BPK Beri WTP Laporan Keuangan Pemerintah, Beri Catatan Soal Garuda Indonesia dan Pajak

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2021.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Jun 2022, 16:30 WIB
Diterbitkan 14 Jun 2022, 16:30 WIB
Presiden Jokowi menerima apresiasi Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2021 dari BPK RI di Istana Kepresidenan Bogor
Presiden Jokowi menerima apresiasi Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2021 dari BPK RI di Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Jumat (3/6/2022). (Biro Pers Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Jakarta - Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2021 mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Semua material Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dipandang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

Ketua BPK Isma Yatun menjelaskan, opini WTP atas LKPP 2021 tersebut sesuai dengan hasil pemeriksaan BPK terhadap LKPP, Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL), dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) Tahun 2021.

“Opini WTP atas LKPP Tahun 2021 didasarkan pada opini WTP atas 83 LKKL dan 1 LKBUN Tahun 2021 yang berpengaruh signifikan terhadap LKPP Tahun 2021,” jelas Isma Yatun dikutip dari Antara, Selasa (14/6/2022). 

Adapun empat LKKL, yaitu Laporan Keuangan Kementerian Perdagangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Riset dan Inovasi Nasional, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Tahun 2021 memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

Namun, secara keseluruhan, pengecualian pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tersebut tidak berdampak material terhadap kewajaran LKPP Tahun 2021. Hasil pemeriksaan BPK juga mengungkap temuan kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Meskipun tidak berdampak material terhadap kewajaran penyajian LKPP Tahun 2021, tapi pemerintah tetap perlu menindaklanjuti temuan BPK untuk perbaikan pengelolaan APBN.

Temuan kelemahan SPI dan ketidakpatuhan tersebut antara lain terkait pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan tahun 2021 sebesar Rp 15,31 triliun yang belum sepenuhnya memadai dan piutang pajak macet Rp 20,84 triliun yang belum dilakukan tindakan penagihan yang memadai.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Soal Garuda

20151229-Gedung BPK RI-YR
Gedung BPK RI. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Isma Yatun melanjutkan, temuan lainnya adalah terkait sisa dana Investasi Pemerintah dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional (IPPEN) Tahun 2020 dan 2021 kepada PT Garuda Indonesia sebesar Rp 7,5 triliun yang tidak dapat disalurkan dan kepada PT Krakatau Steel sebesar Rp800 miliar yang berpotensi tidak dapat tersalurkan.

Di samping itu penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban Belanja Non - Program PC-PEN pada 80 K/L minimal sebesar Rp 12,52 Triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan, dan sisa dana Bantuan Operasional Sekolah Reguler Tahun 2020 dan 2021 minimal sebesar Rp 1,25 triliun belum dapat disajikan sebagai Piutang Transfer ke Daerah.

Dalam memberikan tambahan informasi mengenai pelaksanaan APBN Tahun 2021, BPK juga menyampaikan Hasil Review Pelaksanaan Transparansi Fiskal.

"Secara umum menunjukkan pemerintah telah memenuhi sebagian besar kriteria transparansi fiskal berdasarkan praktik terbaik internasional,” jelas Isma Yatun.

LKPP merupakan pertanggungjawaban Pemerintah atas pelaksanaan APBN, yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Memenuhi ketentuan perundang-undangan, BPK telah menyampaikan hasil pemeriksaan atas LKPP secara tertulis pada 31 Mei 2022 kepada DPR RI, DPD RI, dan Presiden RI.

BPK Temukan Pemborosan Anggaran Daerah hingga Rp1,9 Miliar di DPRD Riau

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau merilis sejumlah temuan penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2021. Temuan BPK itu dilampirkan dalam bentuk laporan hasil pemeriksaan (LHP) keuangan.

Salah satu yang menjadi temuan LHP keuangan BPK itu adalah kegiatan hearing atau dialog serta sosialisasi peraturan daerah (Sosper) yang dilakukan oleh pimpinan dan anggota DPRD Riau.

Dalam temuan itu, BPK menyatakan kegiatan tersebut merupakan pemborosan keuangan daerah. Tak tanggung-tanggung, jumlah pemborosan itu bernilai Rp1.993.650.000.

Selain itu, BPK Perwakilan Riau juga menyatakan ada kelebihan pembayaran belanja makanan dan minuman dalam kegiatan Sosper tersebut senilai Rp81.336.000.

Masih dalam rincian LHP, BPK Perwakilan Riau juga menemukan pelaksanaan kegiatan Sosper yang melebihi jumlah batasan kegiatan yang ditetapkan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK).

KAK itu sendiri, mengatur pimpinan dan anggota DPRD Riau harus ditetapkan melalui Rapat Badan Musyawarah. Namun, dalam temuannya, kegiatan Sosper tidak pernah ditetapkan melalui rapat Banmus tahun 2021.

Selanjutnya, juga ditemukan kegiatan Sosper yang dilakukan oleh pihak ketiga dengan pola penunjukkan langsung. Ternyata, pihak ketiga yang ditunjuk tersebut, menggunakan jasa penyedia lain di daerah tujuan Sosper.

Atas hal tersebut, BPK Perwakilan Riau menemukan selisih pembayaran. Bahkan, BPK Perwakilan Riau juga belum mendapatkan data harga dan daftar rekanan pihak ketiga yang melaksanakan kegiatan Sosper.

infografis opini bpk
berikut hasil audit bpk pada puluhan lembaga negara (liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya