Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati minta pengusaha menjadikan Kementerian Keuangan sebagai mitra kerja bukan beban. Namun sebagai mitra tidak berarti tidak taat membayar pajak.
"Kami adalah partner anda bukan beban. Tapi bayar pajak itu kewajiban," kata Sri Mulyani saat bertemu dengan pelaku usaha di Kawasan Industri Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (25/1).
Baca Juga
Sri Mulyani meminta jajarannya membuka diri kepada para pengusaha untuk menerima berbagai keluhan atas kebijakan pemerintah. Pengusaha diminta berterus terang jika ada kebijakan yang dirasa memberatkan pengusaha dalam menjalankan bisnisnya.
Advertisement
"Ini komitmen Kementerian Keuangan untuk kami terus bekerja didalam melayani dunia usaha agar makin kompetitif dan produktif. (Kalau ada) keluhan-keluhan sampaikan kepada kami," kata Sri Mulyani.
Dia menuturkan, Pemerintah akan meninjau kembali kebijakan yang dianggap pelaku usaha menganggu. Sebab setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah memiliki latar belakang lahirnya regulasi tersebut.
"Kalau memang tidak sesuai nanti akan kita lihat terus," kata dia.
Ini dilakukan Kementerian Keuangan dalam rangka menjalankan amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menggunakan seluruh instrumen kebijakan dan prosedur yang baik. Agar Indonesia menjadi destinasi investasi bagi para investor.
"Semoga ini juga jadi insurance bagi pelaku usaha," kata dia.
Sri Mulyani: Pembiayaan APBN untuk Pandemi Setara Bangun 2 IKN
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menceritakan perjuangan pembiayaan APBN dalam menghadapinya pandemi Covid-19. Ia lantas mengibaratkan, pengeluaran APBN melonjak sekitar Rp 900 triliun dari yang seharusnya.
Menurut Sri Mulyani, jumlah itu setara dengan membangun dua proyek Ibu Kota Negara (IKN). Adapun ongkos proyek membangun satu IKN diperkirakan sekitar Rp 466 triliun.
"Kebutuhan pembiayaan kita (untuk pandemi Covid-19) mencapai Rp 1.600 triliun. Itu saya sampaikan kepada Bapak Presiden, Rp 900 triliun pembiayaan meningkat, itu udah dapat dua IKN, Pak," kata Sri Mulyani, Kamis (26/1/2023).
Sebagai perbandingan, ia lantas memaparkan desain APBN 2020 sebelum pandemi, dengan jumlah pembiayaan Rp 741 triliun. Sementara defisit fiskal sebesar 1,76 persen dari PDB, atau sekitar Rp 307 triliun.
Begitu terpukul pandemi, pemerintah lalu melonggarkan kebijakan untuk menaikan defisit APBN di atas 3 persen terhadap PDB. Kemudian dikeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54/2020, yang membuat defisit fiskal melonjak hampir tiga kali lipat menjadi 5,07 persen.
"Kalau dilihat nominalnya, defisitnya naik lebih dari Rp 550 triliun. Dan, kebutuhan pembiayaan kita melonjak dari Rp 741 triliun ke Rp 1.439 triliun, dua kali lipat," ungkap Sri Mulyani.
Namun, upaya itu masih kurang. Sehingga pemerintah kembali mengeluarkan perubahan postur dan rincian anggaran melalui Perpres 72/2020. Alhasil, defisit APBN semakin melonjak jadi 6,34 persen, atau secara nominal Rp 1.039 triliun.
"Jadi naiknya hampir 2,5 kali lipat. Kebutuhan pembiayaan kita mencapai Rp 1.600 triliun," sebut Sri Mulyani.
Advertisement
Sri Mulyani Pede Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,4 Persen di Kuartal IV 2022
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati optimistis ekonomi Indonesia di kuartal IV tahun 2022 akan tumbuh 5,4 persen. hal itu sejalan dengan konsumsi, investasi, hingga ekspor yang meningkat di akhir tahun.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia momentum di 5,7 persen diperkirakan akan bertahan di Kuartal ke IV ini, sehingga over all pertumbuhan ekonomi Indonesia akan 5,3 persen atau mungkin bahkan 5,4 persen," kata Sri Mulyani dalam acara BRI Microfinance Outlook 2023 dengan tema "Financial Inclusion and ESG: The Road to Equitable Economic Prosperity", Kamis (26/1/2023).
Optimisme itu muncul karena Menkeu melihat disepanjang kuartal IV-2022 tidak terjadi disrupsi yang cukup besar. Bahkan, kekhawatiran pemerintah terkait ancaman covid-19 atas pembukaan RRT, ternyata tidak menimbulkan dampak yang signifikan.
"Meskipun waktu itu kita juga concern mengenai pembukaan di RRT apakah menimbulkan spread ternyata juga tidak menimbulkan dampak yang signifikan. Sehingga momentum itu terjaga dan kita cukup confident tahun 2022," ujarnya.
Konsumsi Rumah Tangga
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus positif sepanjang 2022, didukung dari sisi agregat demand di mana semuanya berkontribusi baik, misalnya untuk konsumsi tumbuh 5 persen, investasi juga tumbuh hampir 6 persen, dan ekspor Indonesia juga yang relatif sangat kuat.
"Sehingga government spending bisa tidak menjadi satu-satunya motor seperti yang terjadi tahun 2020 dan 2021," ujarnya.
Menurut Menkeu, sudah sepantasnya Indonesia bangga, karena mampu pulih dengan baik dibandingkan negara lain. Pada, 2021 semua negara sudah mulai pulih namun tiba-tiba di tahun 2022 ekonomi mereka justru melemah.
"Nah, Indonesia yang interesting kita justru di 2021 waktu itu kita sudah mulai pulih, di 2022 gaining momentum untuk pemulihan yang luar biasa kuat. Kuartal ketiga yang sudah keluar 5,7 persen, dan itu diikuti dengan pengangguran menurun penciptaan kesempatan kerja meningkat kemiskinan juga mulai menurun," pungkasnya.
Advertisement