Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah hingga sempat sentuh 15.900. Ekonom menilai, pelemahan rupiah didorong sentimen eksternal seiring suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) diprediksi tetap tinggi sehingga memicu aksi jual di pasar saham dan obligasi.
Berdasarkan kurs Jisdor Bank Indonesia, rupiah sempat sentuh 15.943 terhadap dolar Amerika Serikat pada Senin, 23 Oktober 2023. Rupiah kembali naik 0,4 persen ke posisi 15.869 pada Selasa, 24 Oktober 2023.
Baca Juga
Ekonom BCA David Sumual menuturkan, penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa pekan ini seiring imbal hasil obligasi AS yang merosot menjadi di bawah 5 persen. Sebelumnya imbal hasil obligasi pemerintah AS sempat tembus 5 persen.
Advertisement
Selain itu, menurut David, pernyataan pejabat the Fed yang sedikit dovish mengenai suku bunga juga mempengaruhi rupiah. Namun, pelaku pasar masih melihat kenaikan suku bunga mencapai 30 persen pada November 2023. “Tapi itu tergantung data ekonomi,” ujar David saat dihubungi Liputan6.com.
Rupiah meski menguat terhadap dolar AS pada Selasa pekan ini, tapi cenderung melemah sejak 16 Oktober 2023. Kurs Jisdor BI menunjukkan rupiah sentuh 15.716 per dolar AS menjadi 15.869 per dolar AS, atau alami pelemahan sekitar 0,97 persen.
Namun, David menilai pelemahan rupiah tidak terlalu dalam dibandingkan mata uang negara lainnya di Asia secara year to date. “Won Korea Selatan turun 7 persen, Yuan China juga 7 persen terhadap dolar AS. Demikian yen. Rupiah (turun-red) 3-4 persen terhadap dolar AS. Rupiah masih lebih baik dibandingkan negara lain. Ringgit Malaysia sudah turun 7 persen,” kata dia.
David mengatakan, rupiah melemah terhadap dolar AS didorong aksi jual saham oleh investor asing di pasar modal Indonesia. Aksi jual saham itu terjadi sejak Juli 2023. Hingga penutupan perdagangan Senin, 23 Oktober 2023, aksi jual saham oleh investor asing mencapai Rp 9,08 triliun.
“Di pasar saham sudah negatif. (Dana investor asing-red) sudah keluar sekitar Rp 8,9 triliun dan bond Rp 49 triliun, sebelumnya sampai Rp 70 triliun,” kata dia.
Imbas Aksi Jual di Pasar Saham
David menambahkan, aksi jual saham oleh investor asing yang terjadi di pasar saham dan obligasi tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga China. Aksi jual oleh investor asing itu terjadi lantaran pelaku pasar yakin the Fed pertahankan suku bunga tinggi untuk waktu lebih lama atau higher longer.
"Suku bunga the Fed tinggi bisa sampai 2024, belum ada tanda turun. The Fed ingin inflasi turun tapi harga minyak terus naik,” kata dia.
Hal senada dikatakan Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana. Ia menuturkan, rupiah melemah terhadap dolar AS lantaran indeks dolar AS yang menguat karena the Fed memberikan sinyal hawkish menurunkan inflasi menjadi 2 persen.
Herditya mengatakan, rupiah yang lesu dapat berdampak terhadap barang impor karena harga akan naik dan terjadi inflasi.
David menuturkan, rupiah melemah memiliki dua sisi. Pertama akan berdampak terhadap importir karena barang lebih mahal sehingga akan berdampak terhadap harga jual. Kedua, dampak positifnya akan mendorong importir mulai memesan barang seiring pelemahan rupiah masih terbatas.
“Jadi mereka stok barang (antisipasi-red) jika rupiah masih terus melemah. Ini dorong kredit modal kerja,” ujar dia.
Advertisement
Prediksi Rupiah
Namun, ia mengingatkan hal perlu diwaspadai ketika harga minyak naik akan berdampak ke inflasi. David menuturkan, saat ini dolar AS menguat juga diikuti harga minyak.”Amerika Serikat eksportir minyak. Harga minyak naik, dolar AS menguat. AS sudah net eksportir,” kata dia.
David menilai, pemerintah sudah mengantisipasi dampak sentimen global itu. Selain itu, menurut dia, cadangan devisa Indonesia masih cukup besar untuk topang sentimen global. Cadangan devisa tercatat USD 134,9 miliar pada September 2023.
Selain itu, David juga mengingatkan untuk waspadai harga pangan seiring dampak El Nino.
Hingga akhir 2023, David prediksi rupiah berada di posisi 15.800-16.500 terhadap dolar AS. “(Rupiah-red) masih agak tertekan,” kata dia.
Sementara itu, Herditya prediksi, rupiah akan menguji area area 16.124-16.150.
Rupiah Melemah Hampir Sentuh 16.000 per Dolar AS, Menko Airlangga: Kita Antisipasi
Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, pelemahan yang terjadi pada nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir dipicu oleh sentimen dolar Amerika Serikat (USD) yang terus menguat. Artinya, pelemahan rupiah tidak sendiri tetapi juga terjadi dengan sejumlah mata uang negara lain.
"Ini bukan rupiah yang melemah, dolar AS menguat. Karena itu ke semua negara. Itu sih ya kita antisipasi aja," ungkap Airlangga Hartarto usai menghadiri 11th US-Indonesia Investment Summit di Mandarin Oriental, Jakarta pada Selasa (24/10/2023).
Juga dalam pidatonya pada kegiatan tersebut, Airlangga menyoroti tantangan yang dihadapi ekonomi dunia, termasuk Indonesia yaitu kenaikan suku bunga The Fed yang masih berlanjut dan penguatan USD.
“Tantangan saat ini adalah bergantung pada suku bunga AS yang lebih kuat dan mata uang AS yang juga lebih kuat. Jadi itu yang harus kita mitigasi hari ini, yaitu mencegah capital outflow,” ungkap Menko Airlangga.
Dalam kesempatan lain, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut depresiasi yang dialami mata uang rupiah masih dalam batas aman. Bahkan, depresiasi rupiah tersebut sejauh ini tidak menganggu sektor rill dan keuangan dalam negeri.
"Kita lihat persentase depresiasi mata uang kita juga masih aman. Aman untuk sektor riil, aman untuk sektor keuangan dan aman untuk inflasi," kata Jokowi dalam acara BNI Investor Daily Summit 2023, di Hutan Kota By Plataran, Jakarta, Selasa (24/10/2023).
Lebih lanjut, terkait depresiasi rupiah, Jokowi mengaku telah memanggil Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Advertisement