Tes Covid-19 Jadi Bisnis Paling Cuan di China selama Pandemi

Produsen dan layanan tes Covid-19 di China melaporkan pendapatan yang tinggi ketika kebijakan di negara itu memberlakukan aturan wajib tes Covid-19 untuk meredam wabah baru.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 08 Sep 2022, 16:20 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2022, 16:20 WIB
China Kembali Lakukan Lockdown, Warga Dilarang Lakukan Perjalanan Domestik
Warga mengenakan masker mengantre untuk mengambil swab tenggorokan COVID-19 secara rutin di tempat pengujian virus corona di Beijing, Selasa (6/9/2022). kebijakan lockdown ini diharapkan dapat mencegah penyebaran virus COVID-19 di ibu kota Tiongkok tersebut. (AP Photo/Andy Wong)

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan nol-Covid-19 di China telah menghambat aktivitas ekonomi negara itu, tetapi telah memberikan keuntungan bagi produsen dan layanan tes Covid-19.

Dua belas perusahaan pengujian Covid-19 ternama di China baru-baru ini membukukan peningkatan besar dalam pendapatan dan laba bersih untuk paruh pertama tahun ini.

Dilansir dari CNN Business, Kamis (8/9/2022) pemasok alat tes Covid-19 Andon Health, melaporkan laba bersih hingga 27,728 persen dalam enam bulan pertama tahun 2022, mencapai USD 2,2 miliar atau setara Rp.

Itu adalah peningkatan terbesar yang dicatat oleh perusahaan yang terdaftar di China.

Sementara pendapatan Ando Health melonjak 3,989 persen.

Ando Health tidak hanya mendapat keuntungan dari kebijakan tes Covid-19 di China, tetapi juga dari permintaan besar di Amerika Serikat, karena iHealth Lab-nya baru-baru ini mendapatkan kepercayaan dari pemerintah AS untuk memasok tes cepat antigen.

Selain Ando Health, Assure Tech, sebuah perusahaan diagnostik yang berbasis di Hangzhou juga membukukan peningkatan laba bersih 1,324 persen karena permintaan yang kuat di pasar global.

Sedangkan produses alat tes lainnya mencatat kenaikan laba bersih dari 55 persen menjadi 376 persen untuk enam bulan pertama tahun ini.

Seperti diketahui, lockdown yang berkepanjangan hingga pembatasan terkait Covid-19 yang ketat telah memicu penurunan pada ekonomi China. PDB China hanya tumbuh 0,4 persen di kuartal kedua 2022, menandai laju paling lambat dalam lebih dari dua tahun.

Sejumlah bank investasi ternama telah memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi China selama setahun menjadi 3 persen atau di bawah, jauh lebih rendah dari target resmi 5,5 persen yang ditetapkan negara itu awal tahun ini.

Covid-19 Hambat Ekonomi China, Perusahaan Kakap Alibaba dan Tencent Perketat Pinggang

Virus Corona Mewabah, Kota Markas Alibaba Sepi Aktivitas
Seorang wanita berlari di depan kantor pusat Alibaba di Kota Hangzhou, Provinsi Zhejiang, China, Rabu (5/2/2020). Pemerintah Hangzhou memberlakukan pembatasan pergerakan bagi warganya menyusul mewabahnya virus corona. (NOEL CELIS/AFP)

Perusahaan e-commerce terbesar di China, Alibaba dan media sosial Tencent merasakan efek dari perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh wabah terbaru Covid-19 di China, yang berdampak pada belanja konsumen hingga anggaran iklan.

Kedua perusahaan besar itu melaporkan perlambatan pendapatan untuk pertama kalinya di kuartal kedua 2022. 

Dilansir dari CNBC International, Senin (22/8/2022) Tencent membukukan penurunan pendapatan kuartalan year-on-year untuk pertama kalinya.

Karena pendapatan tetap berada di bawah tekanan, baik Alibaba maupun Tencent disebut lebih disiplin saat ini dalam pendekatan mereka terhadap pengeluaran.

"Selama kuartal kedua, kami secara aktif keluar dari bisnis non-inti, memperketat pengeluaran pemasaran kami, dan memangkas biaya operasional," ungkap CEO Tencent Ma Huateng kepada analis.

"Ini memungkinkan kami untuk meningkatkan pendapatan secara berurutan meskipun dalam kondisi yang sulit," jelasnya. 

Adapun Presiden Tencent Martin Lau yang mengatakan bahwa perusahaannya keluar dari bisnis non-inti seperti pendidikan online, e-commerce, dan game dari layanan streaming langsung.

Perusahaan juga memperketat pengeluaran pemasaran dan mengurangi area investasi yang rendah seperti akuisisi pengguna. Beban penjualan dan pemasaran Tencent turun 21 persen YoY di kuartal kedua.

Jumlah karyawan perusahaan yang berkantor pusat di Shenzhen juga turun hingga 5.000 personel dibandingkan kuartal pertama.

Sementara itu, Chief strategy officer di Tencent yakni James Mitchell meyakini bahwa dengan inisiatif ini ditambah investasi di area baru, perusahaan dapat "mengembalikan bisnis ke pertumbuhan pendapatan year-on-year, bahkan jika lingkungan makro tetap seperti sekarang ini dan bahkan jika pertumbuhan pendapatan tetap datar".

Alibaba Potong Biaya Pengeluaran

Kantor Alibaba Group di Hangzhou, Tiongkok.
Kantor Alibaba Group di Hangzhou, Tiongkok. (Liputan6.com/Sunariyah)

Sementara itu Alibaba juga melakukan pemotongan biaya pengeluaran awal tahun ini, ketika penyebaran Covid-19 masih menghantui China.

"Pada kuartal mendatang dan sisa tahun fiskal ini, kami akan terus mengejar strategi optimalisasi biaya dan pengendalian biaya," ungkap Toby Xu, chief financial officer di Alibaba, selama pembicaraan soal pendapatan perusahaan bulan ini.

Toby Xu juga mengatakan raksasa e-commerce China itu telah berupaya memperkecil kerugian di beberapa bisnis strategisnya.

Profesor hukum di New York University, Winston Ma mengatakan kepada CNBC melalui pesan email bahwa Alibaba dan Tencent perlu mengambil tindakan penyeimbangan yang rumit untuk meyakinkan investor bahwa meskipun biaya sedang dipotong, mereka masih berinvestasi di masa depan.

"Bagi mereka untuk kembali ke jalur pertumbuhan pendapatan, optimalisasi biaya saja tidak cukup. Mereka perlu menemukan pendorong pertumbuhan baru," ucap Winston Ma.

Alibaba telah berfokus untuk meningkatkan bisnis komputasi awannya, sebuah area yang diyakini oleh para eksekutif dan investor sebagai kunci untuk profitabilitas yang lebih baik di perusahaan di masa depan.

Cloud pun menjadi area dengan pertumbuhan pendapatan tercepat di Alibaba pada kuartal kedua 2022.

Sementara itu, Tencent berbicara tentang potensi iklan dalam fitur video pendek WeChat untuk menjadi sumber pendapatan "substansial" di masa depan. Diketahui bahwa Tencent menjalankan WeChat, aplikasi perpesanan terbesar di China dengan lebih dari satu miliar pengguna.

Meski Ada Covid-19, JD.com Masih Cuan di China

Jelang festival belanja Singles Day di Beijing
Pekerja menyortir paket untuk pengiriman menjelang festival belanja Singles' Day yang jatuh pada 11 November, di gudang JD.com di Beijing, Selasa (9/11/2021). Hari belanja online nasional (Harbolnas) atau single day di China menjadi festival belanja online terbesar di dunia. (Giok GAO / AFP)

Perusahaan e-commerce JD.com mencatat pertumbuhan pendapatan yang lebih tinggi dari perkiraan, meski pembatasan Covid-19 masih menghantui ekonomi di China.

JD.com mendapat dorongan dari profitabilitas yang lebih baik di divisi bisnis ritel dan logistik utamanya, dibantu oleh naiknya permintaan saat festival belanja tahunan 618 yang berlangsung di China pada bulan Juni.

Dilansir dari CNBC International, Rabu (24/8/2022) JD.com mencatat pendapatan senilai 267,6 miliar yuan atau setara Rp 579,2 triliun, melampaui perkiraan 262,3 miliar yuan, atau naik 5,4 persen Yoy.

Sebagian besar pendapatan JD.com didapatkan dari segmen ritel. Divisi ini menghasilkan pendapatan 241,5 miliar yuan (Rp 522,7 triliun) pada kuartal kedua, naik hampir 4 persen.

Laba operasional untuk bisnis ritel JD.com juga naik 36 persen YoY menjadi 8,17 miliar yuan (Rp 17,6 triliun).

"Kami senang mencatat pertumbuhan yang melampaui industri selama periode yang menantang, serta profitabilitas dan arus kas yang sehat," kata Sandy Xu, kepala keuangan JD.com dalam siaran pers.

"Penekanan kami pada disiplin keuangan dan efisiensi operasional telah memungkinkan kami untuk kembali kepada pemegang saham dalam bentuk pembelian kembali saham serta dividen tunai khusus yang diterbitkan selama kuartal tersebut. Kami akan terus fokus untuk menghasilkan pengembalian pemegang saham yang kuat sambil mempertahankan komitmen kami untuk berinvestasi. untuk jangka panjang," jelasnya. 

Sebelumnya, pada Juni 2022, JD.com melaporkan bahwa total volume transaksi di seluruh platformnya selama periode promosi berjumlah 379,3 miliar yuan.

Adapun divisi logistik JD.com yang juga melihat peningkatan pendapatan hingga 20 persen pada kuartal kedua menjadi 31,2 miliar yuan (Rp 67,5 triliun).

Infografis Seberapa Sering Harus Ikuti Tes Covid-19? (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Seberapa Sering Harus Ikuti Tes Covid-19? (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya