Liputan6.com, Jakarta Peneliti dari Universitas Indonesia (UI) menyebutkan peningkatan ekspor minyak sawit atau CPO sangat diperlukan untuk mendongkrak harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit petani yang sangat rendah saat ini.
Ketua Tim Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI Doktor Eugenia Mardanugraha menyatakan peningkatan ekspor minyak sawit mentah dapat menyelamatkan para petani sawit swadaya dari anjloknya harga TBS.
Baca Juga
"Namun kebijakan yang menjadi disinsentif bagi industri dalam mendorong laju ekspor, harus diperbaiki, dan sebagian diantaranya dihapuskan," ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (2/8/2022).
Advertisement
Dalam studinya bertajuk "Analisis Dampak Kebijakan Pengendalian Harga Minyak Goreng Bagi Petani Swadaya" ia melakukan sejumlah simulasi untuk mengetahui seberapa besar peningkatan ekspor perlu dilakukan, agar tangki penyimpanan dapat segera kosong, kemudian harga TBS pulih.
Satu diantaranya menunjukkan besarnya ekspor yang diperlukan untuk meningkatkan harga TBS dari Rp861 (asumsi harga petani swadaya per 9 Juli) menjadi setara harga pokok penjualan senilai Rp2.250 per kilogram, butuh peningkatan ekspor sebesar 1.740 persen atau 17 kali lipat.
Sementara kajian lapangan di Riau dan Kalimantan Barat menemukan jika harga pokok penjualan ideal TBS petani swadaya Rp2.000 per kilogram.
"Untuk mencapai harga tersebut, diperlukan peningkatan ekspor minimal 200 persen dari tingkat ekspor saat ini (per April 2022)," katanya.
Menurutnya, kemampuan Indonesia meningkatkan ekspor sangat terbuka, karena berdasarkan besaran ekspor bulanan sejak Januari 2014 hingga April tahun ini, ekspor sawit berada pada interval 1 juta sampai 4,3 juta ton per bulan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Hambatan Ekspor
Untuk itu, kata dia, pemerintah perlu mengurai hambatan ekspor, salah satunya kebijakan pengendalian harga minyak goreng yang mendistorsi pasar dan merugikan pemangku kepentingan dari hulu hingga hilir.
"Akibatnya justru terjadi kelangkaan karena aksi spekulan yang membeli lebih banyak dari kebutuhan, praktik pengemasan ulang minyak goreng curah ke dalam kemasan, serta praktik penyelundupan," katanya.
Saat ini biaya-biaya untuk melakukan ekspor CPO masih sangat tinggi, lanjutnya, bila pungutan ekspor ditetapkan menggunakan harga referensi yang akurat serta adaptif pasar dapat mendorong peningkatan ekspor. Jika instrumen ini berfungsi baik, maka kebijakan seperti Domestic Market Obligation (DMO), Domestic Price Obligation (DPO), Harga Eceran Tertinggi (HET) semestinya dihapuskan. Ia menyatakan bila harga CPO naik tinggi, DMO dapat kembali diberlakukan dengan penyesuaian.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono menambahkan satu-satunya cara untuk mendongkrak harga TBS petani hanyalah peningkatan ekspor CPO dan produk turunannya.
"Nah, untuk menggairahkan kembali ekspor CPO kebijakan ekspornya harus disederhanakan," katanya.
Advertisement
Pengusaha Sawit Wajib Beli TBS Petani di Atas Rp 2.000 Mulai Pekan Depan
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan minta kepada para pengusaha perkebunan kelapa sawit untuk wajib membeli Tandan Buah Segar atau TBS sawit petani maupun mitranya dengan harga di atas Rp2.000 per kilogram.
Hal itu disampaikan Zulkifli Hasan usai melakukan kunjungan kerjanya ke Pasar Angso Duo Jambi.
"Saya minta mulai minggu depan, harga TBS harus di atas Rp2.000 per kilogram dan para pengusaha wajib mentaati aturan yang telah disepakati," kata Mendag Zulkifli Hasan dikutip dari Antara, Selasa (2/7/2022).
Kebijakan itu, lanjutnya, diambil setelah melalukan dialog dengan para petani sawit.
Saat berdialog dengan petani kelapa sawit dan para pengusaha, Mendag Zulkilfi Hasan menegaskan dalam waktu minggu depan harga TBS sawit sudah harus di atas Rp 2.000 per kilogram.
"Ini Instruksi langsung dari Bapak Presiden, saya selaku Mendag menyampaikan bahwa minggu depan harga TBS sudah di atas Rp 2.000 per kilogram," ujar Mendag. Kemendag, katanya, sudah menghapus pajak ekspor yang dibebankan kepada pengusaha sawit.
"Baik mitra maupun non-mitra perusahaan, harganya (TBS) harus di atas Rp 2.000 per kilogram. Jika tidak berani, boleh protes, jangan jual TBS-nya," kata Mendag.
Diketahui sebelumnya dari informasi yang didapat, Mendag dijadwalkan tiba di Bandara Sultan Thaha Saifuddin Jambi pada pukul 10.00 WIB dan disambut langsung Gubernur Jambi, Al Haris.
Ada beberapa agenda kunjungan Mendag ke Jambi yakni peninjauan Pasar Angsoduo Jambi, peletakan batu pertama PT Nusantara Green Energy di Simpang Jelutih, Kabupaten Batanghari.
Selain itu Mendag Zulkifli Hasan juga dijadwalkan akan melakukan kunjungan ke Pabrik Minyak Goreng PT Kurnia Tunggal di Muarojambi. Mendag rencananya hanya melakukan kunjungan selama satu hari di Jambi dan akan kembali ke Jakarta sore nanti.
Dongkrak Harga TBS ke Rp 2.000, Ekspor Sawit Harus Naik 200 Persen
Ketua Tim Peneliti Lembaga Penyelidikan ekonomi dan masyarakat FEB UI Eugenia Mardanugraha, menyebut peningkatan ekspor sawit merupakan kunci utama untuk meningkatkan harga TBS.
“Untuk mencapai harga TBS yang diharapkan petani sekitar Rp 2000, maka diperlukan peningkatan ekspor minimal 200 persen dari tingkat ekspor saat ini (April 2022),” kata Eugenia, dalam Diskusi Virtual : Dampak Kebijakan Pengendalian Harga Goreng Bagi Petani Swadaya, Senin (1/8/2022).
Menurutnya, Indonesia memiliki kemampuan untuk melakukan hal ini, mengingat ekspor tertinggi pada Bulan Agustus 2021 sebesar 4,22 juta ton.
Selain itu, hambatan-hambatan dalam melakukan ekspor juga harus dikurangi atau bahkan dihilangkan. Regulasi dan perpajakan ekspor sawit saat ini terlalu banyak, yaitu Bea Keluar, pungutan Ekspor, Domestic Market Obligation (DMO), Domestic Price Obligation (DPO), Persetujuan Ekspor, dan Flush Out, sehingga perlu dikurangi, bahkan dihapuskan.
“Pungutan Ekspor tidak diberlakukan dan Bea Keluar perlu disederhanakan untuk memperlancar ekspor sampai harga TBS mencapai tingkat yang sesuai harapan petani swadaya,” ujarnya.
Menurutnya, diperlukan berbagai upaya untuk dapat meningkatkan ekspor. Berbagai hambatan ekspor harus dihilangkan, perusahaan diberikan insentif untuk melakukan ekspor sawit.
Saat ini biaya-biaya untuk melakukan ekspor CPO masih sangat tinggi. Semakin tinggi harga CPO, semakin berat biaya yang harus ditanggung oleh eksportir CPO.
Kenaikan harga CPO seharusnya memberikan insentif bagi pelaku usaha untuk memperbesar volume ekspor. Sayangnya pemerintah menetapkan biaya yang bertingkat sesuai dengan kenaikan harga.
Pemerintah menggunakan harga referensi untuk menetapkan bea keluar dan pungutan ekspor berdasarkan harga Internasional (peraturan Menteri perdagangan RI Nomor 26/M-DAG/PER/9/2011 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor atas Turunan Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar).
Advertisement