Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Erick Thohir menerbitkan aturan baru mengenai syarat untuk menjabat komisaris di perusahaan pelat merah. Ini juga jadi bagian perampingan aturan yang jadi perhatian Erick Thohir.
Ketentuan ini tertuang dalam Pertaruran Menteri BUMN Republik Indonesia Nomor Per-3/MBU/03/2023 tentang Organ dan Sumber Daya Manusia Badan Usaha Milik Negara. Beleid ini diteken Erick Thohir pada 20 Maret 2023 lalu.
Baca Juga
Timnas Indonesia yang Gagal di Piala AFF 2024 Awalnya Direncanakan untuk Pertahankan Medali Emas di SEA Games
Erick Thohir Kecewa, Timnas Indonesia Seharusnya Bisa Melindas Laos dan Filipina serta Lolos Semifinal Piala AFF 2024
Tersingkir dari Piala AFF 2024, Cristian Gonzales Tawarkan Diri ke Erick Thohir untuk Latih Striker Timnas Indonesia
Aturan mengenai persyaratan dimulai pada Pasal 15 Permen BUMN tersebut. Ada beberapa syarat, yakni syarat materiil, syarat formal, dan syarat lain.
Advertisement
Pada kategori syarat lain ini, tepatnya pasal 18 Permen BUMN, mengatur kalau calon komisaris bukan anggota partai politik, bukan anggota DPR dan syarat lainnya. Termasuk adanya aturan kalau calon komisaris BUMN harus yang taat pajak dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
"Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban membayar pajak selama 2 (dua) tahun terakhir," seperti tertulis pada Pasal 18 Ayat 1 huruf g, dikutip Rabu (5/4/2023).
Syarat lain yang tercantum dalam Pasal 18 ayat 1 ini diantaranya, huruf a. bukan pengurus partai politik, calon anggota legislatif, dan/atau anggota legislatif pada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
Huruf b. bukan calon kepala/wakil kepala daerah dan/atau kepala/wakil kepala daerah, termasuk penjabat kepala/wakil kepala daerah. Huruf c. tidak sedang menduduki jabatan yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan dengan BUMN/Anak Perusahaan yang bersangkutan.
Â
Selanjutnya
Huruf d. tidak menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas pada BUMN atau Dewan Komisaris pada Anak Perusahaan yang bersangkutan selama 2 (dua) periode. Huruf e. tidak sedang menduduki jabatan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dilarang untuk dirangkap dengan jabatan anggota Dewan Komisaris;
"Sehat jasmani dan rohani, yang tidak sedang menderita suatu penyakit yang dapat menghambat pelaksanaan tugas sebagai anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas, yang dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari rumah sakit," seperti tertulis di Ayat 1 huruf f.
Masih dalam pasal yang sama, di ayat 2 huruf a mencatat, bagi bakal calon dari kementerian teknis atau instansi pemerintah lain, harus berdasarkan surat usulan dari pimpinan instansi yang bersangkutan.
Dan huruf b, bagi bakal calon anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang berasal dari penyelenggara Negara harus melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) selama 2 (dua) tahun terakhir yang dibuktikan dengan bukti lapor LHKPN kepada institusi yang berwenang.
Â
Advertisement
Rangkap Jabatan
Diberitakan sebelumnya, Jajaran direksi BUMN yang rangkap jabatan sebagai komisaris di perusahaan anak kini tidak lagi bisa memperoleh gaji dobel. Itu diatur dalam Omnibus Law BUMN yang merampingkan 45 peraturan menteri jadi 3 regulasi.
Deputi Bidang Sumber Daya Manusia, Teknologi dan Informasi Kementerian BUMN Tedi Bharata mengatakan, masing-masing bos BUMN yang rangkap jabatan nantinya hanya bisa mendapat satu penghasilan atau remunerasi sebagai direksi.
"Jabatan rangkap di komisaris BUMN di perusahaan bawahnya nantinya tidak mendapatkan tambahan remunerasi. Tapi remunerasi hanya sebagai direksi di atas," kata Tedi dalam Sosialisasi Peraturan Menteri BUMN 2023 di Graha Pertamina, Jakarta, Senin (26/3/2023).
Â
Tak Boleh Jadi Komisaris Utama
Meski boleh rangkap jabatan, ia melanjutkan, Omnibus Law BUMN tidak mengizinkan direksi duduk sebagai komisaris utama di anak usaha.
Di sisi lain, Tedi menyatakan, Kementerian BUMN tak ingin remunerasi direksi perusahaan pelat merah kalah saing dengan yang didapat di swasta.
"Kita perlu perhatikan juga dari levelnya remunerasi direksi dibandingkan swasta pada sektor sama. Alhamdulillah, nanti ke depan yang dilakukan kita adjust sebagai direksi pada sektor yang sama di swasta. Kita enggak boleh kalah," tegasnya.
Lebih lanjut, Tedi meneruskan, Omnibus Law BUMN juga mengubah aturan pemberian profit sharing (tantiem) bagi karyawan. Syaratnya diganti, dari sebelumnya perusahaan yang mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) bisa mendapat tantiem, kini harus memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Yang eligible terhadap tantiem itu yang WTP. Semua sudah sepakat, arahan pak Menteri (BUMN, Erick Thohir) sudah jelas. Ke depan WTP saja yang mendapatkan eligibilitas yang mendapatkan tantiem," tuturnya.
Advertisement