PLN Gandeng Jepang dan China untuk Studi Teknologi EBT

PT PLN (Persero) menjalin kolaborasi lintas negara dengan Jepang dan China untuk mendorong potensi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 26 Sep 2022, 16:50 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2022, 16:50 WIB
PT PLN (Persero) menjalin kolaborasi lintas negara dengan Jepang dan China untuk mendorong potensi energi baru terbarukan (EBT)
PT PLN (Persero) menjalin kolaborasi lintas negara dengan Jepang dan China untuk mendorong potensi energi baru terbarukan (EBT)

Liputan6.com, Jakarta PT PLN (Persero) menjalin kolaborasi lintas negara dengan Jepang dan China untuk mendorong potensi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia melalui studi teknologi.

Kerja sama pengembangan EBT tersebut ditandai dengan penandatanganan beberapa nota kesepahaman (MoU) antara PLN dengan Japan International Cooperation Agency (JICA), Kyudenko Corporation, serta dengan China Renewable Energy Engineering Institute (CREEI) terkait teknologi rendah karbon.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, pihaknya membuka kolaborasi seluas-luasnya guna menghadapi krisis energi dan perubahan iklim.

Ia menjelaskan, aliansi strategis mutlak diperlukan guna membangun kapasitas energi nasional demi mengembangkan teknologi pembangkit listrik yang ramah lingkungan.

"Menuju net zero emission 2060, diperlukan teknologi yang dapat menggantikan pembangkit fosil untuk memikul beban dasar maupun menunjang stabilitas sistem, termasuk suplai listrik untuk daerah remote atau kepulauan. Kajian mendalam akan dilakukan PLN pada manajemen sistem energi di remote area," jelas Darmawan dalam keterangan tertulis, Senin (26/9/2022).

Darmawan optimistis kerjasama dalam pengembangan EBT di daerah terisolir ini penting untuk masa depan. "Diharapkan hasil kajiannya dapat memberikan gambaran dan model rencana peningkatan bauran EBT di daerah yang terisolir hingga 100 persen," imbuhnya.

 

Komitmen Pemerintah

Pemanfaatan Tenaga Surya Sebagai Sumber Energi Listrik Alternatif
Teknisi mengecek panel pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atap Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (6/8/2019). PLTS atap ini bertujuan menghemat pemakaian listrik konvensional sekaligus menjadi energi cadangan saat listrik padam. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Harris Yahya, menambahkan pemerintah telah berkomitmen melakukan transisi energi secara bertahap sampai 2060.

Artinya, dalam beberapa tahun ke depan pembangkit listrik berbasis fosil tidak akan ada lagi, untuk itu perlu segera dipikirkan penggantinya.

"Saat ini kapasitas EBT kita sekitar 8,5 GW, itu belum memaksimalkan potensi yang kita punya. Sehingga perlu kita breakdown lagi untuk pengembangan tenaga surya, geothermal, air, angin, hingga laut," terang Harris.

 

Detail Kerja Sama

Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTM) Madong
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTM) Madong

Adapun tiga kesepakatan kerjasama studi teknologi EBT meliputi:

1. PLN bersama JICA dan Kyudenko Corporation mengenai Studi Bersama 100 persen suplai listrik dari pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan di area remote.

2. PLN bersama CREEI mengenai Kerja sama dalam Program Dukungan Teknis untuk Teknologi Rendah Karbon dan Perlindungan Lingkungan dan Sosial.

3. PLN bersama Balai Besar Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan dan EBTKE mengenai Program Survey dan Studi Pembangkit Energi Baru Terbarukan.

Di sisi lain, PLN juga menjalin kontrak bersama PT Haskoning Indonesia mengenai Layanan Konsultasi ESIA & LARAP Masang II-Hindropower.

Sebelumnya, berdasarkan Aide-mémoire AFD Energy Mission 26/11/2018 -30/11/2018, AFD mensyaratkan pekerjaan ESIA/LARAP untuk PLTA Masang II sebagai prasyarat pendanaan implementasi proyek.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya