Ketika Kebijakan Ketat Covid-19 Membebani Keuangan Kota-kota di China

Pengetatan pembatasan Covid-19 di China semakin menguras biaya yang besar bagi pemerintah tingkat daerah di China.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 19 Sep 2022, 10:15 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2022, 10:15 WIB
FOTO: Shanghai Akan Kembali Dibuka
Para komuter yang mengenakan masker menunggu di persimpangan kawasan pusat bisnis di Beijing, China, Selasa (31/5/2022). Otoritas Shanghai mengatakan mereka akan mengambil beberapa langkah besar pada Rabu untuk membuka kembali kota terbesar di China setelah dua bulan penguncian COVID-19. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Liputan6.com, Jakarta - Pengetatan pembatasan terkait Covid-19 di China disebut sebut menguras biaya yang besar bagi pemerintah lokal, menimbulkan ancaman baru bagi ekonomi dan investor obligasi.

Dilansir dari Bloomberg, Senin (19/9/2022) Provinsi Jilin di China telah memperingatkan masalah yang semakin terlihat antara pengeluaran dan pendapatan.

Departemen keuangan provinsi Jilin dalam laporan pelaksanaan anggaran semester pertamanya mengungkapkan, keuangan di hampir setengah dari 60 pemerintah tingkat daerah dan distrik sangat ketat sehingga mereka terkena "risiko operasional."

31 wilayah provinsi di China, kecuali Shanghai, mencatat defisit dalam tujuh bulan pertama tahun ini.

Pejabat kesehatan China bulan ini mengumumkan serangkaian tindakan yang akan dilakukan hingga akhir Oktober, termasuk meminta masing-masing pemerintah daerah untuk menggelar tes Covid-19 secara rutin, terlepas dari tingkat infeksi. 

Adapun lockdown yang diberlakukan di berbagai kota, salah satunya di Chengdu, kota terbesar keenam di China dengan 21 juta penduduk.

Kondisi ini membuat pemerintah kota di China berusaha memotong pengeluaran sebisa mungkin. Pegawai pemerintah di wilayah pesisir mengalami pemotongan pendapatan karena bonus dan subsidi dihapus, menurut laporan media lokal.

Ditambah lagi, perusahaan tes Covid-19 juga tengah kesulitan menerima pembayaran dari layanan, dengan beberapa memperingatkan meningkatnya risiko kredit macet.

"Jika pendapatan fiskal tidak dapat pulih pada paruh kedua tahun ini, pengeluaran harus dikurangi karena defisit anggaran tidak dapat dilampaui," kata Ding Shuang, kepala ekonom untuk China dan Asia Utara di Standard Chartered Plc.

"Pengeluaran fiskal yang lebih lambat daripada paruh pertama tahun ini tentu akan menjadi hambatan bagi perekonomian," ungkapnya.

 

Pengeluaran yang Besar Hingga Pemotongan Bonus Gaji Pejabat

Penduduk di Kota Chengdu Tes COVID-19
Mahasiswa mengantre menjalani tes asam nukleat di Universitas Xihua di Distrik Pidu di Chengdu, China (11/12/2020). Menurut kantor pusat pencegahan dan pengendalian COVID-19 di distrik tersebut, pengujian yang biayanya ditanggung pemerintah distrik ini dimulai pukul 18.00 waktu setempat. (Xinhua)

Distrik Changtai di kota Zhangzhou, provinsi Fujian, China telah menghabiskan dana sebesar 32 juta yuan atau USD 4,6 juta untuk tindakan Covid-19 pada paruh pertama tahun 2022. 

Biaya itu bahkan lebih mahal dari yang dianggarkan pada awal tahun. 

Untuk memotong pengeluaran di daerah lain, distrik Changtai juga berhenti memberikan beberapa bonus kepada pejabat, menurut pernyataan distrik.

Penerimaan pajak juga terhimpit. Provinsi-provinsi di China diminta menyediakan pemotongan pajak dan potongan harga sebesar 2,6 triliun yuan tahun ini untuk membantu perusahaan pulih dari dampak Covid-19.

Sekitar 90 persen dari keringanan pajak dibagikan pada paruh pertama tahun ini, menurut perhitungan Bloomberg berdasarkan data dari Kementerian Keuangan China. 

Saat China dan Lembaga Riset Tak Sepaham Soal Lockdown Covid-19 Bikin Pusat Belanja Kosong

China Buka Kembali Bangunan Ikonis di Shanghai
Suasana sekitar Shanghai Oriental Pearl Tower di Shanghai, China, Kamis (12/3/2020). Shanghai Oriental Pearl Tower, Shanghai Jinmao Tower, dan Shanghai Tower kembali dibuka setelah sebelumnya ditutup karena virus corona COVID-19. (Xinhua/Ding Ting)

Sebuah laporan dari perusahaan riset real estat China, China Real Estate Information Corp (CRIC) menjadi sorotan, yang menunjukkan tingkat kekosongan di mal-mal atau pusat perbelanjaan di Kota Shanghai melonjak ke tingkat yang mengkhawatirkan karena kebijakan nol-Covid-19.

Dilansir dari CNN Business, Rabu (14/9/2022) laporan itu menyebut, sebanyak 34 persen toko di mal distrik keuangan Lujiazui Shanghai tutup.

Selain itu, disebutkan juga bahwa rata-rata 9 persen toko di 20 mal utama Shanghai sudah ditutup sejak dampak lockdown Covid-19 memburuk pada kuartal II 2022. Namun, pihak berwenang Shanghai membantah hasil riset itu.

Shanghai Observer, sebuah situs web yang dijalankan oleh surat kabar resmi pemerintah, mengatakan metodologi yang digunakan oleh CRIC bertentangan dengan praktik industri.

Menurut statistik yang dikaitkan dengan perusahaan layanan real estat komersial global, yakni CBRE Group, rata-rata tingkat kekosongan di mal-mal di Shanghai hanya 6,7 persen-8,2 persen selama tiga tahun terakhir.

Shanghai Observer juga menegur beberapa media yang memberitakan laporan CRIC tersebut karena dianggap 'melebih-lebihkan kebenaran' dan 'mengambil angka di luar konteks'.

Seperti diketahui, Shanghai berada di bawah lockdown ketat selama dua bulan awal tahun ini, dan terus menghadapi pembatasan di beberapa wilayahnya yang melihat kemunculan kasus baru Covid-19. 

Dalam beberapa pekan terakhir, pemerintah China telah secara signifikan memperketat pembatasan Covid-19 untuk menahan penyebaran varian Omicron yang sangat menular.

Tetapi pembatasan tersebut menghambat aktivitas ekonomi, dan sejumlah analis memperkirakan pertumbuhan ekonomi China hanya akan berada di angkan 3 persen tahun ini.

Infografis 8 Benda di Rumah Wajib Dibersihkan Cegah Penyebaran Covid-19. (Liputan6.com/Niman)
Infografis 8 Benda di Rumah Wajib Dibersihkan Cegah Penyebaran Covid-19. (Liputan6.com/Niman)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya