Ketua Komisioner LPS: Belum Banyak Lembaga Keuangan Dunia yang Aktif Dukung Ekonomi Hijau

LPS bersama IADI ( International Association of Deposit Insurers) menggelar seminar internasional di Westin Resort, Nusa Dua, Bali. Seminar ini bertujuan membuat terobosan dalam isu ekonomi hijau berkelanjutan.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 09 Nov 2022, 13:10 WIB
Diterbitkan 09 Nov 2022, 13:10 WIB
Purbaya Yudhi Sadewa
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menekankan mengenai pentingnya ekonomi hijau.

Liputan6.com, Jakarta - Sejauh ini hanya sejumlah kecil dari lembaga-lembaga pinjaman dunia yang aktif dalam mendukung penunjang ekonomi hijau.  Hal itu diungkapkan langsung oleh Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa, dalam konferensi pers terkait Seminar Internasional bersama IADI di Nusa Dua, Bali pada Rabu (9/11/2022). 

Seperti diketahui, LPS bersama IADI ( International Association of Deposit Insurers) menggelar seminar internasional yang mengumpulkan lembaga-lembaga pinjaman dari berbagai negara. 

Seminar yang diselenggarakan di Westin Resort, Nusa Dua, Bali ini bertujuan membuat terobosan dalam isu ekonomi hijau berkelanjutan pada lembaga-lembaga pinjaman dunia.

Purbaya pun menceritakan pengalamannya dua tahun lalu, ketika melakukan perjalanan ke kantor pusat Bank Dunia bersama Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, di mana mereka bertemu langsung dan membahas ekonomi hijau dengan Gubernur Bank Dunia. 

"Saya tanyakan ke gubernurnya, membahas bagaimana seharusnya kontribusi kami (lembaga-lembaga penjamin simpanan) pada ekonomi hijau. Tapi sayangnya saat itu jawabannya kurang clear, maka dari itu kita memanfaatkan acara internasional ini untuk men-trigger lps dunia mendorong ekonomi hijau," cerita dia. 

Selain itu, Purbaya juga pernah bertanya kepada organisasi lembaga pinjaman internasional tentang terobosan apa yang bisa disampaikan dalam agenda G20. 

"(Bila) seandainya tidak keluarkan (terobosannya) sekalipun, seminar ini akan menjadi langkah awal upaya mendorong ekonomi hijau berkelanjutan," tambah dia.

"Kami harapkan seminar hari ini bisa mendorong mereka untuk lebih serius berkontribusi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi hijau," tegasnya.

Menteri Suharso Monoarfa: Lebih dari 3 Miliar Penduduk Dunia Terdampak Perubahan Iklim

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa.

Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasiona/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa mengungkap aa sekitar 3 miliar penduduk dunia terdampak perubahan iklim. Angka ini hampir sekitar setengah dari total populasi dunia.

Dengan begitu, isu keberlanjutan di berbagai aspek menjadi hal penting, termasuk ekonomi berkelanjutan. Caranya dengan menerapkan konsep ekonomi hijau dan ekonomi biru.

"Tentunya kita tidaklah asing dengan ancaman perubahan iklim yang dapat merenggut masa depan anak-anak kita dari kehidupan yang layak. Menurut laporan Intergovernmental Panel on Climate Change atau IPCC, lebih dari tiga milyar penduduk dunia – atau hampir setengah dari populasi dunia – hidup di daerah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim," terang dia dihadapan 31 delegasi negara dan organisasi internasional di Development Ministerial Meeting G20, Belitung, Kamis (8/9/2022).

Adanya tantantan perubahan iklim ini, menurutnya diperlukan kerja sama dalam lingkup global. Tak hanya itu, kerja sama antar negara dan organisasi internasional juga perlu diperkuat.

"Kita harus menyadari bahwa banyak negara berkembang yang tidak memiliki sumber dana yang cukup untuk meningkatkan upaya mencapai Agenda 2030," kata dia.

Agenda yang dimaksud adalah penurunan emisi karbon sebesar 29 persen dengan upaya sendiri atau 41 persen dengan bantuan internasional. Negara berkembang, jadi satu aspek penting yang menurut Suharso perlu dibantu upaya penekanan emisi karbonnya.

"Perlambatan ekonomi yang ada dan dampak jangka panjang COVID-19 mengharuskan kita untuk memobilisasi pembiayaan tambahan dari sumber-sumber inovatif," tambah dia.

Butuh USD 3,7 Triliun

Ilustrasi perubahan iklim
Ilustrasi perubahan iklim (AFP)

Guna mengembangkan dua konsep ekonomi ini tentunya membutuhkan biaya. Namun, Suharso mengungkap hal itu bisa ditambal dari alokasi sedikit saja dari aset investor institusional yang ada di tingkat global.

"Kabar baiknya, hanya dengan mengalihkan 3,7 persen dari USD 100 triliun total aset investor institusional yang tersedia di tingkat global, kita dapat menutup kebutuhan pembiayaan kita," ungkapnya.

Mengacu hitungan itu, berarti hanya butuh sekitar USD 3,7 triliun untuk membiayai pengembangan ekonomi berkelanjutan. Jumlah ini merupakan angka yang sedikit jika mengacu ke perbandingan yang diutarakan Suharso.

"Kerangka Pembiayaan Pembangunan Berkelanjutan G20 yang telah disepakati saat Presidensi Saudi Arabia tahun 2020, memberi momentum bagi kita, sebagai Menteri Pembangunan G20, untuk meningkatkan komitmen politik kita mengenai isu pembiayaan pembangunan," paparnya.

Infografis Waspada Cuaca Ekstrem di Indonesia
Infografis Waspada Cuaca Ekstrem di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya