Banyak Perusahaan Singapura Bangkrut di Tengah Pemulihan Covid-19, Kok Bisa Ya?

Total terdapat 3.380 orang di Singapura yang telah mengajukan perlindungan kebangkrutan sepanjang tahun 2022 ini, lebih banyak dari dua tahun terakhir selama pandemi.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 24 Des 2022, 12:30 WIB
Diterbitkan 24 Des 2022, 12:30 WIB
Ilustrasi Singapura (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)
Ilustrasi Singapura (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)

Liputan6.com, Jakarta - Banyak perusahaan yang beroperasi di Singapura mengajukan perlindungan kebangkrutan. Meningkatnya jumlah kebangkrutan di Singapura disebabkan oleh sejumlah faktor, salah satunya ketidakpastian ekonomi global ketika memasuki pemulihan dari Covid-19.

Dilansir dari Channel News Asia (CNA), Sabtu (24/12/2022),dilaporkan terjadi kenaikan pengajuan perlindungan kebangkrutan di Singapura, dengan jumlah permohonan hingga November 2022 sudah melebihi total di 2021.

Total terdapat 3.380 orang di Singapura yang telah mengajukan perlindungan kebangkrutan sepanjang tahun 2022 ini, lebih banyak dari dua tahun terakhir selama pandemi.

Namun, menurut laporan CNA, jumlah pengajuan tersebut masih di bawah tingkat yang diamati pada tahun 2019, sebelum datangnya pandemi.

Meningkatnya jumlah kebangkrutan di Singapura disebabkan oleh sejumlah faktor, salah satunya ketidakpastian ekonomi global ketika memasuki pemulihan dari Covid-19.

Direktur Center for Governance & Sustainability di National University of Singapore Business School, Profesor Lawrence Loh mengatakan bahwa dunia baru saja keluar dari pandemi Covid-19, jadi ada "efek kumulatif dari perlambatan dan banyak langkah dukungan yang berakhir".

"Pada saat yang sama, masalah yang lebih besar sebenarnya ada di global, di mana ada beberapa indikasi perlambatan, bahkan inflasi yang mengarah pada kenaikan suku bunga, sehingga semua ini secara kolektif menambah tantangan," sambungnya.

Menurut mitra di firma hukum Singapura IRB Law, yakni Anand George, sebagian besar pengajuan perlindungan kebangkrutan terdiri dari pemilik usaha kecil dan menengah.

Firma hukumnya bahkan telah menangani sekitar 50 kasus kebangkrutan.

Dikatakan bahwa, bisnis tertentu, seperti yang ada di industri makanan dan minuman sangat terpengaruh oleh pandemi.

"Saya pikir beberapa bisnis mencoba membiayai kembali pinjaman, atau mereka akan berusaha mencegah kebangkrutan selama periode itu," kata George.

"Tapi mereka sudah memiliki model bisnis yang tidak berkelanjutan. Maka yang terjadi adalah setelah moratorium dicabut, terjadi peningkatan permohonan pailit," bebernya.

 

Jokowi: Saya Tidak Menakut-nakuti, Ekonomi ke Depan Tidak Makin Mudah

Jokowi Pimpin Rapat Terbatas
Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin memimpin rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Ratas perdana dengan jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju itu membahas Penyampaian Program dan Kegiatan di Bidang Perekonomian. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengingatkan Indonesia untuk waspada menghadapi ancaman resesi global pada 2023 mendatang.

"Saya tidak menakut-nakuti, hanya mengingatkan bahwa tantangan ekonomi yang kita hadapi ke depan itu tidak semakin mudah," kata Jokowi dalam acara Penyerahan KUR Klaster di Istana Negara, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden Senin (19/12/2022).

"Tahun depan, ini tinggal 2 minggu, dunia masih dihantui oleh pandemi Covid-19, masih dihantui oleh ketidakpastian ekonomi global," sambungnya.

Jokowi mengingatkan, situasi geopolitik yang tidak menentu bisa memicu krisis keuangan, energi, pangan, dan berujung pada resesi global. 

Presiden pun mengajak masyarakat untuk bersyukur karena ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 5,72 persen pada kuartal III 2022.

"inflasi masih bisa dikendalikan di 5,4 persen," tambahnya. Jokowi juga melihat masih ada peluang bagi Indonesia, meskipun dunia sedang dalam situasi sulit.

Daya Beli Stabil

"Indonesia masih memiliki peluang untuk tumbuh dan yang paling penting pertumbuhan itu bisa menjaga daya beli masyarakat, membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya, sektor riil, utamanya UMKM juga masih bergerak dengan cepat," pungkasnya.

Selain itu, Jokowi juga melihat masih adanya daya beli masyarakat Indonesia. Hal itu terlihat dari antrean di warung-warung makan.

Presiden mengungkapkan, dirinya kerap melihat warung, restoran dan pedagang kaki lima (PKL) di malam hari yang dipenuhi antrean.

"Artinya, daya beli itu ada. Sekali lagi ekonomi tetap tumbuh positif dan salah satu caranya adalah ingin terus memperkuat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang telah terbukti menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi negara kita Indonesia," katanya.

  

Infografis Harapan & Langkah Nyata G20 Jadi Katalis Pemulihan Ekonomi
Infografis Harapan & Langkah Nyata G20 Jadi Katalis Pemulihan Ekonomi (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya