Bahas Devisa Hasil Ekspor, Sri Mulyani Kumpulkan Seluruh Menko dan BI

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati akan mengkaji perubahan cakupan dan jangka waktu penempatan devisa hasil ekspor (DHE).

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Jan 2023, 17:00 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2023, 17:00 WIB
Menkeu raker dengan Banggar DPR
Menteri Keuangan Sri Mulyani usai mengikuti rapat kerja pemerintah dengan Banggar DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2022). Rapat tersebut membahas postur sementara RUU APBN TA 2023. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati akan mengkaji perubahan cakupan dan jangka waktu penempatan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri. Kebijakan devisa hasil ekspor ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019.

“Kita akan melakukan perubahan terutama menyangkut scope-nya. Nanti kita berkoordinasi dengan para menteri koordinator dulu untuk membahasnya,” kata Sri Mulyani dikutip dari Antara, Kamis (12/1/2023).

Pertemuan antara Sri Mulyani dengan menteri koordinator ini akan turut mengundang Bank Indonesia. Peran Bank Indonesia penting karena devisa hasil ekspor ini akan menyangkut cadangan devisa yang dikelola oleh otoritas moneter tersebut 

“Kita akan bahas bersama dengan para Menko, dan kementerian, dan Bank Indonesia,” kata dia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya memerintahkan para menteri untuk mengkaji perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Jokowi ingin pertumbuhan ekspor dapat sejalan dengan pertumbuhan cadangan devisa.

Menurut Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, akan terdapat perluasan sektor industri yang diwajibkan menyimpan DHE di domestik.

Berdasarkan PP Nomor 1/2019 hanya sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, yang diwajibkan mengisi cadangan devisa dalam negeri.

"Nah ini kita akan masukkan juga beberapa sektor, termasuk manufaktur. Dengan demikian kita akan melakukan revisi sehingga tentu kita berharap bahwa peningkatan ekspor dan surplus neraca perdagangan akan sejalan dengan peningkatan devisa," kata Airlangga.

Selain menambah sektor usaha yang wajib memarkir DHE, kata Airlangga, pemerintah juga akan meninjau lebih jauh terkait besaran jumlah yang harus masuk dalam cadangan devisa.

Dia mencontohkan pengalaman regulasi serupa di India dan Thailand yang mengharuskan cadangan devisa hasil ekspor sekurang-kurangnya harus ditahan selama enam bulan, sedangkan beberapa negara lain ada yang menerapkan hingga satu tahun.

"Bahkan Bank Indonesia (itu hanya) mencatat, jadi kalau mencatat dan mengatur kan berbeda. Justru dalam revisi PP 1/2019 ini akan kita atur supaya devisa itu masuk dulu, sehingga itu akan memperkuat devisa kita," kata Airlangga.

BI Siapkan Insentif Buat Eksportir yang Bawa Pulang Devisa Hasil Ekspor SDA

Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Bank Indonesia (BI) berencana memberikan insentif bagi eksportir yang menempatkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) di dalam negeri. Insentif ini lanjutan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2019 terkait penanganan DHE khususnya untuk SDA.

"Program ini sudah kami diskusikan bersama kementerian, lembaga, dan perbankan, dimana akan kami keluarkan dalam waktu dekat," ujar Deputi Gubernur Senior Bank IndonesiaDestry Damayanti dikutip dari Antara, Kamis (18/11/2022).

Program khusus tersebut akan dilakukan dengan menggunakan mekanisme pasar, likuiditas yang terjamin, bisa diputar ulang (rollover), serta memiliki tarif yang sangat kompetitif dibandingkan penempatan DHE di luar negeri.

Adapun mekanisme pasar yang dimaksud adalah dana akan ditempatkan di perbankan, di mana saat ini fokusnya adalah ditempatkan pada agen bank, yang kemudian dananya akan masuk ke BI sebagai bagian dari operasi moneter valuta asing (valas).

Dalam operasi moneter valas tersebut, nantinya BI akan memberikan tingkat bunga yang atraktif.

Destry mengungkapkan program itu akan menjadi lanjutan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2019 terkait penanganan DHE khususnya untuk SDA. Adapun dalam aturan tersebut serta turunannya, yakni Peraturan BI Nomor 21/14/2019, dibentuk suatu rekening khusus.

Rekening khusus tersebut bisa memiliki berbagai bentuk sesuai dengan kesepakatan antara BI dengan perbankan dan rekening khusus ini hanya menampung DHE untuk SDA.

 

Insentif Pajak

Dalam rekening khusus itu, sebenarnya sudah ada insentif yang diberikan oleh pemerintah berdasarkan PP Nomor 123 tahun 2015, yaitu insentif pajak.  

Insentif pajak yang diberikan bersifat progresif, yakni semakin lama dana ditempatkan maka pajak yang dikenakan akan semakin kecil, bahkan mencapai nol persen.

Adapun kedisiplinan dan kepatuhan eksportir untuk menempatkan DHE SDA di rekening khusus sudah sangat baik, yaitu kurang lebih sudah sebanyak 93 persen.  

"Tetapi masalahnya adalah dana itu tidak lama tertampung di rekening khusus tersebut padahal sudah ada insentif pajak. Namun memang ternyata kami lihat dan telaah, memang suku bunga yang mereka dapatkan tidak kompetitif," katanya.  

Infografis Dampak Larangan Ekspor CPO dan Produk Turunannya. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Dampak Larangan Ekspor CPO dan Produk Turunannya. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya