Liputan6.com, Jakarta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Abdullah Azwar Anas kembali menekankan pentingnya netralitas PNS atau aparatur sipil negara (ASN) pada saat pemilihan umum alias pemilu 2024 mendatang.
Bila tidak, PNS bersangkutan bisa dikenai pidana ringan hingga pidana.
Baca Juga
"Saya kira jelas ya, ASN harus netral. Jadi jika nanti ada pelanggaran sanksi paling ringan administratif sampai pidana," tegas Anas di Jakarta, Rabu (21/6/2023).
Advertisement
Anas mengatakan, Kementerian PANRB sudah berkomunikasi dan melakukan koordinasi dengan pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), hingga Polri.
"Sehingga jelas aturannya, ASN harus netral dalam pemilihan legislatif eksekutif maupun yang lain," seru dia.
Sebelumnya, Anas menyampaikan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengamanatkan Kementerian PANRB untuk menjaga dan mengawasi netralitas PNS dalam Pemilu 2024.
"Kami diminta oleh Bapak Presiden untuk memastikan ASN tetap netral dan kami sudah melakukan MoU dengan Kemendagri, BKN, KASN, dan Bawaslu," ungkap dia beberapa waktu lalu.
Menurut dia, netralitas PNS selalu menjadi isu menarik ketika proses pergerakan Pemilu dan Pemilukada digelar. Untuk menjamin terjaganya ketidakberpihakan ASN, pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan.
Bentuk netralitas PNS meliputi penyelenggaraan pelayanan publik, pelaksanaan manajemen ASN, pembuatan keputusan/kebijakan, dan menuju tahun politik tentunya netralitas akan lebih ditekankan pada pelaksanaan Pemilu/Pilkada.
"Netralitas ASN perlu dijaga karena sejatinya netralitas ASN pun diamanatkan di dalam undang-undang. Dalam UU Nomor 5/2014 ASN diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun, dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun," tegas Anas.
Menurut dia, ketidaknetralan PNS akan sangat merugikan negara, pemerintah, dan masyarakat karena adanya potensi intervensi politik dalam proses pencapaian target pembangunan.
"Kalau tidak netral, maka ASN tersebut menjadi tidak profesional dan target-target pemerintah di tingkat lokal maupun nasional tidak akan tercapai," jelasnya.
Sri Mulyani Kasih Aba-Aba, PNS Kemenkeu Siap-Siap Pindah ke IKN Nusantara
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menyiapkan untuk perpindahan pegawai Kemenkeu ke Ibu Kota Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, pada tahun 2024.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja dengan dengan Komisi XI DPR RI terkait Pengantar RKA dan RKP Kementerian Keuangan Tahun 2024, Senin (12/6/2023).
"Untuk 2024 akan menyiapkan untuk perpindahan pegawai kemenkeu di IKN, serta jabatan fungsional baru di kementerian keuangan yang dalam hal ini nanti pak Wamen (wakil Menteri Keuangan) bisa menjelaskan Simplifikasi dan kita berkoordinasi erat dengan Menpan RB," kata Sri Mulyani.
Dalam hitungan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) ASN akan pindah ke ibu kota baru secara bertahap, Di awal atau pada 2024, jumlah ASN yang akan boyongan ke IKN Nusantara mencapai 16.990 ASN.
Untuk itu, Kementerian PUPR sudah menyiapkan hunian bagi ASN itu mulai saat ini. Para ASN di IKN Nusantara nantinya akan menempati rumah susun (rusun).
Pemerintah sendiri telah menetapkan jadwal pemindahan ASN pusat dari Jakarta ke IKN Nusantara. Itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN).
Secara garis besar, pembangunan ibu kota baru Nusantara dibagi menjadi lima tahap selama 23 tahun. Tahap I berlangsung pada 2022-2024, dilanjutkan tahap 2 pada 2025-2029, tahap 3 pada 2030-2034, tahap 4 pada 2035-2039, dan tahap 5 pada 2040-2045.
"(Kemenkeu) juga mendukung pelaksanaan pembangunan IKN. Dalam hal ini anggaran nya cukup dinamis dan progresnya juga sangat dinamis, sehingga membutuhkan dedicated waktu dukungan termasuk dari sisi masalah aset dan berbagai landasan hukum yang dibutuhkan untuk pembangunan IKN tersebut," pungkasnya.
Advertisement
Ketahui, Aturan PNS Pria Boleh Beristri Lebih dari 1 Sudah Ada Sejak 40 Tahun Lalu
Badan Kepegawaian Negara (BKN) angkat bicara soal aturan PNS Pria dapat beristri lebih dari satu dan larangan bagi PNS Wanita menjadi Istri Kedua, Ketiga, atau Keempat.
Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS.
"Ketentuan mengenai dibolehkannya PNS Pria yang beristri lebih dari seorang maupun PNS Wanita yang dilarang menjadi istri kedua/ketiga/keempat sudah diterbitkan sejak 40 tahun yang lalu, dan bukan kebijakan yang dikeluarkan oleh BKN, namun sudah lama diatur di dalam regulasi mengenai Izin Perkawinan dan Perceraian PNS (PP 10 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan PP 45 Tahun 1990)," dikutip dari keterangan resmi BKN, Rabu (7/6/2023).
Tentang Izin Bagi PNS Pria untuk Beristri Lebih dari SeorangBahwa persyaratan dan ketentuan mengenai izin untuk beristri lebih dari seorang bagi PNS Pria diatur secara ketat dalam ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil yang pada pokoknya mengatur mengenai syarat alternatif, syarat kumulatif, dan kewenangan pejabat untuk menolak memberikan izin kepada PNS Pria yang mengajukan permohonan untuk beristri lebih dari seorang.
Berikut adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh PNS Pria untuk beristri lebih dari seorang.
Syarat Alternatif merupakan persyaratan yang harus terpenuhi salah satunya oleh PNS Pria untuk dapat beristri lebih dari seorang sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS yaitu:
- istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;
- istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
- atau istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Dalam Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor: 08/SE/1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil ditentukan bahwa kondisi diatas harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter pemerintah.