Liputan6.com, Jakarta - Kurs Dolar AS ke Rupiah masih di kisaran yang sama meski terpantau naik dengan selisih yang kecil. Menurut informasi dari laman resmi Bank Indonesia, pada Selasa (20/6/2023) kurs jual USD berada di Rp 15.068,97 juga kurs belinya sebesar Rp 14.919,03.
Sementara kurs jual Poundsterling Inggris hari ini ada di Rp 19.315,41 dan kurs beli Rp 19.117,25. Mata uang Euro hari ini memiliki kurs jual Rp 16.476,41 dengan kurs beli Rp 16.306,50.
Baca Juga
Kurs jual dolar Australia sebesar Rp 10.349,37 dan kurs beli Rp 10.243,41.
Advertisement
Beralih ke mata uang negara kawasan ekonomi besar di Asia, kurs jual Yen Jepang hari ini berada di Rp 10.627,67 per 100 Yen dan kurs beli Rp 10.519,69 per 100 Yen. Di sisi lain, Kurs jual Yuan China sebesar Rp 2.105,63 diikuti kurs beli Rp 2.084,51.
Kurs jual Won Korea Selatan hari ini Rp 11,76 dengan kurs beli Rp 11,63 per Won yang keduanya terus berubah naik dan turun sejak hari sebelumnya. Kurs jual dolar Hong Kong hari ini dipatok Rp 1.928,26 serta kurs beli sebesar Rp 1.909,02.
Sementara di negara kawasan Asia Tenggara hari ini, untuk dolar Singapura (SGD) memiliki kurs jual Rp 11.252,22 dan kurs beli Rp 11.136,10 juga Ringgit Malaysia dengan kurs jual Rp 3.260,27 dan kurs beli Rp 3.224,34.
Kurs jual Peso Filipina hari ini berada di Rp 270,39 dan kurs beli Rp 267,65 juga Thailand dengan kurs jualnya Rp 433,51 dan kurs belinya Rp 428,95 per Baht.
Nilai Tukar Rupiah Nyaris Tembus 15.000 per Dolar AS, Investor Takut Ekonomi China Anjlok
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) lagi-lagi bergerak melemah pada perdagangan Selasa pagi ini. Rupiah mengalami tekanan karena sentimen eksternal yaitu kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi China.
Pada Selasa (20/6/2023), nilai tukar atau kurs rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta melemah 0,36 persen atau 54 poin menjadi 14.994 per dolar AS dari sebelumnya 14.940 per dolar AS.
Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong menyatakan, pelemahan rupiah terhadap dolar AS disebabkan kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi China dan prospek suku bunga bank sentral AS, The Fed.
“Seperti yang diperkirakan, China tadi pagi menurunkan suku bunga pinjaman sebesar 10 bps untuk merespons perlambatan ekonomi,” ujar dia dikutip dari Antara.
Menurut dia, perlambatan ekonomi China disebabkan permintaan domestik dan global yang masih lemah (ekspor dan impor). Pada Minggu 18 Juni 2023, Goldman Sach menurunkan cukup besar proyeksi pertumbuhan China.
“Sentimen ini bisa bertahan cukup lama mengingat China adalah ekonomi terbesar di Asia dan kedua di dunia. (Namun), pasar tentunya telah mengantisipasinya, kecuali memburuk. Hal ini akan terus menjadi perhatian investor,” ucapnya.
Advertisement
Sentimen dari AS
Meninjau sentimen dari Amerika Serikat (AS), investor masih menantikan penjelasan Ketua The Fed Jerome Powell di depan kongres AS pada Kamis 22 Juni 2023.
“Powell diharapkan memberikan penjelasan kebijakan suku bunga The Fed ke depan, mengingat pada FOMC (Federal Open Market Committee) minggu lalu mengisyaratkan akan ada dua kali kenaikan suku bunga hingga akhir tahun,” ungkap Lukman.
Jika ada kenaikan suku bunga, menjadi berat bagi rupiah mengingat Bank Indonesia sudah mulai berencana menurunkan suku bunga.
”Apabila ini terjadi maka divergensi kebijakan suku bunga antara BI dan The Fed akan menekan rupiah. Tanpa menurunkan suku bunga pun, suku bunga BI akan sama dengan The Fed yang apabila menaikkannya dua kali,” Katanya.