Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah membuat 34 juta sertifikat tanah kurun 2017 sampai akhir Mei 2022. Adapun total terdapat 80 juta sertifikat tanah yang telah dibuat.
Percepatan pembuatan sertifikat tanah ini sesuai dengan perintah Presiden Jokowi agar pemilik tanah mendapatkan kepastian hukum.
Baca Juga
"Kita mulai pendaftaran untuk pembuatan sertifikat tanah di 2017. Tapi 2017 sudah terdaftar 46 juta sertifikat tanah, jadi dari 2017 sampai sekarang sudah bertambah sekitar 34 jutaan sertifikat," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil melansir Antara di Jakarta, Selasa.
Advertisement
Perluasan sertifikasi tanah juga diharapkan dapat meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia, mengingat sertifikat tanah bisa digunakan sebagai jaminan saat mengakses layanan lembaga keuangan formal seperti perbankan.
Berdasarkan catatan Kementerian ATR/BPN, Sofyan menyebutkan baru 8 juta sertifikat tanah yang dijadikan jaminan untuk mengakses layanan keuangan formal.
Nilai itu baru mencapai 10 persen dari total sertifikat tanah di Indonesia yang sebanyak 80 juta.
"Kalau 80 juta sertifikat tanah semua bisa di-leverage untuk kepentingan ini (dijadikan jaminan untuk mendapatkan layanan keuangan formal) luar biasa dampak ekonominya. Dan kami punya keinginan untuk mendaftarkan semua tanah di Indonesia," katanya.
Selain meningkatkan jumlah sertifikat tanah, ia mengatakan akan terus melakukan perbaikan layanan Kementerian ATR/BPN, termasuk empat layanan terkait sertifikat tanah secara elektronik.
"Pada saat yang sama, kami terus memperbaiki layanan yang tadinya manual sekarang kita menuju layanan elektronik. Saat ini sudah empat layanan elektronik yang kita lakukan," ucapnya.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kementerian ATR/BPN Bantah Audit BPKP Terkait Sertifikat Fiktif
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memastikan audit yang dijalankan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak terkait kabar penerbitan 12 ribu sertifikat tanah fiktif. Audit yang dijalankan oleh BPKP ini lebih terkait kinerja program.
"Memang benar saat ini BPKP akan melakukan audit di Kementerian ATR/BPN, tapi audit ini bukan audit tertentu atau khusus," kata Inspektur Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) Sunraizal dikutip dari Antara, Jumat (3/6/2022).
Sunraizal membenarkan bahwa BPKP sudah menerbitkan surat tugas untuk melakukan audit terhadap kinerja program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Audit BPKP tersebut akan dilakukan pada kantor wilayah ATR/BPN di 33 provinsi Indonesia.
Sementara itu untuk melakukan audit terhadap potensi kerugian negara adalah jenis audit tujuan tertentu atau audit investigasi.
"Oleh karena itu berita mengenai yang 12 ribu (sertifikat fiktif) itu bukan jadi mendorong BPKP masuk, tapi memang akan masuk (auidt) di seluruh Indonesia," kata dia.
Â
Â
Â
Advertisement
Dugaan
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang dalam rapat kerja bersama Kementerian ATR/BPN menyebutkan bahwa ada dugaan 12 ribu sertifikat tanah program PTSL di Sumatera Utara dibagikan kepada penerima fiktif.
Sunrizal menjelaskan ada perbedaan bahasa yang digunakan oleh anggota DPR dengan pihak Kementerian ATR/BPN pada rapat tersebut.
Kementerian ATR/BPN menjelaskan bahwa sebanyak 12 ribu sertifikat tanah dibagikan kepada penerima fiktif melainkan belum diserahkan kepada penerimanya dan masih disimpan oleh BPN.
Sunraizal menjelaskan alasan lebih dari 12 ribu sertifikat dari program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) belum diserahkan kepada penerimanya dikarenakan ada kendala dalam beberapa hal.
"Bermacam-macam modelnya. Ada sebagian data yang menjadi sumber penerbitan sertifikat belum diserahkan oleh pemohon, kemudian pemiliknya berada di luar Kota Medan atau di luar Deli Serdang sehingga kesulitan untuk menghubungi. Ada yang sertifikat sudah jadi tapi belum dibagikan, orangnya tidak ada," kata dia.
Selain itu ada pula penerima sertifikat tanah program PTSL yang keberatan untuk membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), penerima yang dari awal tidak bersedia untuk ikut dalam program PTSL, bidang tanah yang tumpang tindih dengan kawasan lain dan sebagainya.