Liputan6.com, Jakarta - Data Mckinsey menunjukkan berbagai angka inflasi di seluruh dunia. Dari proyeksi pada akhir tahun lalu, kenaikan inflasi per Juni 2022 mencatatkan kenaikan dua kali lipat. Hal ini terjadi di hampir seluruh dunia.
Lithuania tercatat di urutan teratas sebagai negara yang mencatatkan kenaikan inflasi tertinggi, yakni sebesar 15,5 persen, disusul oleh Estonia sebesar 14,5 persen dan Latvia 13,5 persen. '
Baca Juga
Negara maju, salah satunya Inggris berada di urutan ke-13 untuk inflasi tertinggi. Namun, Indonesia berada di urutan kelima dengan kenaikan inflasi terendah, di sekitar 2-3 persen.
Advertisement
Mckinsey mencatat, Jepang menjadi negara dengan kenaikan inflasi terendah, di angka 2 persen, kemudian China di sekitar angka serupa. Urutan itu diikuti oleh Arab Saudi dan Swiss.
Sementara itu, Israel, Norwegia dan Korea Selatan tercatat dengan laju inflasi di kisaran 4 sampai 5 persen, sedangkan Denmark dan Prancis di laju 5 persen.
Namun, Indonesia tentu diharapkan agar tidak lengah dalam meredam risiko lonjakan inflasi di masa mendatang.
BPS merilis data realisasi inflasi Indonesia pada September 2022 tercatat sebesar 5,95 persen (YoY). Angka ini dinilai masih cukup terkendali dibandingkan inflasi di berbagai negara yang relatif tinggi.
Masih terkendalinya inflasi September ditopang oleh deflasi harga pangan bergejolak (Volatile Food) sebesar -0,79 persen (MtM) berkat upaya tambahan yang dilakukan Pemerintah seperti gerakan tanam pangan, operasi pasar dan subsidi ongkos angkut.
"Secara bulanan, inflasi September terutama disumbang oleh kenaikan harga bensin, tarif angkutan, dan solar. Namun demikian, tekanan inflasi masih bisa tertahan oleh penurunan harga aneka komoditas hortikultura seperti bawang merah dan aneka cabai”, ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dikutip Selasa (4/10/2022).
Inflasi Indonesia September 2022 Didorong Kenaikan Harga BBM
Secara bulanan inflasi September 2022 sebesar 1,17 persen (MtM) merupakan tertinggi sejak Desember 2014 sebesar 2,46 persen (MtM), di mana pada saat itu inflasi juga didorong dari penyesuaian harga bensin dan solar yang dilakukan pada 17 November 2014.
Berdasarkan komponen, inflasi harga diatur Pemerintah (Administered Prices) mengalami inflasi sebesar 6,18 persen (MtM) sehingga inflasi tahun kalendernya mencapai 11,99 persen (YtD) dan tingkat inflasi tahun ke tahun sebesar 13,28 persen (YoY). Bensin memberikan andil sebesar 0,89 persen sementara solar memberikan andil 0,03 persen.
Penyesuaian harga BBM tersebut juga mendorong adanya kenaikan harga pada berbagai tarif angkutan seperti tarif angkutan dalam kota (andil inflasi 0,09 persen), tarif angkutan antar kota (andil inflasi 0,03 persen), tarif angkutan roda 2 online (andil inflasi 0,02 persen) dan tarif angkutan roda 4 online (andil inflasi 0,01 persen).
"Inflasi tarif angkutan diperkirakan masih akan dirasakan pada bulan Oktober, melihat beberapa daerah belum melakukan penyesuaian tarif. Namun diharapkan dampaknya tidak akan terlalu besar, mempertimbangkan daerah mulai dapat menjalankan program pengendalian inflasi termasuk bantuan di sektor transportasi maupun logistik, dari penggunaan dana Belanja Tidak Terduga (BTT)
Advertisement
Ridwan Kamil Sisihkan APBD Jabar Rp 110 Miliar untuk Tekan Inflasi
Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp 110 miliar untuk menekan kenaikan inflasi. Penyisihan anggaran tersebut sebagai pemenuhan instruksi Presiden Joko Widodo terkait penanganan dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi pada awal September lalu.
"Kalau di Jabar sekitar Rp 110-an miliar," kata Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil saat ditemui di Hotel Holiday Inn Pasteur, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (3/10).
Emil panggilannya, mengatakan anggaran tersebut digunakan Pemprov untuk membiayai transportasi distribusi bahan pangan. Agar, harga bahan pangan yang didatangkan dari wilayah lain tidak mengalami kenaikan signifikan.
"Itu ada yang buat membiayai transportasi komoditi, biar kalau impor ikan atau telur itu enggak mahal," kata dia.
"Kita bayarin ongkosnya supaya harga ke pasar jadi lebih murah," sambungnya.
Selain untuk mensubsidi ongkos distribusi pangan, Pemprov Jabar juga memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk masyarakat miskin yang tidak mendapatkan jatah dari program pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Ini sebagai upaya pemerintah agar bantuan yang diterima masyarakat lebih luas pemanfaatannya.
"(Data penerima bansos) dipisahkan, jadi tidak ada redundant dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah," ungkap dia.
Adapun besaran BLT yang diberikan sekitar Rp 600.000 per penerima manfaat. Bantuan diberikan kepada nelayan, petani dan masyarakat yang belum mendapatkan bantuan dari pihak pemerintah.
"Kalau saya (Pemprov Jabar) mengisi yang belum-belumnya seperti nelayan, petani dan lain-lain," kata dia.