Liputan6.com, Jakarta Sektor manufaktur merupakan salah satu sektor yang penting bagi perekonomian Indonesia. Hal tersebut, didukung oleh sumber daya alam yang melimpah, bonus demografi dan jumlah penduduk yang besar.
Presiden Direktur PT ExxonMobil Lubricants Indonesia, Syah Reza mengatakan pada tahun 2030, sektor manufaktur akan menjadi jantung bagi roda ekonomi Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
"Kita tahu pemerintah terus menggalakkan pembangunan kawasan industri di Jawa, Sumatera, Kalimantan hingga Sulawesi, yang berorientasi kepada manifaktur serta mempunyai nilai tambah," ungkapnya.
Menurutnya ExxonMobil memiliki peran dalam mendukung program pemerintah tersebut, terlebih dengan berbagai tantangan di dalam dunia manufaktur. Karena tidak hanya bersaing secara domestik tapi juga global.
Dikatakannya ExxonMobil sebagai produsen dari pelumas, dapat mendorong efisiensi dan produktivitas dari para pelaku industri manufaktur. Sehingga bisa ikut menjaga kualitas barnag atau produk yang dihasilkan, ditengah kompleksitas industri tersebut.
"Melihat kompleksitas yang dihadapi, maka kita mendorong peningkatakan efisiensi atau produktivitas di industri manufaktur. Kami Exxon Mobil Indonesia berusaha untuk membantu para mitra kami pemakai pelumas, dengan memberikan solusi-solusi yang efisien dan produktif," jelasnya.
Efisiensi dan Produktivitas
Ia menerangkan pihaknya senantiasa mendukung visi pemerintah dalam upaya efisiensi dan produktivitas di indonesia, yaitu memberikan solusi-solusi inovatif dari segi produk pelumasan.
"Didukung pelayanan yang canggih, kami terus mengembangkan inovasi untuk layanan manufaktur. Terutama di industri pengolahan plastik, logam-logam, kemasan hingga tekstil," katanya.
Syah Reza menambahkan bahwa pemerintah sangat ingin mewujudkan suatu ekosistem industri yg efisien dan produktif, sehingga memiliki daya saing yang tinggi. Persaingan tersebut kedepan tidak hanya dari produsen domestik tapi juga dari global.
"Upaya kami adalah mendukung keinginan pemerintah ini, di bidang pelumasan dengan mengembangkan produk-produk terbaru yang mana dapat memberikan peningkatan efisiensi dari para pelaku industri manufaktur," tambahnya.
Bank Dunia Proyeksi Ekonomi Indonesia Tumbuh 4,9 Persen di 2024-2026
Sebelumnya, Bank Dunia memproyeksi perekomonian Indonesia akan tumbuh di kisaran 4,9 persen pada tahun 2024-2026. Perkiraan terbaru Bank Dunia dirilis dalam laporan Indonesia Economic Prospect: Climate Action for Development edisi Desember 2023.
Proyeksi tersebut merupakan penurunan dari pertumbuhan ekonomi di sisa tahun 2023 yang diproyeksikan menyentuh 5,0 persen.
“Indonesia diproyeksikan akan mencatat pertumbuhan yang kuat sepanjang periode perkiraan ini, meskipun sedikit melambat seiring dengan melemahnya lonjakan komoditas,” tulis Bank Dunia dalam IEP Desember 2023, dikutip Rabu (13/12/2023).
Proyeksi Ekonomi Indonesia
Bank Dunia menyebut, proyeksi ekonomi Indonesia untuk 2024-2026 mencerminkan kondisi perdagangan yang lebih lemah dan normalisasi menuju tren pertumbuhan.
“Konsumsi swasta akan menjadi pendorong utama pertumbuhan yang didukung oleh belanja selama pemilu pada tahun 2024,” beber badan keuangan dunia tersebut
“Investasi diperkirakan akan meningkat seiring dengan reformasi yang telah dilakukan sebelumnya dan proyek-proyek pemerintah yang baru,” beber Bank Dunia.
Selain itu, ekspor dan impor juga diperkirakan hanya tumbuh sedikit, karena volume sudah meningkat menyusul pertumbuhan yang sangat kuat pada tahun 2021-2022.
Advertisement
Kinerja Resilien, Bank Dunia Yakin RI Bisa Jaga Pertumbuhan Ekonomi di Sisa 2023
Sebelumnya, Bank Dunia mengakui kinerja ekonomi Indonesia yang resilien di tengah guncangan dan ketidakpastian perekomonian global.
"Kami percaya bahwa pada akhir tahun ini Indonesia mampu menjaga pertumbuhan di kisaran 5 persen, yang merupakan pertumbuhan yang sangat tangguh, mengingat lingkungan global saat ini,” ungkap ekonom senior Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Wael Mansour dalam wawancara di Bursa Efek Indonesia, Selasa (12/12/2023).
Wael Mansour mengatakan, pertumbuhan itu didukung oleh pulihnya permintaan domestik, sehingga konsumsi swasta tetap kuat.
"Juga karena perekonomian yanh dibuka kembali setelah COVID-19. Kita telah melihat, dimulainya kembali layanan dan penjualan ritel di bidang pariwisata yang tumbuh dan karena sedikit peningkatan investasi, terutama investasi dalam negeri, namun investasi asing masih berada di bawah tren sebelum pandemi," bebernya.
Bank Dunia juga menyoroti kontribusi dari perdagangan yang menurun, karena penurunan komoditas dan permintaan global secara keseluruhan.
"Perekonomian global masih sedikit lesu sehingga tidak banyak permintaan dari luar. Hal ini mempengaruhi Indonesia," jelas Wael Mansour.
Tetapi sisi positifnya adalah inflasi Indonesia berada pada tren penurunan. "Jadi meskipun ada tekanan dari harga pangan dan bahan bakar, imbas dampak dari Nino, menurut Kami Pemerintah telah berhasil menurunkan harga karena langkah-langkah di sisi pasokan dimana mereka telah mengatasi kemacetan dengan memastikan bahwa beras tersedia di pasar," ucap Wael Mansour.