Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina International Shipping (PIS), Sub Holding Integrated Marine Logistics (SH IML) PT Pertamina (Persero) resmi menjalin kerja sama dengan perusahaan ternama asal Turki, KARPOWERSHIP.
Kerja sama ini menandai terobosan kerja sama untuk pengembangan infrastuktur energi bersih, baik untuk memenuhi kebutuhan Indonesia maupun regional dan global.
Baca Juga
Penandatanganan kerja sama dilakukan bersamaan dengan berlangsungnya konferensi UNFCCC COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab. Sekaligus memaknai komitmen bersama kedua perusahaan untuk menyediakan energi yang lebih ramah lingkungan untuk menahan pemanasan global di angka 1,5 derajat Celcius.
Advertisement
Dengan perjanjian ini, kedua perusahaan akan mengeksplor peluang-peluang bisnis untuk menghadirkan terobosan di lanskap energi, utamanya di Indonesia. Area fokus utama kerja sama ini mencakup kapal pembangkit listrik dengan teknologi powership termutakhir, pengembangan infrastruktur gas cair seperti Floating Liquified Natural Gas (FLNG), proyek infrastruktur LNG hingga Floating Storage Regasification Unit (FSRU), serta distribusi LNG.
Sebagai komitmen dalam mendukung transisi energi yang berkelanjutan, kedua pihak akan bekerjasama dalam studi ekstensif di bidang pengembangan infrastruktur, fasilitas dan pengangkutan bahan bakar energi baru terbarukan. Diantaranya hidrogen, ammonia, methanol, hingga biofuel.
Menjaga Planet
Sekretaris Menteri BUMN Rabin Indrajad Hattari mengatakan, kolaborasi Pertamina dan Turki ini tak sekedar kerja sama bisnis. Melainkan bentuk komitmen kita semua untuk menjaga planet dan generasi mendatang.
"Pertamina yang merupakan kebanggaan Indonesia di sektor energi kembali melakukan lompatan besar bersama mitra bisnisnya untuk bisnis yang berkelanjutan," ujar Rabin, Sabtu (2/12/2023).
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menjelaskan, kerjasama antara PIS dan KARPOWERSHIP kali ini merupakan wujud komitmen transisi energi mendukung Net Zero Emission 2060.
"Kerjasama bukan hanya existing business saja, tapi juga eksplorasi potensi bisnis lainnya untuk mengoptimalisasi aset-aset yang ada, seperti fasilitas floating mini LNG , floating CNG. Kami yakini pengembangan ini merupakan kunci transisi energi, karena gas merupakan bridging menuju renewable energi," terangnya.
CEO PIS Yoki Firnandi menambahkan, sinergi dengan Turki ini tidak hanya untuk mencari peluang bisnis, tapi juga mendorong percepatan perusahaan untuk mewujudkan visi jangka panjangnya.
"Bekerjasama dengan global company adalah capaian lagi bagi PIS untuk semakin nyata menjadi perusahaan shipping dan logistik maritim yang ternama di skala global," imbuhnya.
Pertamina Tegaskan Komitmen NZE 2060 di Hadapan Forum COP-28 di Uni Emirat Arab
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menegaskan kembali komitmen Pertamina dalam mendukung Pemerintah Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission 2060. Demikian disampaikannya pada ajang Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB 2023 atau Conference of the Parties (COP-28) yang berlangsung di Uni Emirat Arab (UEA).
Pada sesi diskusi di Paviliun Indonesia, Nicke Widyawati menjelaskan bahwa Indonesia dihadapkan pada trilema energi, dengan tiga isu utama, yaitu keamanan energi, kesetaraan energi, dan keberlanjutan energi. Untuk menghadapi ketiga isu tersebut, Pertamina telah mengembangkan tiga inisiatif strategis yang komprehensif yakni dekarbonisasi pada operasional Perusahaan (scope 1), membangun bisnis baru rendah karbon (Scope 2), dan penerapan program penyeimbangan karbon (Scope 3).
Indonesia sebagai negara berkembang, kata Nicke, memiliki target pertumbuhan ekonomi yang stabil dimana energi adalah katalis untuk pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, sebagai BUMN, Pertamina menempatkan keamanan energi sebagai prioritas utama.
"Namun, kami juga harus mengelola keseimbangan untuk kesetaraan energi, yang mencakup aksesibilitas dan keterjangkauan energi, dan keberlanjutan energi dalam mengurangi emisi karbon dalam operasi kami, baik untuk scope satu, dua, dan tiga," ujar Nicke.
Nicke menilai bahwa Indonesia tidak bisa mengatakan bahwa kita harus mengembangkan energi terbarukan dan mengalihkan semua bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Karena hal itu akan membahayakan keamanan energi. Oleh sebab itu, katanya, Pertamina memiliki tiga strategi tentang bagaimana kami mengelola keberlanjutan sambil mempertahankan keamanan energi dan memperkuat kesetaraan energi.
Advertisement
Inisiatif Efisiensi Energi
Pertama, Pertamina harus mempertahankan bisnis utama, minyak dan gas karena, Pemerintah Indonesia memiliki target untuk meningkatkan produksi minyak dan gas hulu dari sekarang 700 ribu barel per hari menjadi 1 juta barel per hari pada tahun 2030. Tapi harus dilakukan dengan cara yang berbeda yang disebut Green Operation.
Terkait hal ini, ujar Nicke, Pertamina menjalankan tiga inisiatif yakni efisiensi energi, karena efisiensi energi sangat penting dan lebih mudah mengurangi emisi.
"Jadi, kontribusinya sekitar 39% dalam mengurangi emisi. Itulah mengapa kita fokus pada efisiensi energi dalam operasi kita: hulu, pengolahan, dan hilir."
Berikutnya, pengurangan metana. Saat ini, kita hanya fokus pada pengurangan CO2, padahal sebenarnya, metana memiliki kemampuan dan kapasitas untuk menghancurkan lingkungan, lebih buruk dibandingkan emisi CO2. Itulah sebabnya, targetnya adalah 7,6% pengurangan Methana dan emisi karbon (CO2) sebesar 5,5% dan flare reduction dan pemanfaatannya sebesar 16.7%.
"Dari tiga inisiatif tersebut, Pertamina, sampai tahun lalu, berhasil mengurangi 31% emisi dalam operasi internal kami," ujarnya.
B35 dan B40
Strategi kedua adalah meningkatkan pengembangan produk rendah karbon dengan memproduksi Biofuel. Mengapa biofuel? Karena Indonesia merupakan negara kedelapan terbesar yang memiliki hutan. Jadi, Indonesia memiliki kapasitas untuk memproduksi Biofuel.
"Sekarang, dengan B35, tahun lalu, kami berhasil mengurangi sekitar 32 juta ton CO2 per tahun. Dan kami akan menambahkan lebih banyak B35 sekarang dan tahun depan, B40. Bahkan dalam kebijakan energi nasional kita yang baru, targetnya sampai B60," kata Nicke.
Selain itu, Pertamina juga memiliki program Biogasoline dengan mencampurkan bioetanol dari tebu, jagung, dan juga singkong ke bensin. Pertamina akan mulai dengan E5% dan dalam Kebijakan Energi Nasional Indonesia, secara bertahap akan meningkat menjadi E40. Terkait dengan bahan bakar nabati ini, Pertamina baru saja meluncurkan bahan bakar jet berkelanjutan (Sustainable Efficient Fuel) yang dicampur dengan CPO.
"Jadi, program ini adalah opsi terbaik untuk Indonesia. Ada tiga manfaat utamanya, pertama, kami dapat mengurangi impor bahan bakar melalui biofuel. Kedua, kami dapat mengurangi emisi. Dan yang ketiga adalah menciptakan lapangan kerja di Hulu," katanya.
Advertisement
Empat Tantangan
Selanjutnya, inisiatif ketiga adalah pengimbangan karbon. Walaupun masih ada bahan bakar fosil, masih ada pembangkit listrik tenaga batubara, tetapi Pertamina harus mengurangi emisi melalui Carbon Capture, Utilization, and Storage, serta solusi berbasis NBS (Natural Base Solution) dengan hutan yang dimiliki. Saat ini dengan kapasitas untuk menyerap emisi dari lingkungan global hingga 15%.
Dalam menjalankan berbagai inisiatif tersebut, lanjut Nicke, Pertamina menghadapi empat tantangan, yang pertama adalah kerangka regulasi untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan. Tantangan kedua terkait teknologi. Indonesia memerlukan teknologi untuk semua sumber daya alam yang melimpah dan dapat diproduksi menjadi energi. Tantangan berikutnya adalah keuangan. Indonesia memerlukan pendanaan terutama untuk tahap awal pengembangan, penelitian, dan pengembangan. Terakhir adalah pembangunan kemampuan dan kapasitas.
"Ada empat tantangan dan kami percaya bahwa kami membutuhkan kolaborasi global tentang bagaimana kita dapat mengatasi tantangan ini terutama dukungan dari pemerintah," ujar Nicke.