Sri Mulyani: Harga LPG 3 Kg Harusnya Rp 42.750 per Tabung

Sri Mulyani bercerita, harga sejumlah komoditas saat ini bulan merupakan harga asli. Harga yang ada saat ini merupakan harga yang sudah disubsidi oleh pemerintah. Salah satunya adalah LPG 3 Kg yang seharusnya Rp 42.750 per tabung.

oleh Arthur Gideon diperbarui 30 Jan 2025, 20:30 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2025, 20:30 WIB
Kebutuhan Elpiji 3 Kg
Warga mengangkut tabung gas LPG 3 kilogram (kg) dengan sepeda motor di Jakarta, Rabu (16/12/2020). PT Pertamina (Persero) memperkirakan kebutuhan gas elpiji 3 kg naik menjadi 7,50 juta metrik ton pada 2021. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan mengenai penggunaan pajak yang ditarik oleh pemerintah selama ini. Sebagai pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Sri Mulyani menggunakan pajak untuk memberikan subsidi sejumlah kebutuhan utama masyarakat. 

Sri Mulyani bercerita, harga sejumlah komoditas saat ini bulan merupakan harga asli. Harga yang ada saat ini merupakan harga yang sudah disubsidi oleh pemerintah.

Sejumlah barang tersebut adalah LPG 3 kg, solar, pertalite, minyak tanah, listrik rumah tangga maksimal 900 VA, pupuk urea dan juga pupuk NPK.

"Itu bukanlah harga yang seharusnya, karena barang-barang tersebut mendapatkan bantuan berupa subsidi ataupun kompensasi. Apa artinya?" tulis Sri Mulyani dalam instagram @smindrawati, dikutip pada Kamis (30/1/2025).

"Misalnya, harga jual eceran untuk LPG 3 kg sebesar Rp 12.750 per tabung (dari pangkalan resmi Pertamina ke agen penyalur). Padahal harga seharusnya adalah Rp 42.750 per tabung. Contoh lainnya, masyarakat membeli solar seharga Rp 6.800 per liter, sementara harga seharusnya adalah Rp11.950 per liter," tulisnya lagi. 

Ia menjelaskan, yang menanggung kelebihan Rp 30.000 per tabung LPG 3k g dan Rp 5.150 per liter untuk Solar selama ini adalah pemerintah melalui Belanja APBN dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat. Subsidi dan kompensasi tidak hanya melindungi kelompok masyarakat yang paling rentan, tetapi juga kelompok kelas menengah mendapat manfaat secara siginifikan.

Sri Mulyani pun kemudian merincikan besaran subsidi selama 2024: 

  • LPG 3kg: Rp 80,2 triliun untuk 40,3 juta pelanggan
  • Solar: Rp 89,7 triliun untuk lebih dari 4 juta kendaraan
  • Pertalite: Rp 56,1 triliun untuk lebih dari 157,4 juta kendaraan
  • Minyak Tanah Rp 4,5 triliun untuk 1,8 juta rumah tangga
  • Listrik RT 900 VA Rp 156,4 triliun  untuk 40,3 juta pelanggan (melalui subsidi) dan 50,6 juta pelanggan (melalui kompensasi)
  • Pupuk Urea dan Pupuk NPK Rp 47,4 triliun sebanyak 7,3 juta ton pupuk untuk petani

"Ini merupakan bentuk nyata manfaat APBN yang langsung dapat dinikmati oleh masyarakat. Melalui belanja subsidi dan kompensasi, APBN melindungi daya beli masyarakat, sehingga perekonomian kita tetap terus bergerak di tengah tekanan geopolitik dan situasi global yang penuh ketidakpastian," pungkas dia. 

Kebocoran APBN Nyaris Rp 1.000 Triliun, Prabowo Harus Apa?

Presiden Prabowo Subianto saat menghadiri Rapim TNI-Polri di Tribrata Darmawangsa Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2025).
Presiden Prabowo Subianto saat menghadiri Rapim TNI-Polri di Tribrata Darmawangsa Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2025). (Liputan6.com/Lizsa Egeham)... Selengkapnya

Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Pribumi Nusantara Indonesia (ASPRINDO) Didin S Damanhuri menyambut baik pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan akan terus melakukan perbaikan dalam tata kelola pemerintahan.

"Saya melihat pemerintahan Prabowo ini membawa platform baru, yang berbeda dengan pemerintahan yang lama. Seperti, di sektor pembangunan ekonomi, Prabowo mengedepankan ekonomi kerakyatan sementara pemerintahan sebelumnya berorientasi pada pembangunan infrastruktur secara besar-besaran," kata Didin dikutip Rabu (29/1/2025).

Dalam pelaksanaannya, karena ada perubahan paradigma (paradigma shift), lanjutnya, memang terlihat tidak 'gercep' dalam mengimplementasikan janji-janji pada pidatonya.

Seperti pemberantasan korupsi secara signifikan, swasembada pangan, swasembada energi, efisiensi untuk menekan kebocoran anggaran yang mencapai 30 persen, dan melakukan review terhadap berbagai program pembangunan agar selaras dengan program ekonomi untuk rakyat yang diinginkan Presiden Prabowo.

"Kebocoran APBN ini di atas 30 persen, besar sekali, hampir Rp1.000 triliun. Saya mengapresiasi bagaimana Prabowo bisa mereview berbagai program dinas pemerintahan senilai 10 persen dari APBN dan melakukan penghematan sekitar Rp306 triliun," ujarnya.

Langkah lain yang dinilai sangat progresif oleh Didin adalah kebijakan pengendapan devisa hasil ekspor sumber daya alam selama satu tahun.

"Tinggal pelaksanaannya, apakah bisa dilaksanan sesuai Keppres atau tidak," ungkapnya lagi.

Sementara untuk swasembada pangan, Ekonom Senior Indef ini menilai langkah yang dilakukan pemerintah cukup kontroversi. Karena mengejar waktu, pemerintah memutuskan untuk menggunakan TNI, terutama pada program Food Estate.

"Padahal, jika ingin mendapatkan hasil maksimal, seharusnya pemerintah melibatkan petani secara luas. Hal yang sama juga saya rasakan di swasembada energi," kata Didin.

Suku Bunga Perbankan

Ilustrasi Bank
Ilustrasi Bank... Selengkapnya

Hal lainnya yang diapresiasi oleh Didin terkait kebijakan pengelolaan negara Presiden Prabowo, adalah pernyataan bahwa tidak boleh ada negara dalam negara. Yang menyangkut dua hal, yaitu ekonomi nasional dan penegakkan hukum.

"Walaupun begitu, publik melihat kinerja pemerintahan Prabowo ini masih terpenjara oleh pemerintahan lama," ucapnya tegas.

Menyoroti sektor perekonomian, Didin menilai bahwa bukan hanya terkait suku bunga perbankan, devisa hasil ekspor tapi ada masalah besar yang harus dibenahi oleh pemerintahan. Yaitu melakukan revisi undang-undang yang tidak menyokong platform ekonomi kerakyatan.

"Misalnya, pemerintahan bisa mencabut Permendag yang mengizinkan masuknya barang luar yang sejenis dengan produk hasil industri padat karya milik lokal. Atau, aturan profit sharing negara dengan swasta, yang kerap perbandingannya adalah 3 berbanding 7, seharusnya kan 50:50. Ini terlalu besar ke sektor swasta, seperti nikel, jatuhnya malah ke pihak asing. Ini harus segera direvisi. Semua aturan yang tidak affordable bagi kebangkitan ekonomi nasional, harus direvisi. Jangan sampai aturan ini menghambat orientasi ekonomi kerakyatan," ucapnya lagi.

Suku Bunga Indonesia Dibanding Negara Lain

Ia pun menyoroti suku bunga Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan negara tetangga di ASEAN. Seperti Thailand 2.25, Singapura 2.98, Malaysia 3, dan Vietnam 4.5. Hanya Brunei 5.5 dan Filipina 5.75 yang hampir sama dengan Indonesia.

"Bagaimana bisa bangkit? Biaya modal, biaya bisnis kita relatif lebih mahal. Belum yang hilirisasi, yang katanya hingga sektor agromaritim, ini kan juga harus ekspor. Pelaku bisnis itu membutuhkan nilai tukar mata uang yang stabil dan suku bunga yang kompetitif. Pemerintah perlu gercep ini jelang 6 bulan masa pemerintahan," kata Prof Didin lagi.

Selain itu, ia juga mengingatkan Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi kementerian yang tidak perform dan terlalu gendut.

"Karena terlalu gendut, jadi tidak lincah dan berbiaya tinggi juga. Jadi, menurut saya, kalau tidak perform yang harus jadi objek reshuffle," pungkas Guru Besar IPB ini.

  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya