Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey, mengatakan bahwa permasalahan pembayaran utang selisih harga atau rafaksi minyak goreng (migor) hingga saat ini belum menemukan titik terang.
Padahal Aprindo telah berulang kali menagih pembayaran utang rafaksi migor kepada Kementerian Perdagangan, namun peritel kerap kali tidak mendapatkan jawaban yang pasti kapan tepatnya pembayaran utang dibayarkan.
Baca Juga
Roy bercerita, semakin berlarutnya polemik utang rafaksi ini, membuat pihaknya banjir dukungan dari produsen-produsen minyak goreng. Lantaran, para produsen migor tersebut juga memiliki permasalahan yang sama.
Advertisement
"Awalnya hanya Aprindo saja yang maju untuk kita menjalankan panglima ini, bukan orang ya, tapi hukum sebagai panglima. Kita masih terus diskusi di internal karena produsen minyak gorengnya masih dalam proses-proses komunikasi. Nah belum 1 bulan ini, jadi masih hangat, kami sudah dapat dukungan dari produsen," kata Roy dalam konferensi pers Aprindo di Jakarta, Kamis (16/11/2023).
Atas dukungan dari para produsen migor, pengusaha ritel pun akhirnya memantapkan diri untuk melakukan gugatan hukum terhadap Kemendag.
"Dengan bersatunya belum 1 bulan ya kita akan segera masukkan. Itu ada kuasa hukumnya sedang kita siapkan, apakah kita melaporkan kepada Mabes (Markas Besar Kepolisian), apakah kita somasi, gugat PTUN. Ini lagi dicari antar kuasa hukum, karena kami ada kuasa hukum, produsen juga ada pengacara," ujarnya.
Â
Melakukan Gugatan Hukum
Adapun Roy mengungkapkan alasan peritel dan produsen migor melakukan gugatan hukum, yaitu lantaran pihak pengusaha ritel sudah lelah menghadapi ketidakpastian terkait pembayaran utang rafaksi migor.
"Kenapa harus lewat itu? Karena kami nggak dapat kepastian, niatnya (pemerintah) juga nggak ada bahkan. Karena kalau niat surat terakhir dari Kemenkopolhukam untuk mendorong Kemendag segera, mestinya. Hanya jarak ke lapangan banteng nggak sampai 2 km, sesibuk itu kah untuk menyelesaikan kewajiban yang harus menjadi kewajiban negara?" ungkapnya.
Bahkan, pengusaha ritel merasa didzalimi oleh Pemerintah khususnya Kemendag. Sebab, sebelumnya pihak ritel dijanjikan Pemerintah akan dibayarkan selisih harga dari minyak goreng yang dijual pada waktu itu.
"Diminta dan dijanjikan pula, dijanjikan Permendag 3/2022, tetapi tidak dipenuhi dengan berbagai alasan. Dengan janji dan alasan yang bermacam-macam. Ini sudah mau akhir tahun, sudah mau 2 tahun, tinggal 1 bulan lagi berumur 2 tahun. Dan ini hak pelaku usaha dan kewajiban pemerintah karena kita sudah penuhi kewajiban kita menjual Rp14.000 (per liter) di seluruh Indonesia," pungkasnya.
Advertisement
Kabar Terbaru Utang Rafaksi Minyak Goreng, Begini Nasibnya
Sebelumnya, polemik penyelesaian pembayaran utang selisih harga atau rafaksi minyak goreng hingga saat ini masih belum menunjukkan titik terang. Lantaran Pemerintah hingga kini belum membayar utang rafaksi minyak goreng ke pengusaha.
Lantas bagaimana perkembangan polemik utang rafaksi minyak goreng tersebut?
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementrian Perdagangan (Kemendag), Isy Karim mengakui, penyelesaian polemik rafaksi minyak goreng ini sangat alot.
"Terkait rafakasi memang cukup memakan energi dan waktu yang cukup melelahkan," kata Isy dalam konferenis pers Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023, di BICC, The Westin Resort Nusa Dua Bali, Kamis (2/11/2023).
Terakhir, Kementerian Perdagangan telah memenuhi undangan dari dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) untuk menindaklanjuti penyelesaian rafaksi minyak goreng.
"Terakhir kita diundang Kemenkopolhukam untuk tindak lanjut penyelesaian, karena waktu itu ada pengaduan dari Aprindo kepada Kemenkopolhukam terkait penyelesaian rafaksi minyak goreng," ujarnya.
Â
Rafaksi Minyak Goreng
Adapun saat ini Kementerian Perdagangan akan bersurat ke Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) agar nantinya persoalan rafaksi minyak goreng bisa dibahas dalam Rakortas.
"Dari kesimpulan yang disampaikan Kemenkopolhukam ini dikembalikan ke Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perekonomian. Nah, saat ini kami akan berkirim surat sehubungan dengan surat Kemenkopolhukam itu kepada Kemenko Perekonomian untuk nantinya diantar (dibahas) dalam rakortas. Karena memang istilahnya siapa yang memulai siapa yang mengakhiri," katanya.
Diketahui Kementerian Perdagangan saat ini berutang kepada Aprindo sebesar Rp 344 miliar. Namun, utang gabungan kepada produsen minyak goreng dan pengusaha ritel berjumlah Rp 800 Miliar.Â
Advertisement