Liputan6.com, Jakarta Burnout biasanya istilah yang disebut-sebut ketika seseorang mengalami kelelahan dalam dunia kerja. Hal itu tentu dapat mengganggu produktivitas kerja seseorang. Karena itu, burnout perlu diatasi.
Seperti apa yang dirasakan Ajay Kori. Pada tahun 2014, Kori mendirikan UrbanStems yang terletak di Washington, DC.
Advertisement
Baca Juga
UrbanStems merupakan sebuah perusahaan pengiriman bunga online yang kini telah mengumpulkan dana hingga USD 48 juta dari investor.
Advertisement
Pada suatu waktu, Kori menjabat sebagai CEO hingga 2019. Dia berhasil mengembangkan bisnis hingga memiliki karyawan lebih dari 100 orang.
Selain itu, Kori bahkan mampu meraup pendapatan tahunan hingga jutaan dolar. Itu semua terjadi saat dia masih menjadi CEO.
Namun siapa sangka, di balik kesuksesannya tersebut Kori pun pernah merasa stres menjalankan bisnisnya. Itu membuatnya tersiksa oleh kecemasan hingga sering sulit tidur.
Bahkan di tempat kerja, dia merasa berkinerja lebih lamban dan sempat membuat keputusan yang buruk. Stres itu tidak hanya berpengaruh terhadap performa kinerjanya, tetapi juga fisiknya.
“Saya tidak menjaga diri saya sendiri,” ujarnya, seperti dikutip dari CNBC Make It, Kamis (2/12/2021).
Kemudian dua tahun lalu, Kori akhirnya memutuskan untuk bertemu dengan seorang terapis. Dengan harapan terapis tersebut dapat membantunya menyadari betapa kerasnya dia mendorong diri sendiri sehingga merugikan kesehatan dan perusahaan.
Perbedaan Kemampuan Tiap Pengusaha
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa wirausahawan lebih mungkin terganggu kesehatan mentalnya dibanding yang lain.
Hal ini terbukti dari sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2015 dengan dipimpin oleh Michael Freeman, seorang profesor klinis psikiatri di Fakultas Kedokteran Universitas California, San Francisco.
Freeman menemukan bahwa sekitar setengah dari pengusaha melaporkan telah menderita beberapa jenis kondisi kesehatan mental dalam hidup mereka.
Di AS sendiri, hanya sekitar 1 dari 5 orang dewasa secara keseluruhan mengalami penyakit mental pada tahun tertentu. Itu menurut National Alliance on Mental Illness .
Ada alasan terkait hal itu, kata Freeman. Seperti diketahui, kewirausahaan secara inheren berisiko, kemudian orang yang mengambil risiko besar cenderung juga menderita masalah, seperti gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (ADHD) dan depresi.
Sementara itu sebagian besar pengusaha, hampir 40 persen, kesehatan mental yang dimiliki lebih baik dibanding saat memulai bisnis.
“Pengusaha adalah jenis orang yang berbeda. Mereka memiliki perbedaan kesehatan mental untuk memulai. Untuk menjadi pengusaha, Anda harus mengambil risiko,” tutur Freeman.
Sementara itu, Kori merasakan tekanan itu saat di UrbanStems. Ketika perusahaan tumbuh — menjadi salah satu bisnis dengan pertumbuhan tercepat di negara itu antara 2015 dan 2019, menurut majalah Inc. — kelelahannya menjadi masalah.
Itu kemudian memengaruhi hubungannya, baik secara platonis maupun romantis, katanya. Lebih dari itu, bahkan masalah tersebut telah menciptakan ketegangan antara Kori dan seluruh tim eksekutifnya, terutama ketika dia mulai secara konsisten mencoba menyelesaikan masalah sendirian.
“Ini bukan hanya tanggung jawab untuk diri sendiri. Kamu juga memperhatikan kesehatan orang lain. Investor Anda, karyawan Anda — keputusan yang Anda buat berdampak langsung pada kehidupan orang lain,” ujar Kori.
Saat itu, Kori benar-benar menomorsatukan bisnisnya. Dia sampai rela mengesampingkan waktu luangnya untuk menyayangi diri sendiri.
Misalnya pergi ke gym dan menjaga pola makan yang sehat bahkan untuk satu kali liburan pun tidak sempat dia lakukan.
“Saya hanya menggiling diri saya sendiri, dan saya membuat keputusan yang semakin buruk, karena saya tidak menjaga diri saya sendiri,” katanya.
Advertisement
Strategi Untuk Mengatasi
Terkait hal tersebut, Freeman menyarankan untuk membawa diri Anda dengan orang-orang yang dapat dipercaya. Hal itu gunanya untuk mendiskusikan apa masalah yang Anda hadapi.
Atas saran tersebut, pada 2019, Kori melakukan hal itu. Dia mulai mengikuti terapi, menemui pelatih kesehatan, dan meluangkan waktu untuk memasak makanan yang lebih sehat dan berolahraga secara teratur.
Setelah berkonsultasi dengan terapisnya, dia bahkan menjadi lebih produktif di tempat kerja, katanya. Akhirnya Kori mampu menangani situasi stres dengan lebih terkontrol.
Meskipun telah mengundurkan diri, dia tetap berwirausaha. Bahkan setelah pengunduran dirinya sebagai CEO di UrbanStems, dia justru mampu mendirikan dua perusahaan.
Stigma Mendalam Mengenai Kesehatan Mental
Terlepas dari prevalensi kondisi kesehatan mental di kalangan pengusaha, Freeman dan Kori sepakat bahwa dunia start-up memang masih memiliki stigma yang mendalam seputar kesehatan mental.
Budaya start-up dari Silicon Valley memperlihatkan perjuangan orang - orang. “Berhasil dengan liar, dan benar-benar membakar diri mereka sendiri dengan cara yang tidak berkelanjutan. Mereka adalah orang-orang yang kemungkinan paling kecil untuk berubah, karena mereka tidak pernah dipaksa untuk menyadari, ’Ada yang rusak dan Anda perlu mengubah cara Anda melakukan sesuatu’,” ungkapnya.
Seiring hal itu, beberapa pengusaha berpendapat bahwa mengesampingkan kesehatan mental mereka adalah bisnis yang baik. Sebab bagaimanapun, mengakui kelemahan bisa membuat investor kabur.
Akan tetapi Freeman mengatakan, menghadapi dan mengatasi masalah kesehatan mental Anda sendiri, bahkan secara pribadi, dapat membantu Anda menghindari kelelahan.
“Empat puluh persen pengusaha memiliki masalah kesehatan mental sejak awal. Kita tidak dapat memiliki kesuksesan berwirausaha, kecuali orang-orang dengan perbedaan kesehatan mental yang dimiliki,” tuturnya.
Reporter: Aprilia Wahyu Melati
Advertisement