Jokowi Perintahkan Inflasi di Bawah 3 Persen, Bagaimana Caranya?

Jokowi menceritakan hasil kunjungannya ke Merauke beberapa waktu lalu. Di sana, ia mendapati stok beras melimpah dengan harga relatif murah, di kisaran Rp 6.000 per kg.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 18 Agu 2022, 13:00 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2022, 13:00 WIB
FOTO: Inflasi Indonesia Diklaim Terendah di Dunia
Aktivitas perdagangan di Pasar Senin, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengklaim inflasi Indonesia menjadi yang paling rendah dibandingkan negara lain. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta segenap jajarannya untuk mengendalikan laju inflasi hingga di bawah 3 persen. Adapun angka inflasi terakhir Indonesia per Juli 2022 sudah menyentuh 4,94 persen secara tahunan atau year on year (YoY).

Menurut Jokowi, itu bukan tidak mungkin dilakukan bila pemerintah pusat dan daerah bekerja sungguh-sungguh mengendalikan harga komoditas.

"Saya meyakini, kalau kerjasama yang saya sampaikan, bupati, gubernur, walikota, TPIP, TPID semuanya bekerja, (persoalan) rampung, selesai untuk mengembalikan lagi angka di bawah 3. Wong kita barangnya juga ada kok," seru Jokowi dalam Rakornas Pengendalian Inflasi 2022, Kamis (18/8/2022).

RI 1 lantas mendorong seluruh gubernur, bupati dan walikota untuk betul-betul mau bekerjasama dengan tim tim pengendalian inflasi pusat (TPIP) dan daerah (TPID).

"Tanyakan, di daerah kita apa yang harganya naik yang menyebabkan inflasi. Bisa saja beras, bisa. Bisa saja bawang merah, cabai, dicek. Tim pengendali pusat cek, daerah mana yang punya pasokan cabai atau beras yang melimpah, ini harus disambungkan," desaknya.

Jokowi lalu menceritakan hasil kunjungannya ke Merauke beberapa waktu lalu. Di sana, ia mendapati stok beras melimpah dengan harga relatif murah, di kisaran Rp 6.000 per kg.

"Ada daerah lain yang kekurangan beras, kenapa enggak ngambil ke Merauke yang harganya masih murah. Problemnya transportasi mahal," ujar Jokowi.

Mengatasi hal itu, ia mengarahkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian agar anggaran tak terduga bisa digunakan untuk menutup biaya transportasi bagi komoditas pokok yang jadi konsumsi masyarakat.

"Saya sudah perintahkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk mengeluarkan, entah surat keputusan entah surat edaran, yang menyatakan bahwa anggaran tidak terduga bisa digunakan untuk menyelesaikan inflasi di daerah. Gunakan untuk menutup biaya transport, biaya distribusi," ungkapnya.

Dia tak ingin Indonesia harus berhadapan dengan momok inflasi meroket seperti dirasakan banyak negara dunia saat ini. Oleh karenanya, ia meminta TPIP dan TPID mengerti barang-barang mana saja yang potensi jadi masalah untuk laju inflasi.

"Coba lihat sekarang, inflasi kita sekarang di angka 4,94 persen. Lihat negara-negara lain, tinggi banget, di atas 5 persen. Ada yang sudah di angka 79 persen. Uni Eropa sudah 8,9 persen, Amerika sudah 9,1 persen kemarin turun 8,5 persen, bukan sesuatu yang mudah. Ini jadi momok semua negara," tegasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Siap-Siap, Ketua MPR Sebut Inflasi Indonesia Bisa Sentuh 12 Persen

FOTO: Inflasi Indonesia Diklaim Terendah di Dunia
Aktivitas perdagangan di Pasar Senin, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Inflasi Indonesia disebut masih termasuk paling rendah di dunia, karena ada 20 negara lebih yang memboikot, tidak boleh jual pangannya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta pemerintah waspada akan fenomena Hiperinflasi di 2022. Alasannya, ada prediksi yang menyebutkan angka inflasi Indonesia bisa tembus 12 persen pada September 2022.

"Pada September 2022, kita diprediksi akan menghadapi ancaman hiperinflasi, dengan angka inflasi pada kisaran 10 hingga 12 persen," katanya ujarnya dalam pembukaan sidang tahunan MPR RI di Jakarta, Selasa (16/8/2022).

Hiperinflasi ini disebabkan kenaikan harga minyak mentah dunia imbas ketegangan geopolitik dunia terutama perang antara Rusia dengan Ukraina.

Badan Pusat Statistik mencatat, bahwa per Juli 2022, laju inflasi Indonesia berada di level 4,94 persen secara tahunan (year on year/yoy). Sedangkan, pada bulan Agustus diprediksi akan meningkat pada kisaran 5 hingga 6 persen.

Bamsoet melanjutkan, inflasi dapat menjadi ancaman serius bagi pemulihan ekonomi nasional. Sebab, laju kenaikan inflasi disertai dengan lonjakan harga pangan dan energi yang akan membebani daya beli masyarakat, yang baru saja bangkit dari pademi Covid-19.

Bamsoet mencatat, lonjakan harga minyak dunia pada awal April 2022 mencapai USD 98 per barel. Angka ini jauh melebihi asumsi APBN 2022 sebesar USD 63 per barel.

Menurutnya, kenaikan harga minyak yang terlalu tinggi, tentunya akan menyulitkan Indonesia dalam mengupayakan tambahan subsidi, untuk meredam tekanan inflasi. Alhasil, beban subsidi pemerintah untuk BBM, Pertalite, Solar, dan LPG, sudah mencapai Rp 502 triliun.

"Tidak ada negara yang memberikan subsidi sebesar itu," ujarnya.

Untuk itu, kondisi fiskal dan moneter Indonesia perlu menjadi perhatian serius pemerintah. Hal ini guna menghadapi potensi krisis global.

Di sektor fiskal, tantangan yang harus dihadapi adalah normalisasi defisit anggaran, menjaga proporsi utang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto, dan keberlanjutan pembiayaan infrastruktur.

Dari segi moneter, tantangan terbesar adalah mengendalikan laju inflasi, menjaga cadangan devisa dan stabilitas nilai tukar rupiah.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Sri Mulyani: Yang Perlu Kita Waspadai Inflasi

FOTO: Inflasi Indonesia Diklaim Terendah di Dunia
Aktivitas perdagangan di Pasar Senin, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Konflik Rusia dan Ukraina menambah melambungkan harga pangan dunia, namun inflasi Indonesia paling rendah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan pemerintah perlu mewaspadai kenaikan inflasi di dalam negeri. Utamanya inflasi yang didorong kenaikan harga pangan dan harga energi yang ditetapkan pemerintah.

"Yang perlu kita waspadai dari Indonesia adalah inflasi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, APBN KiTa, Jakarta Pusat, Kamis (11/8).

Bendahara negara ini menuturkan saat ini inflasi yang disebabkan harga pangan telah mencapai 11,5 persen. Padahal dari sisi fiskal, pemerintah telah berupaya untuk menekan laju inflasi pangan.

"Melalui kebijakan subsidi dan juga dari sisi makanan dilakukan langkah-langkah dari pemerintah untuk mengamankan sektor pangan," kata dia.

Sementara itu inflasi dari harga yang telah ditetapkan pemerintah tidak bisa lagi dikendalikan. Meskipun harga BBM pertalite, solar, LPG 3 kilogram dan listrik masih ditahan, namun hal ini tidak bisa menghindarkan terjadinya kenaikan inflasi.

Sektor transportasi seperti tiket pesawat tetap mengalami kenaikan. "Sehingga ini terlihat dari inflasi pada sisi administered price di 6,5 persen," kata dia.

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik
Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya