Liputan6.com, Jakarta Sejumlah eks karyawan PT Roatex Indonesia Toll System (RITS) mempertanyakan alasan perusahaan melakukan PHK massal terhadap sekitar 20 pegawai. Pasalnya, surat pemutusan hubungan kerja itu dinilai belum memberikan kejelasan soal alasan.
Adi Sugiharto selaku perwakilan hukum Forum Karyawan Roatex Indonesia mengatakan, surat pemecatan keluar pada 11 Juli 2023 lalu, dan berlaku pada 31 Juli 2023. Namun, para pegawai yang terkena sudah dicabut sejumlah asetnya dari perusahaan.
Baca Juga
"Teman-tsman dikasih surat, tanpa perhitungan tanpa negosiasi. Kalau dimundur lagi, enggak ada dia merasa bersalah dipanggil dulu, dikasih SP. Tidak ada diskusi, ujug-ujug dipecat," ujar Adi di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Advertisement
Dia mengkategorikan aksi pemutusan ini sebagai PHK sepihak, lantaran para karyawan yang terkena hanya diklaim telah memberikan kerugian bagi perusahaan tanpa alasan lebih lanjut.
"Kenapa alami kerugian, semustinya dijelaskan, ini enggak. Yang di-PHK ini orang-orang yang telah ikut merintis (perusahaan sejak awal). Ini kan proses panjang, temen-temen jadi bagian itu. Tau-tau di-PHK separo. Makanya kami kasih judul PHK sepihak," ungkapnya.
Harapan
Namun, ia berharap para eks pegawai Roatex Indonesia yang kena PHK itu masih punya kesempatan untuk bernegosiasi dengan perusahaan dalam perundingan bipartit. Jika masih belum, maka perundingan tripartit akan dilaksanakan, dan jalur hukum jadi jalan terakhir.
"Dalam forum bipartit nanti kami berharap bisa dipekerjakan kembali. Opsi kedua, kalau pun dipecat, disesuaikan dengan hak dan kewajibannya," kata Adi.
Â
Sebelumnya
Sebelumnya, RITS selaku pengelola sistem pembayaran tol tanpa gerbang, atau multilane free flow (MLFF) mengumumkan untuk kembali melakukan efisiensi. Lewat program restrukturisasi dengan menghentikan sejumlah pegawai yang ada.
Direktur Utama RITS Attila Keszeg mengatakan, pihaknya selaku anak usaha Roatex Ltd Zrt datang ke Indonesia untuk mengembangkan sistem pembayaran tol nirsentuh. Sayangnya, tidak semua tenaga kerja sejalan dengan visi tersebut.
"Kita ke sini untuk berkembang dan maju. Kita juga memberi kesempatan untuk bergerak bersama perusahaan. Sayangnya tidak semua orang mau melakukan itu," kata Attila di Kedutaan Besar Hungaria di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sementara Mochamad Sutami Attamimi selaku kuasa hukum RITS menyampaikan, ada sekitar 20 pegawai yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Total, RITS memiliki 52 orang karyawan dengan 2 diantaranya merupakan warga Hungaria.
"Lebih kurang 20 orang dari 52 karyawan (total pegawai RITS saat ini). Efisiensi yang dilakukan ini sementara efektifitasnya enggak jalan kaya kemarin," kata pria yang akrab disapa Mieky tersebut.
Â
Advertisement
Dinilai Tak Sejalan
Mieky menambahkan, performa beberapa karyawan yang ada saat ini juga tidak sejalan dengan perusahaan. RITS disebutnya telah mengeluarkan modal besar, namun tidak mendapat imbalan setimpal.
"Enggak mencapai target berarti rugi toh. Tapi mau spesifik bilang itu merugi harus buka laporan keuangan dan sebagainya. Tapi yang kita cegah adalah kerugian kalau kita terus pertahankan skuad yang tidak efektif," tuturnya.
Kendati begitu, ia menjamin karyawan yang terkena PHK bakal mendapatkan hak atau pesangon lebih dari yang seharusnya. Selain itu, perusahaan juga menyediakan jasa headhunter bagi karyawan-karyawan yang disudahi masa kerjanya agar bisa kembali mendapat pekerjaan.
"Mereka sebenarnya enggak ada yang lebih 2 tahun kerja. Sesuai UU, maksimal 2 kali pendapatan upah dia. Yang kita tawarkan lebih dari itu. Pada prinsipnya kita tunduk pada UU, tapi kita tawarkan lebih," pungkasnya.
Â