Liputan6.com, Jakarta - Turis dari China akhirnya bisa kembali berlibur ke luar negeri, setelah negara itu resmi mencabut pembatasan perjalanan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Dikutip dari CNN Bussiness, Senin (9/1/2022) analis McKinsey memperkirakan bahwa turis China akan memberikan dorongan pada ekonomi global di 2023, meski perjalanan internasional mungkin tidak segera pulih ke tingkat pra-pandemi.
Baca Juga
Ada juga analis di Goldman Sachs yang memperkirakan bahwa sejumlah negara di Asia akan mencatat keuntungan jika jumlah turis China kembali ke level sebelum pandemi.
Advertisement
"Kami memperkirakan bahwa Hong Kong, Thailand, Vietnam, dan Singapura akan paling diuntungkan jika impor layanan perjalanan China kembali ke level 2019," kata analis Goldman Sachs.
Hong Kong, kota yang paling banyak dikunjungi di dunia dengan hanya di bawah 56 juta kedatangan pada tahun 2019, dapat dilihat sekitar 7,6 persen peningkatan PDB-nya karena ekspor dan pendapatan pariwisata meningkat.
PDB Thailand juga diprediksi bisa merangkak sebesar 2,9 persen. Sementara Singapura akan meningkat 1,2 persen.
Negara lainnya, yakni Kamboja, Mauritius, Malaysia, Taiwan, Myanmar, Sri Lanka, Korea Selatan, dan Filipina juga kemungkinan akan mendapat manfaat dari kembalinya turis China, menurut penelitian oleh Capital Economics.
Diketahui, ekonomi Hong Kong telah sangat terbebani oleh penutupan perbatasan China. Industri pilar kota pariwisata dan real estat telah terpukul keras. Pusat keuangan tersebut memperkirakan PDB menyusut sebesar 3,2 persen pada tahun 2022.
Beberapa negara Asia Tenggara lainnya yang bergantung pada pariwisata juga telah mempertahankan aturan masuk yang relatif longgar bagi turis China, meskipun wabah Covid-19 melanda negara itu dalam beberapa pekan terakhir. Mereka termasuk Thailand, Indonesia, Singapura dan Filipina.
"Ini salah satu peluang kita bisa mempercepat pemulihan ekonomi," kata Menteri Kesehatan Thailand pekan ini.
Turis China Mulai Antusias
Menurut Steve Saxon, mitra di kantor McKinsey di Shenzhen, China rata-rata memiliki sekitar 12 juta penumpang udara per bulan pada tahun 2019, tetapi angka tersebut turun 95 persen selama pandemi Covid-19.
Dia memperkirakan angka itu akan pulih menjadi sekitar 6 juta per bulan pada musim panas, didorong oleh minat berlibur yang terpendam dari anak muda di China.
Salah satunya adalah pegawai di sebuah perusahaan periklanan di Beijing, yakni Emmy Lu mengungkapkan antusiasnya bisa kembali berlibur ke luar negeri.
"Saya sangat senang (tentang pembukaan kembali)" ungkap Emmy Lu. "Karena pandemi, saya hanya bisa bepergian di seluruh negeri selama beberapa tahun terakhir. Itu sulit," bebernya.
"Hanya saja aku sudah terlalu lama terjebak di dalam negeri. Saya sangat menantikan pencabutan pembatasan, sehingga saya bisa pergi ke suatu tempat untuk bersenang-senang! ” kata perempuan berusia 30 tahun itu, menambahkan bahwa dia sangat ingin mengunjungi Jepang dan Eropa.
Seperti yang diumumkan China bulan lalu, tidak akan lagi melakukan karantina bagi pelancong yang datang mulai 8 Januari, termasuk penduduk yang kembali dari perjalanan ke luar negeri, pencarian penerbangan internasional dan akomodasi segera mencapai level tertinggi tiga tahun di Trip.com (TCOM).
Pemesanan untuk perjalanan ke luar negeri selama liburan Tahun Baru Imlek mendatang, yang jatuh antara 21 Januari dan 27 Januari tahun ini, telah melonjak 540 persen dari tahun lalu, menurut data dari situs perjalanan China.
Pengeluaran rata-rata per pemesanan juga melonjak 32 persen.
Advertisement
Tak Hadang Turis China Pakai Tes Covid-19, Asia Tenggara Bakal Paling Cuan
Ekonomi pariwisata di Asia Tenggara (ASEAN) disebut sebut akan menjadi penerima manfaat utama dari pencabutan larangan perjalanan China.
Hal ini salah satunya karena kawasan itu tidak memberlakukan aturan tes Covid-19 bagi pelancong China seperti yang diberlakukan Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat.
Mengutip Channel News Asia, Jumat (6/1/2023) ekonom CIMB, yakni Song Seng Wun melihat bahwa pelancong China akan tertarik memilih destinasi yang minim aturan ketat, yang pada hasilnya menguntungkan Asia Tenggara.
"Semakin sibuk bandara regional, semakin baik untuk ekonomi mereka," kata Song Seng Wun.
Seperti diketahui, negara-negara Asia Tenggara yaitu Kamboja hingga Indonesia, Thailand dan Singapura tidak memberlakukan persyaratan tes Covid-19 bagi pelancong dari China.
Namun Malaysia dan Thailand masih memberlakukan aturan pengujian virus pada air limbah pesawat untuk menghindari risiko paparan Covid-19.
"Kami tidak mengambil sikap diskriminatif (terhadap) negara mana pun," kata Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, terkait kedatangan pelancong asing di negaranya.
Bahkan, sebuah survei yang dirilis pada Desember 2022 oleh pameran dagang ITB China menunjukkan 76 persen agen perjalanan di negara itu menempatkan Asia Tenggara sebagai tujuan utama ketika aturan perjalanan dilonggarkan.
Sebelum pandemi Covid-19 atau tepatnya pada tahun 2019, 155 juta orang dari China melakukan perjalanan ke luar negeri, menghabiskan hingga USD 254,6 miliar, atau mendekati PDB Vietnam, ungkap Citi.
Perusahaan bank investasi asal Amerika itu juga memperkirakan pemulihan dalam pariwisata massal di Vietnam akan dimulai pada kuartal kedua tahun 2023.
Vietnam Hingga Malaysia Bersiap Kembali Sambut Wisatawan China
Di Vietnam, hampir sepertiga dari 18 juta kedatangan pelancong asing pada tahun 2019 berasal dari China, sementara sekitar seperlima dari kedatangan internasional di Singapura juga berasal dari negara itu dan menghabiskan USD 671 juta.
Thailand memperkirakan akan menyambut 5 juta wisatawan dari China tahun ini, atau sekitar setengah dari 10,99 juta wisatawan pada 2019.
Adapun Malaysia yang memproyeksikan 1,5 juta hingga 2 juta wisatawan China akan datang ke negaranya tahun ini dibandingkan 3 juta sebelum pandemi.
Asosiasi Agen Tur dan Perjalanan Malaysia bahkan sedang mempersiapkan road show di kota-kota China untuk menarik pengunjung, menurut keterangan wakil presidennya, Ganeesh Rama.
Advertisement