Liputan6.com, Jakarta 2023 diramal banyak pihak menjadi tahun yang menantang, bahkan lebih dari 2022. Hal ini disebabkan adanya ancaman resesi global yang mulai membuat cemas sejumlah negara.
Sebuah negara bisa dikatakan masuk ke jurang resesi apabila pertumbuhan ekonominya dalam dua kuartal berturut-turut negatif. Berarti tidak tumbuh.
Baca Juga
Indonesia pernah mengalami resesi pada 2020. Kala itu, resesi diakibatkan pandemi Covid-19 yang membuat ekonomi global mandeg. Perdagangan terhambat diakibatkan sejumlah negara melakukan lockdown.
Advertisement
Ancaman ini kembali terjadi di 2023. Menteri Keuangan Sri Mulyani membuktikan hal ini dalam sejumlah indikator, Apa saja?
Global Commodity Index
- Sri Mulyani menjelaskan angka global commpdity indeks naik 15 persen secara tahunan (year on year). "Ini merupakan titik tertinggi, naik 33 persen pada bulan Mei 2022," imbuhnya.
Inflasi
- Sejumlah negara tengah berjuang melawan inflasi. Sri Mulyani mengatakan inflasi di berbagai negara jadi yang tertinggi dalam jangka waktu 40 tahun terakhir. Bahkan, akibat hal itu, AS terpaksa menaikkan suku bunga acuannya. Hal ini lalu diikuti oleh sejumlah negara di dunia, seperti negara-negara Eropa, bahkan juga Indonesia.
Kurs Dolar AS
- Sri Mulyani mamaparkan, fenomena ancaman resesi ini ditandai dengan kurs dolar Amerika Serikat (AS) yang kiat menguat meski Negeri Paman Sam tengah berjibaku dengan lonjakan inflasi.
"Sehingga dari sisi kebijakan moneter di Amerika Serikat yang diperkirakan masih akan bertahan dengan suku bunga tinggi cukup lama, menyebabkan dolar Amerika mengalami penguatan," sebut Sri Mulyani.
Stok Saham Turun
- Catatan lainnya, stok saham untuk negara-negara berkembang mengalami penurunan 20 persen, disebabkan oleh interest rate tinggi yang membuat harga saham mengalami tekanan.
Purchasing Managers' Index (PMI)
- Di sisi lain, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktir global pun mengalami pelemahan, jadi yang tertendah dalam 2,5 tahun.
"Ini yang menggambarkan bahwa suasana dunia masih memang dalam kondisi tertekan ekonominya. Terutama dimotori oleh negara-negara Eropa yang terkena imbas langsung dari perang di Ukraina. Amerika Serikat yang tentu juga terlibat di dalam perang di Ukraina, namun pada saat yang sama inflasi di dalam negerinya tinggi," urainya.
Tenang, Indonesia Punya Modal Kuat Hadapi Resesi Global
Sejumlah negara di dunia tengah dibayang-bayangi ancaman resesi global. Tak sedikit negara mengalami kesulitan ekonomi dan kemudian meminta bantuan dari IMF.
Lantas, bagaimana peluang Indonesia, apakah akan mengikuti arus ikut jatuh resesi? Tenang, hal itu masih jauh. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini masih di kisaran 5,3 persen.
Adapun, definisi resesi adalah pertumbuhan ekonomi sebuah negara negatif dua kuartal berturut-turut.
Ekspor Masih Kuat
Menko Airlangga menjamin, banyak hal yang dipunyai Indonesia untuk tidak masuk ke jurang resesi. Ketergantungan pada pasar ekspor yang relatif rendah atau kurang dari 50 persen menjadikan negara-negara seperti Indonesia, Jepang, Brasil, Tiongkok, dan Amerika Serikat memiliki resiliensi yang tinggi melalui dukungan pasar domestik yang kuat.
Menko mencatat hingga akhir 2022, nilai ekspor Indonesia mencapai USD299,57 miliar atau tumbuh 29,40 persen (yoy). Sedangkan sisi impor juga mengalami pertumbuhan yang hampir setara yakni 25,37 persen (yoy) atau sebesar USD245,98 miliar.
Lebih lanjut, Airlangga optimis kinerja ekspor dalam perdagangan internasional Indonesia pada tahun 2023 diproyeksikan akan tumbuh sebesar 12,8 persen (yoy) dan impor akan tumbuh lebih tinggi yakni sebesar 14,9 persen (yoy).
Tidak hanya itu, kebijakan zero Covid-19 di China juga menjadi salah satu stimulus ekspor Indonesia. Maklum saja, ekspor Indonesia paling tinggi sampai saat ini adalah China. Selagi ekonomi China masih tumbuh, maka ekspor Indonesia juga masih ciamik
Masih tumbuhnya ekspor Indonesia inilah menjadi salah satu senjata hadapi ancaman resesi global.
Advertisement
Konsumsi Domestik Masih Tinggi
Senada dengan Menko Airlangga, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo juga memastikan Indonesia tahan terhadap resesi global.
permintaan domestik khususnya konsumsi swasta diyakini akan mendongkrak perekonomian RI di tahun 2023. Berkat pencabutan kebijakan PPKM, kepercayaan konsumen semakin baik dan secara langsung menumbuhkan konsumsi swasta.
"Darimana asalnya yaitu konsumsi swasta yang lebih cepat dari yang kita perkirakan dengan adanya PPKM dan adanya confident dari konsumen. Confident dari konsumen itu menumbuhkan konsumsi swasta. Dua sumber itu terutama di samping ada sumber-sumber lain. Jadi itu adalah jawaban," ujarnya.