menjadi alasan lambatnya pemulihan ekonomi global.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, akses vaksin covid-19 yang tidak merata menjadi alasan lambatnya pemulihan ekonomi global. Sri Mulyani mengungkap terjadi kesenjangan antara vaksinasi antara negara maju dan berkembang.

“Pemulihan ekonomi global itu terjadi namun tidak merata dan ketidakmerataan salah salah satu penyebabnya adalah karena akses vaksin yang tidak merata di seluruh dunia,” kata Menkeu dalam Keterangan Pers Menteri Keuangan, Roma, secara virtual, Minggu (31/10/2021).

Bendahara negara ini menyampaikan hingga kini masih ada negara-negara yang angka vaksinasinya masih kurang dari 3 persen dari jumlah penduduknya, misalnya di negara-negara seperti Afrika.

“Rata-rata negara-negara miskin baru 6 persen dari penduduknya sementara negara-negara maju sudah melakukan vaksinasi di atas 70 persen atau bahkan mendekati 100 persen dan mereka sudah melakukan boosting,” ujarnya.

Oleh karena itu, karena covid-19 ini merupakan ancaman nyata terhadap perekonomian dunia, maka di dalam pembahasan G20 pada 30 Oktober 2021, antara Menteri Keuangan dengan Menteri Kesehatan disepakati untuk membangun sebuah mekanisme yang disebut pencegahan pandemi.

“Nah, kalau kita bicara tentang persiapan karena hari ini dunia tidak siap menghadapi pandemi nyatanya telah menyebabkan biaya sampai USD 12 triliun, 5 juta orang meninggal dan lebih dari 250 juta orang yang terkena pandemi ini, maka dunia harus menyiapkan lebih baik,” ujarnya.

Menurutnya, persiapan untuk pandemi atau pandemic preparedness sangat tergantung pada tiga hal utama, yakni pertama, apakah akan ada kesepakatan mengenai protokol kesehatan antar negara.

“Oleh karena itu bapak Presiden di dalam intervensi. Pertama, menyebutkan apa yang disebut arsitektur kesehatan global perlu untuk diperkuat, yang terdiri dari mekanisme untuk memperkuat atau upaya kolaborasi antar negara-negara,” ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tata Kelola

Realisasikan Target 1 Juta Vaksin, Ratusan Karyawan Ritel Ikuti Vaksinasi Covid-19
Petugas medis bersiap melakukan vaksin Covid-19 untuk karyawan ritel di Lippo Plaza Ekalokasari, Bogor, Jabar, Senin (29/03/2021). Layanan vaksinasi karyawan ritel yang berlangsung 2 hari didukung tenaga medis dari RS Siloam Hospitals Bogor dan 3 Puskesmas Kota Bogor. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Kedua, apakah tata kelola akan diatur. Karena saat ini ada WHO tetapi dalam hal ini biasanya WHO bicara mengenai standar saja tapi tata kelola untuk pelaksanaan tidak ada.

“Yang kedua adalah bagaimana bisa apa menyepakati sebuah protokol kesehatan antarnegara begitu terjadi outbreak pandemi, karena yang penting yang terjadi selama ini terjadi fragmentasi setiap negara membuat keputusan sehingga menyebabkan ekonomi dan penularan virusnya malah makin menyebar,” ujarnya.

Selanjutnya, untuk memperkuat akses terhadap vaksin apabila terjadinya pandemi yang adil yang terjangkau dan berkualitas ini yang sering disebut sebagai global public goods juga termasuk terapi dan diagnostic, serta alat pelindung.

Ketiga, yang penting bagaimana pendanaannya. Karena hal ini baru merupakan masalah yang dibahas namun belum ada solusinya, dalam G20 ini disepakati akan ada Joint finance health task force atau satuan kerja antara kementerian keuangan dan kesehatan atau antara Menteri keuangan dan Kesehatan dibawah G20.

“Tujuannya untuk menyiapkan, prevention, preparedness, dan respons dari pandemi yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Indonesia dan Italia,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya