Rupiah Hampir Tembus Rp 16.000 per Dolar AS, Maskapai Mulai Kembang Kempis

Asosiasi mengungkapkan dampak dari pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap industri maskapai penerbangan domestik.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 27 Okt 2023, 16:29 WIB
Diterbitkan 27 Okt 2023, 16:29 WIB
Garuda Indonesia Tutup 97 Rute Penerbangan
Asosiasi mengungkapkan dampak dari pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap industri maskapai penerbangan domestik. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Asoasiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI) mengungkapkan dampak dari pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap industri maskapai penerbangan domestik.

"Nilai tukar rupiah sudah mendekati Rp 16.000 per dolar AS. Padahal biaya operasi maskapai penerbangan ini tidak lepas dari nilai tukar Rupiah," kata Ketua APJAPI Alvin Lie dalam Seminar Hari Penerbangan Nasional pada Jumat (27/10/2023).

Lebih lanjut Alvin menjelaskan, tiga unsur utama dalam biaya operasi maskapai penerbangan adalah bahan bakar pesawat atau avtur sekitar 36 persen, pemeliharaan sekitar 16 persen, dan sewa pesawat atau penyusutan sebesar 14 persen.

“Jadi totalnya adalah 66 persen,” jelasnya.

Dijelaskannya, pemeliharaan pesawat maskapai tidak lepas dari suku cadang, dengan harganya yang dipatok dalam dolar atau euro.

“Jadi ketika rupiah melemah, ini menjadi beban yang cukup serius bagi maskapai penerbangan, terutama maskapai penerbangan di Indonesia ini hidupnya dari rute domestik," ujar Alvin.

Tiket Harga Rupiah

Tak hanya itu, tiket rute penerbangan domestik juga dijual dalam rupiah. Sementara biaya-biaya yang dikeluarkan maskapai banyak yang dalam dolar AS.

"Jadi di atas kertas kelihatannya laba, tapi prakteknya belum tentu laba. Ini menjadi tantangan yang dihadapi oleh maskapai penerbangan sehari-hari," pungkas Alvin.

Rupiah Dibuka Stabil, Tapi Potensi Pelemahan Besar

Donald Trump Kalah Pilpres AS, Rupiah Menguat
Petugas menghitung uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Senin (9/11/2020). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bergerak menguat pada perdagangan di awal pekan ini Salah satu sentimen pendorong penguatan rupiah kali ini adalah kemenangan Joe Biden atas Donald Trump. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak stabil pada pembukaan perdagangan Jumat ini. Namun analis memperkirakan pada perdagangan hari ini rupiah akan mengalami tekanan karena rilis produk domestik bruto (PDB) AS membaik.

Pada Jumat (27/10/2023), nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta bergerak stagnan atau melemah tipis sebesar 0,00 persen atau 0,5 poin menjadi 15.920 per dolar AS dari sebelumnya 15.920 per dolar AS.

Gara-garanya Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menjelaskan, rupiah melemah tipis dan berpotensi lebih dalam pada perdagangan hari ini karena rilis data PDB Amerika Serikat kuartal III 2023 jauh lebih baik dibandingkan kuartal II 2023, yakni 4,9 persen dari 2,1 persen.

“Data ini menunjukkan ekonomi AS masih solid, sehingga masih memungkinkan untuk Bank Sentral AS menaikkan suku bunga acuannya untuk meredam inflasi ke target 2 persen,” kata Ariston dikutip dari Antara.

Selain itu, ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga masih memicu sentimen hindar risiko di pasar keuangan yang membebani rupiah sebagai aset berisiko.

 

Selanjutnya

FOTO: Akhir Tahun, Nilai Tukar Rupiah Ditutup Menguat
Karyawan menunjukkan uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 80 poin atau 0,57 persen ke level Rp 14.050 per dolar AS. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Secara historis, perang antara Israel dengan Hamas (kelompok perlawanan dari Palestina) berlangsung selama 2-3 bulan. Ini berarti nilai tukar rupiah berpotensi terganggu mengingat babak eskalasi baru dimulai sejak 7 Oktober 2023.

“Hari ini, rupiah mungkin bisa melemah lagi ke arah Rp15.950 per dolar AS dengan potensi support di sekitar 15.880 per dolar AS-15.900 per dolar AS,” ucap Ariston.

Investor pada hari ini juga tertuju pada data inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE) Price Index AS yang diprediksi meningkat 0,3 persen month to month (MoM) dan 3,7 persen year on year (YoY).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya