Liputan6.com, Jakarta - Anak muda di China mulai mengubah gaya hidup mereka menjadi serba hemat untuk menyesuaikan situasi ekonomi yang terdampak pandemi covid-19.
Seperti diketahui, kebijakan nol-Covid-19 di China, termasuk lockdown ketat, pembatasan perjalanan, dan aturan tes massal, telah berdampak besar pada aktivitas ekonomi negara itu.
Baca Juga
Kini, banyak anak muda berusia 20 hingga 30 tahun di China memotong pengeluaran dan menyimpan uang sebisa mungkin, ketika lockdown Covid-19 mendorong angka pengangguran anak muda serta pasar properti yang goyah.
Advertisement
Salah satu warga yang melakukan perubahan gaya hidup itu adalah Doris Fu.
Perempuan berusia 39 tahun yang bekerja sebagai konsultan pemasaran di Shanghai itu mengungkapkan mulai mengurangi bepergian ke salon dan membeli kopi di Strabucks, juga membeli kosmetik dengan harga murah guna berhemat.
Saya tidak lagi memiliki manikur, saya tidak menata rambut saya lagi. Saya telah pergi ke China untuk semua kosmetik saya," kata Doris Fu, seperti dikutip dari The Straits Times, Selasa (20/9/2022).
"Sebelumnya saya menonton dua film setiap bulan, tetapi saya belum pernah ke bioskop lagi sejak pandemi," ungkapnya.
Survei triwulanan terbaru oleh People's Bank of China (PBOC), bank sentral China menunjukkan hampir 60 persen 60 persen orang sekarang cenderung untuk menabung lebih banyak, daripada mengkonsumsi atau berinvestasi.
Tiga tahun lalu, angka itu baru mencapai 45 persen.
Selain itu, rumah tangga di China secara keseluruhan menambah tabungan hingga 10,8 triliun yuan dalam delapan bulan pertama tahun ini, naik dari 6,4 triliun yuan pada periode yang sama tahun lalu.
Tren Gaya Hidup Hemat di Tengah Pandemi jadi Inspirasi Konten bagi Influencer China
Baru-baru ini, tren gaya hidup hemat di China diperkuat oleh influencer media sosial yang menggembar-gemborkan gaya hidup berbiaya rendah dan berbagi tips menghemat uang.
Seorang perempuan berusia 20-an di kota Hangzhou, telah memperoleh ratusan ribu pengikut dengan postingan lebih dari 100 video tentang cara membuat makan malam dengan biaya 10 yuan di aplikasi gaya hidup Xiaohongshu dan situs streaming Bilibili.
Salah satu tren gaya hidup hemat yang menjadi sorotan lainnya adalah "tantangan hemat 1.600 yuan per bulan di Shanghai, salah satu kota paling mahal di China.
Padahal, belanja konsumen menyumbang lebih dari setengah produk domestik bruto China.
"Kami telah memetakan perilaku konsumen di sini selama 16 tahun, dan selama itu, ini adalah yang paling mengkhawatirkan yang saya lihat dari konsumen muda," kata Benjamin Cavender, direktur pelaksana China Market Research Group.
Selain menurunnya konsumsi, China juga menghadapi pengangguran di antara anak muda berusia 16 hingga 24 tahun yang mencapai 19 persen, setelah rekor 20 persen pada Juli 2022, menurut data pemerintah.
Beberapa anak muda di sektor ritel dan e-commerce terpaksa melakukan pemotongan gaji, menurut dua survei industri.
Advertisement
Ketika Kebijakan Ketat Covid-19 Membebani Keuangan Kota-kota di China
Pengetatan pembatasan terkait Covid-19 di China disebut sebut menguras biaya yang besar bagi pemerintah lokal, menimbulkan ancaman baru bagi ekonomi dan investor obligasi.
Dilansir dari Bloomberg, Senin (19/9/2022) Provinsi Jilin di China telah memperingatkan masalah yang semakin terlihat antara pengeluaran dan pendapatan.
Departemen keuangan provinsi Jilin dalam laporan pelaksanaan anggaran semester pertamanya mengungkapkan, keuangan di hampir setengah dari 60 pemerintah tingkat daerah dan distrik sangat ketat sehingga mereka terkena "risiko operasional."
31 wilayah provinsi di China, kecuali Shanghai, mencatat defisit dalam tujuh bulan pertama tahun ini.
Pejabat kesehatan China bulan ini mengumumkan serangkaian tindakan yang akan dilakukan hingga akhir Oktober, termasuk meminta masing-masing pemerintah daerah untuk menggelar tes Covid-19 secara rutin, terlepas dari tingkat infeksi.
Adapun lockdown yang diberlakukan di berbagai kota, salah satunya di Chengdu, kota terbesar keenam di China dengan 21 juta penduduk.
Kondisi ini membuat pemerintah kota di China berusaha memotong pengeluaran sebisa mungkin. Pegawai pemerintah di wilayah pesisir mengalami pemotongan pendapatan karena bonus dan subsidi dihapus, menurut laporan media lokal.
Ditambah lagi, perusahaan tes Covid-19 juga tengah kesulitan menerima pembayaran dari layanan, dengan beberapa memperingatkan meningkatnya risiko kredit macet.
"Jika pendapatan fiskal tidak dapat pulih pada paruh kedua tahun ini, pengeluaran harus dikurangi karena defisit anggaran tidak dapat dilampaui," kata Ding Shuang, kepala ekonom untuk China dan Asia Utara di Standard Chartered Plc.
"Pengeluaran fiskal yang lebih lambat daripada paruh pertama tahun ini tentu akan menjadi hambatan bagi perekonomian," ungkapnya.
Pengeluaran yang Besar Hingga Pemotongan Bonus Gaji Pejabat
Distrik Changtai di kota Zhangzhou, provinsi Fujian, China telah menghabiskan dana sebesar 32 juta yuan atau USD 4,6 juta untuk tindakan Covid-19 pada paruh pertama tahun 2022.
Biaya itu bahkan lebih mahal dari yang dianggarkan pada awal tahun.
Untuk memotong pengeluaran di daerah lain, distrik Changtai juga berhenti memberikan beberapa bonus kepada pejabat, menurut pernyataan distrik.
Penerimaan pajak juga terhimpit. Provinsi-provinsi di China diminta menyediakan pemotongan pajak dan potongan harga sebesar 2,6 triliun yuan tahun ini untuk membantu perusahaan pulih dari dampak Covid-19.
Sekitar 90 persen dari keringanan pajak dibagikan pada paruh pertama tahun ini, menurut perhitungan Bloomberg berdasarkan data dari Kementerian Keuangan China.
Advertisement