Liputan6.com, Jakarta “You can do anything, but not everything.” Kutipan ini menjadi pembuka inspiratif dari dr. Gabriella Tantular, SpKJ, MBiomed, saat berbicara dalam seminar bertema “Jaga Produktivitas Kerja” di Kampus Fakultas Kedokteran, President University, Jababeka, pekan lalu. Seminar ini merupakan bagian dari peringatan bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) nasional, dengan menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi dan pemerintahan.
Selain dr. Gabriella, narasumber dari Fakultas Kedokteran Presuniv lainnya adalah dr. Andreas Surya Anugrah, Sp.M., FICS, AIFO-K, dan dr. Rima Melati, MKK, Sp.Ak.(K), Sp.Ok, Subsp. BioKO (K). Sementara itu, mewakili pemerintahan hadir dr. H. Irfan Maulana, MKK (Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi) serta Nur Hidayah Setyowati, SE, MM (Plt. Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi).
Baca Juga
Seminar ini menarik perhatian praktisi bisnis dari kawasan industri Jababeka dan sekitarnya. Dalam diskusi tersebut, peserta diajak memahami berbagai gejala awal penyakit akibat kerja serta cara mengantisipasinya agar tetap produktif di tempat kerja.
Advertisement
Burnout: Masalah Modern Dunia Kerja
Salah satu topik utama yang dibahas adalah burnout di tempat kerja, fenomena yang kian marak di era modern. Gabriella menjelaskan bahwa burnout adalah kondisi kronis yang berbeda dari stres biasa.
“Stres sifatnya sementara dan kadang diperlukan, sedangkan burnout bersifat kronis akibat stres jangka panjang yang tidak terselesaikan,” jelas Gabriella.
Ia merinci tiga tanda utama burnout:
- Exhaustion: Kelelahan fisik, mental, dan emosional yang berlangsung lama.
- Depersonalization: Sikap sinis terhadap rekan kerja serta menurunnya keterlibatan di lingkungan kerja.
- Ineffectiveness: Rasa tidak berdaya, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan, hingga merasa pekerjaan terlalu berat.
Burnout, lanjut Gabriella, dipicu oleh beberapa faktor seperti beban kerja berlebih, kurangnya penghargaan terhadap kinerja, lingkungan kerja yang tidak kondusif, hingga peluang karier yang minim. Faktor internal seperti usia, jenis kelamin, dan kepribadian juga dapat memengaruhi risiko burnout.
Data dan Dampak Burnout
Burnout berdampak serius pada produktivitas. Gabriella menyebut, di Amerika Serikat, 46% pekerja mengalami stres akibat beban kerja, sementara 1 dari 5 pekerja mengalami burnout. Di Indonesia, 64% karyawan mengalami kelelahan kerja, dan 20% menganggap kelelahan psikologis sebagai alasan absen kerja.
Untuk mencegah burnout, Gabriella merekomendasikan check-up berkala, program team building, dan pengembangan budaya kerja suportif. Perusahaan juga diharapkan menerapkan work-life balance serta menyediakan support system bagi karyawan.
Advertisement
Trauma Mata: Risiko di Tempat Kerja
Selain burnout, seminar ini juga membahas isu kesehatan fisik, khususnya trauma mata di tempat kerja yang diangkat oleh dr. Andreas Surya Anugrah. Trauma mata dapat mencakup cedera bola mata, adneksa, hingga kebutaan.
“Di Indonesia, 0,5% pekerja mengalami trauma mata, baik akibat benda tajam, benda tumpul, atau bahan kimia,” ungkap Andreas. Penanganan cedera mata ini tidak hanya memerlukan biaya tinggi tetapi juga memengaruhi produktivitas.
Andreas menekankan pentingnya penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) seperti kacamata pelindung, serta edukasi keselamatan, identifikasi bahaya, dan prosedur darurat yang diawasi secara ketat.
