WHO: Jangan Lengah, Omicron Tidak Akan Jadi Varian Terakhir Covid-19

WHO mengatakan Omicron tidak akan menjadi varian Virus Corona COVID-19 yang terakhir, ketika infeksi baru meningkat 20 persen.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 19 Jan 2022, 14:51 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2022, 14:51 WIB
FOTO: Pesan Nakes dalam Peringatan 1 Tahun RSDC Wisma Atlet
Sejumlah tenaga kesehatan menuliskan ucapan setahun RSDC Wisma Atlet saat acara bermain angklung di RSDC Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Selasa (23/3/2021). Acara tersebut dilakukan dalam rangka satu tahun beroperasinya RSDC Wisma Atlet Kemayoran. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pandemi COVID-19 tidak akan berakhir meski varian Omicron mereda di beberapa negara.

WHO juga memperingatkan bahwa tingkat infeksi yang tinggi di seluruh dunia kemungkinan akan menyebabkan varian baru saat virus bermutasi.

"Kami mendengar banyak orang menyarankan bahwa Omicron adalah varian terakhir, yang sudah berakhir setelah ini. Dan itu tidak terjadi karena virus ini beredar pada tingkat yang sangat intens di seluruh dunia," kata Maria Van Kerkhove, pimpinan teknis COVID-19 WHO, dikutip dari laman CNBC, Rabu (19/1/2022).

"(Omicron) ini tidak akan menjadi varian terakhir yang menjadi perhatian," dia menekankan.

Menurut WHO, infeksi baru COVID-19 telah meningkat 20 persen secara global selama sepekan terakhir dengan hampir 19 juta total kasus yang dilaporkan.

Tetapi Van Kerkhove mencatat bahwa infeksi baru yang tidak dilaporkan akan membuat jumlah kasus sebenarnya jauh lebih tinggi.

Bruce Aylward, seorang pejabat senior WHO, juga memperingatkan penularan yang tinggi semakin memungkinkan virus untuk bereplikasi dan bermutasi - meningkatkan risiko kemunculan varian baru.

"Masyarakat tidak sepenuhnya memahami konsekuensi dari membiarkan hal ini terjadi," kata Aylward.

"Sebagian besar dari apa yang kami lihat sejauh ini di area transmisi yang tidak terkendali adalah kami membayar harga untuk varian yang muncul dan ketidakpastian baru yang harus kami kelola saat kami maju," ungkapnya.

Van Kerkhove menegaskan, sekarang bukan saatnya untuk melonggarkan protokol kesehatan, seperti mengurangi pemakaian masker dan menjaga jarak. Dia pun meminta negara-negara di dunia untuk memperkuat langkah-langkah itu guna mengendalikan virus dengan lebih baik dan mencegah gelombang infeksi di masa depan ketika varian baru muncul.

"Jika kita tidak melakukan ini sekarang, kita akan melihat krisis berikutnya," pungkasnya.

"Dan kita perlu mengakhiri krisis yang kita alami saat ini dan kita dapat melakukannya saat ini. Jadi jangan tinggalkan informasi. Jangan abaikan strategi yang sedang berjalan, yaitu menjaga kita dan orang-orang yang kita cintai tetap aman," imbuh Van Kerkhove.

Ia pun meminta pemerintah untuk berinvestasi lebih banyak dalam sistem pengawasan untuk melacak virus saat bermutasi.

WHO Peringatkan Penyebaran Omicron Bukan Puncak Pandemi

FOTO: Mengintip Tower 8 Wisma Atlet Pademangan untuk Isolasi Pasien OTG COVID-19
Petugas mengenakan hazmat saat menyiapkan tempat tidur di Tower 8 Wisma Atlet Pademangan, Jakarta, Selasa (15/6/2021). Koordinator Lapangan RSDC Wisma Atlet Letkol Marinir M. Arifin mengatakan soal alternatif Tower 8 Wisma Atlet Pademangan untuk pasien OTG COVID-19. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreysus sebelumnya sudah mengatakan bahwa infeksi baru memuncak di beberapa negara, memberikan harapan bahwa gelombang omicron terburuk telah berakhir.

Namun, Tedros memperingatkan belum ada negara yang keluar dari krisis pandemi, dan sistem perawatan kesehatan masih di bawah tekanan dari gelombang infeksi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

"Saya mendesak semua orang untuk melakukan yang terbaik dalam mengurangi risiko infeksi sehingga Anda dapat membantu menghilangkan tekanan dari sistem kesehatan," kata Tedros.

"Sekarang bukan waktunya untuk menyerah dan mengibarkan bendera putih," ujarnya.

WHO telah berulang kali memperingatkan distribusi vaksin yang tidak merata di seluruh dunia telah menyebabkan tingkat vaksinasi yang rendah di negara-negara berkembang, membuat populasi yang besar rentan terhadap munculnya varian baru.

WHO telah menetapkan target untuk setiap negara agar memvaksinasi 40 persen dari populasi mereka pada akhir tahun 2021.

Namun, 92 negara belum mencapai tujuan itu, menurut WHO.

"Pandemi ini belum berakhir dan dengan pertumbuhan omicron yang luar biasa secara global, varian baru kemungkinan akan muncul, itulah sebabnya pelacakan dan penilaian tetap penting," jelas Tedros.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya