Liputan6.com, Jakarta Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan terdapat sejumlah maladministrasi terkait penahanan produk impor hortikultura yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Belawan. Maladministrasi ini salah satunya dikarenakan perbedaan tafsir regulasi antar kementerian.
"Intinya kami melihat ada disharmonisasi regulasi dalam menafsirkan berbagai macam regulasi terkait RIPH (rekomendasi impor produk hortikultura) yang berdampak pada kerugian pelaku usaha," kata Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika melansir Antara di Jakarta, Senin (26/9/2022).
Berdasarkan hasil pemeriksaan oleh ORI berkat adanya laporan masyarakat terkait penahanan produk impor hortikultura tersebut, terdapat tiga hal yang menyebabkan hal tersebut dimulai dari disharmonisasi regulasi kebijakan Impor Produk Hortikultura.
Advertisement
Yeka menyebut Kementerian Perdagangan merespon ketentuan UU Cipta Kerja yang berkaitan dengan kebijakan impor hortikultura dengan menerbitkan Permendag 20/202 jo Permendag 25/2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Kebijakan Dan Pengaturan Impor.
Sementara Ombudsman menilai Kementerian Pertanian belum merespon ketentuan UU Cipta Kerja terkait impor hortikultura tersebut.
Dampak dari disharmonisasi peraturan ini, kata Yeka, mengakibatkan terjadinya perbedaan penafsiran dalam pelaksanaannya.
Yeka menjelaskan bahwa produk impor hortikultura yang ditahan merupakan legal dan memiliki Surat Persetujuan Impor (SPI) sejak Desember 2021 hingga April 2022.
Namun pihak Badan Karantina Pertanian Kementan yang menahan produk tersebut berdasarkan ketentuan Permentan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pengawasan RIPH yang terbit 18 Mei 2022.
Permentan tersebut mengatur produk hortikultura yang diizinkan untuk dikeluarkan oleh Badan Karantina Pertanian adalah setelah dilakukan uji laboratorium untuk memastikan keamanan pangan.
Â
Solusi Kementan
Kendati demikian, Yeka menjelaskan bahwa Kementerian Pertanian pada 22 September 2022 telah memberikan solusi bersyarat atas penahanan produk impor hortikultura tersebut dengan mengizinkan pelepasan produk impor hortikultura bagi importir yang sudah mengantongi SPI namun belum memiliki RIPH.
"Atas solusi itu Ombudsman menyampaikan apresiasi pada Kementerian Pertanian. Intinya akan sangat tidak elok bagi pemerintah ketika perbedaan tafsir ini merugikan pelaku usaha. Kita semua sepakat menyelesaikan masalah secepatnya, tanggal 22 sudah ada solusi yang disampaikan dari Kementan," kata Yeka.
Sebelumnya, pada 9 September 2022 Ombudsman menerima laporan masyarakat dari para pelaku usaha (importir), yang menyampaikan pengaduan dan keberatan atas penahanan produk impor hortikultura oleh Barantan Kementerian Pertanian.
Pelapor merupakan pelaku usaha yang mengimpor produk hortikultura seperti jeruk mandarin, lemon, anggur, cabai kering, dan lengkeng.
Yeka menerangkan bahwa telah terjadi kerugian yang diperkirakan hingga Rp 8 miliar dari seluruh produk impor hortikultura yang tertahan dengan mencapai Rp 30 miliar. Kerugian tersebut akibat biaya penumpukan dan listrik.
Â
Â
Â
Advertisement
Kronologi
Sebelumnya, pada 9 September 2022 Ombudsman menerima laporan masyarakat dari para pelaku usaha (importir), yang menyampaikan pengaduan dan keberatan atas penahanan produk impor hortikultura oleh Badan Karantina Pertanian dengan alasan tidak memiliki RIPH di Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Belawan.
Padahal mereka sudah memiliki SPI dari Kementerian Perdagangan. Pelapor merupakan pelaku usaha yang mengimpor produk hortikultura seperti jeruk mandarin, lemon, anggur, cabai kering, dan lengkeng.
Berdasarkan data yang diterima Ombudsman, hingga 20 September 2022 total kerugian importir diperkirakan mencapai Rp 10 miliar dan total nilai barang mencapai Rp 100 miliar dengan volume barang mencapai 400 peti kemas (kontainer).
Menindaklanjuti laporan masyarakat ini, Ombudsman juga telah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap Badan Karantina Pertanian (Barantan), Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian hingga pemeriksaan lapangan (sidak) ke Pelabuhan Tanjung Priok pada Senin (19/9/2022).